Kadek Devi Versus Rhoma Irama

Day 1,888, 20:40 Published in Indonesia Bolivia by Don Care Leone

Kehitung hampir tiga bulan nggak main Erep karena dibanned. Kurang berguru bidang per-5api-an sama master-master di Erep. Trus denger-denger lagi rame. Jadi minjem 5api punya temen dan pake ini akun. Kangen sama main, buat artikel, apalagi nontonin orang debat. Heuheu..

Perlu ditekankan di sini. Saya ngomong bukan sebagai SekJen Frontal (numpang eksis baru kepilih kemarin..heuheu), tapi opini pribadi saja. Dan baru baca-baca beberapa artikel di eIndonesia. Yang paling menarik buat saya adalah Cerita Wayang dari http://www.erepublik.com/en/article/-hanya-komik-curhatan-yes-master-2197342/1/20 - “We’re not afraid, We’re Indonesian”. Sebuah jargon yang terkenal sampai seluruh dunia. Membangkitkan semangat nasionalisme yang saat itu ‘konon’ sedang terpuruk dan alhasil, Indonesia jadi salahsatu negara yang disegani saat itu. Dengan lantang kita berteriak, “We’re not afraid! We’re Indonesian!”, melawan ASU, sendirian.

Gimana nggak gentar itu musuh.

Juga artikel http://www.erepublik.com/en/article/jas-merah-2197408/1/20 , angkat topi buat yang satu ini. Saya anggap sebagai pencerahan publik yang beretika.

eIndonesia sekarang? Boleh dikata agak partisipan kita dalam bermasyarakat global. Ibarat FTV, kita cuman jadi aktor sampingan. Kita nggak bisa jadi Kadek Ayu Devi, Ben Joshua, apalagi Revalina S Temat.



Salah? Ya enggak sih. Suka-suka kita dong. Hahaha. Tapi apa mau terus-terusan kita jadi partisipan? Mau nyalahin siapa? Preesiden? Menteri? Stakeholder Partai?

Di tengah kegamangan itu (cieeee...) entah kenapa saya malah jadi ingat perkataan Pak Gun (Goenawan Mohamad – red). “Di zaman Orde Baru, pikiran sehat diredam kekuatan Negara. Kini, di zaman sinetron, pikiran sehat diredam ‘talkshow’ dan tepuk tangan.”.

Apakah relevan dengan keadaan eIndonesia sekarang. Saya kira relevan. Kita terlalu banyak terpaku pada perdebatan yang sangat ‘mengasyikkan’ dan cenderung (yang saya tangkap) memperlihatkan “ini loh ghuweee” #no offense. Sedangkan substansi akar masalahnya disingkirkan. Substansi-nya apa? Ya, bagaimana membuat negara ini jadi lebih baik. Kan itu. Sudjiwo Tedjo:mode on.

Lalu Pak Gun melanjutkan, “Dalam ‘demokrasi sinetron’, tokoh seperti Bung Hatta (jujur, pandai, tapi tak punya glamor) akan kalah oleh tokoh seperti Rhoma Irama.”.

Lagi-lagi perkataan yang menyentil di benak saya, tapi ini memang fakta. Bukan terjadi di RL saja, tapi eIndonesia juga. Saya sih nggak ngomong siapa ‘Rhoma Irama’ nya eIndonesia. Terlebih ada tuh yang mengkritik, tapi kritiknya keterlaluan dan saya rasa tidak punya etika. “You know what I mean”..LOL

Namun, zaman sinetron kan orang boleh kritik seenak udel e dewe. Jadi biar nggak berkepanjangan dan tujuan tulisan saya ini tercapai, kita batasi disitu.

Nah, tujuan artikel ini. Saya mengajak kepada segenap pembaca. Lha..Ayo, kita cari orang-orang macam ‘Bung Hatta’ ini di eRepublik eIndonesia. Yang jujur dan pandai. Atau para master-master dari berbagai Partai Politik membuat kadernya jadi ‘Bung Hatta’ nya Partai. Supaya nanti bisa jadi pemimpin besar mewakili Partainya. Ya monggo, saya dukung penuh.

Pada akhirnya kita nanti akan memiliki pemimpin besar. Dan ketika kita kembali mengalami situasi macam di awal. Kita berani bersuara lantang kepada dunia.

“We are not Afraid! We are Indonesian!”