Pilkaret Dukuh Petai (1)

Day 1,888, 07:38 Published in Indonesia Hungary by chestabudi


Warung bambu di pojok perempatan Dukuh Petai ini memang tak pernah sepi jika sore hari. Selain letaknya strategis di tengah pedukuhan, warungnya juga bersih. Apalagi penjualnya, Mudrikah, memiliki paras manis. Meski sudah memiliki dua anak namun badannya sintal terawat.Sehingga kadangkala membuat beberapa pelangganya iseng menggodanya, terlebih dengan statusnya sebagai janda. Namun semua godaan hanya ditanggapi dengan senyuman.

"Mbak yu minta teh manisnya," pinta Tasdi yang baru datang. Ia lantas mengambil tempat duduk di dekat pintu masuk. Di bagian lain ada beberapa pelanggan yang dikenalnya tengah ngobrol serius.Mendengar permintaan ini Mudrikah langsung membuatkan teh tubruk kental dengan gula batu. Dia tahu kesukaan Tasdi adalah teh pahit dengan gula batu karena Tasdi adalah salah satu pelanggan setia warung miliknya. Nyaris tiap sore, selepas kerja, dia datang ke warung itu untuk ngobrol ngalor ngidul dengan teman-temannya.

"Ini teh nya kang," kata Mudrikah seraya meletakannya di depan Tasdi. Meski masih panas di minum pelan-pelan teh tersebut dengan sesekali meniup guna mendinginkannya.

"Mbak yu punya solder," tanya Tasdi tiba-tiba.
"Apa kang?," tanya Mudrikah kurang jelas
"Solder punya?," kata Tasdi mempertegas.

"Ya ndak punya kang. Memangnya saya tukang reparasi elektronik," jawab Mudrikah.
"Kalau obeng dan kunci Inggris punya mbak?," kembali tanya Tasdi.
"Ya ndak punya. Saya khan bukan bengkel. Memangnya buat apa sich?," Mudrikah balik bertanya.
"Tapi kalau nomor HP punya khan?. Minta dong..," kata Tasdi dengan senyum genit, menirukan rayuan Andre Taulani di eOVJ.

Mendengar hal ini empat pelanggan yang tengah ngobrol serius pada sisi bangku yang lain tiba-tiba berhenti. Tanpa dikomando mereka menoleh ke arah Tasdi. "Woow dasar Play Boy cap Kucing," ejek Warko salah satu diantara empat orang itu. Disambut tertawa oleh tiga kawannya, Siwo, Sarkim dan Pardisun. "Tak laporin sama istrimu kapok kamu. Ndak dapat jatah sepekan," tambah Warko.

"Kalian itu selalu menanggapi persoalan dengan serius..Hidup itu kadang kala perlu santai..perlu humor..perlu ada joke-joke tiap hari...agar awet muda seperti aku. Umur boleh 37 namun penampilan tetap 17," kata Tasdi sambil cengegesan. "Hahaha....terlalu PeDe sampeyan. Namun saya kadang kala salut dengan rasa PeDe sampeyan," kata Pardisun.

"Yahh..saya juga kadang-kadang salut dengan diri saya sendiri," jawab Tasdi tambah cengengesan. Mendengar jawaban Tasdi yang kian ngawur itu keempat kawannya itu hanya senyum-senyum. Mereka memang tahu betul siapa Tasdi yang kadangkala kelewat Percaya Diri. Namun semua itu untuk humor guna menghibur kawan-kawannya.

"Ngomong-ngomong kalian ngobrolin apa sich..serius bener..kayak mikir negara saja," tanya Tasdi seraya bergeser mendekat ke arah empat kawannya tersebut.
"Nih..kang..sampeyan tahu khan..sebentar lagi dukuh kita bakal menggelar Pemilihan Ketua RT. Kita lagi ngobrol-ngobrol soal itu. Lagi cari sosok yang cocok dan kredibel untuk memimpin RT kita. Sebab selama ini siapapun ketua RT nya selalu dihujat. Dianggap tidak beres dan tidak pernah memuaskan warganya," kata Siwo dengan wajah mulai serius.

"Halah sampeyan itu..ketua RT itu memang bukan alat pemuas...lagian juga kalau alat pemuasnya ketua RT..saya juga ndak doyan..mahoo...mahooo," kata Tasdi dengan menirukan gaya anak-anak dari sebuah forum di website. "Serius sedikit kang..sekali-kali berfikir agak serius untuk memajukan RT kita," Jawab Sarkim.

"ok..ok saya serius," jawab Tasdi masih dengan sedikit senyum cengegesan. "Namun ngomong-omong persoalannya apa sich RT kita ini..atau lebih tepatnya ketua RT kita selama ini," tanya Tasdi.
"Banyak..," jawab Warko singkat.
"iya apa..jangan cuman banyak..di urai donk," tanya Tasdi.

"Yang pertama...soal keuangan RT. Sampeyan tahu khan..jika RT kita ada pemasukan tiap hari. Yakni dari uang jimpitan yang diambil saat ronda maupun iuran sukarela saat kumpulan malam sabtu. Selama ini laporan dari ketua-kerua RT kita selalu terlambat padahal masa jabatan mereka sudah habis. Ini yang selalu ditanyakan oleh warga kita. Mereka menilai penggunaan anggaran belanja RT tidak transparan. Ini selalu menjadi soal siapapun ketua RT nya," kata Siwo.

"Kalau urusan duit dimanapun serba panas..namun itu harus ada solusinya," jawab Tasdi sambil garuk-garuk kepala seolah-olah berfikir serius. "Lanjut...kita inventarisasi dulu persoalan," kata Tasdi
"Yang kedua urusan sewa tanah bengkok desa. Sudah beberapa tahun warga kita selalu kalah lelang dengan RT sebelah. Ini juga menjadi polemik warga kita," kata Siwo
"Iya bener itu kang," timpal Sarkim. Belum sempat sarkim melanjutkan ucapannya mereka dikejutkan oleh suara orang berdehem lantas mendesis. Ini membuat ke lima orang yang sedang serius ngobrol itu menoleh ke arah pintu. Terlihat lelaki setengah baya dengan baju rapi berdiri di depan pintu. Mereka kenal betul siapa laki-laki tersebut. Yakni Burhan ketua RT sebelah.

Melihat kelima orang itu Burhan lantas menyapa mereka dan masuk ke warung lantas duduk berbaur dengan kelima orang tersebut. "Saya mendengar apa yang kalian bicarakan," kata Burhan.
"Kebetulan kang..sampeyan datang. Meskipun kang Burhan bukan warga RT kami tapi setidaknya tahu tentang persoalan RT. APalagi sampeyan menjabat Ketua RT. Kasih pendapat dong apa yang mesti dilakukan oleh seorang ketua RT," tanya Pardisun

Yang ditanya diam sejenak. Ia lantas mengambil tusuk gigi di atas meja. Berdesis pelan kemudian berkata.."Sssshhhhhh...Memang semenjak ada kebijakan Pemda yang menaikan Tunjangan Aparatur Perangkat Desa membuat jabatan ketua RT mulai banyak dilirik warga. Sehingga jabatannya harus di pilih setahun sekali. Namun sebenarnya inti menjadi ketua RT itu sama kok," jelasnya.

"Apa itu kang..," tanya Sarkim dengan antusias
"Menjadi ketua RT intinya harus Ikhlasssss," jawab Burhan dengan kalem
"Ikhlas gimana ?," timpal Siwo.
"Orang tidak sekolah pun tahu apa arti Ikhlas..karena itu soal..rasa dan pengabdian..," jawab Burhan

Mendengar jawaban Burhan ini. Kelima orang tersebut diam. Mereka masing-masing berfikir menerjemahkan kata-kata si Burhan. Ini membuat warung yang tadinya agak ramai dengan obrolan menjadi hening. Sesekali hanya terdengar desisan Burhan yang kian kuat, sambil sesekali membersihkan giginya dengan tusuk gigi.

Tiba-tiba Pardisun nyletuk. "Kang Burhan dari tadi sampeyan kok berdesis terus. Habis makan apa sich...," Tanya pardisun
"Ohhh ini...tadi habis Pesta Durian. Saking banyaknya sampai-sampai durinya pada nyangkut di gigi," jawab Burhan
"Waduhhhhh..sampeyan ini makan durian atau makan ikan asin sich..sampai durinya pada nyangkut di gigi," kata Pardisun dongkol. Tingkah Burhan yang sok kalem namun norak ini langsung disambut tertawa oleh ke lima temannya

(foto diatas diambil penulis dari website bali.panduanwisata.c**.)