[Chapter 3] Pijakan Pertama di Markas

Day 1,633, 08:53 Published in Indonesia Indonesia by Nurmillaty A.M

Last chapter :
Nang melakukan beberapa gerakan aneh yang hampir-hampir membuat tawaku meledak. Andai tanah tidak tiba-tiba bergoncang, tentu sudah tersembur segala tawa yang kutahan-tahan. Sebuah lingkaran berdiameter 3m terbentuk, lorong bersambung di bawahnya. Nang mengajakku masuk. Aku menurut.


Markas Rahasia
Kami meluncur bebas melewati lorong pipa licin yang hanya muat dimasuki 2 orang bebarengan. Tetapi semakin ke bawah, lorong semakin melebar sampai kemudian Nang memberiku isyarat untuk memegang tangannya. Meski bingung, aku menurut saja. Setelah memegang tanganku Nang menghentakkan kakinya kuat-kuat, bergesekan dengan permukaan licin hingga .......

BRUK!!!!!

"Aduh!" Tubuh kami menghantam sebuah lempengan di depan. Rupanya Nang mengerem kecepatan dengan memanfaatkan sepatu karetnya agar tak begitu sakit saat menabrak lempengan ini. Sambil meringis Nang mengetuk lempengan itu 3 kali, dan lempengan itu bergeser membuka jalan.

Tanpa kata dia menarikku masuk.

Aku tertegun mendapati sebuah ruangan yang luas di dalam sana. Dinding dan lantainya marmer, di tengah-tengah ruangan bertahta meja bundar dari kaca yang menyapa tiap mata dengan anggun, dalam meja itu tampak sebuah aquarium yang tak kutahu bagaimana mereka mengurusnya. Di beberapa sudut pucuk-pucuk senapan bertumpuk gagah, selongsong peluru digantungkan sekenanya di ujung-ujung cantolan besi untuk jaket. Walkie-talkie, peta, rompi, boots, dan perlengkapan perang lainnya tersusun rapi di rak, sementara beberapa bantal tersebar acak di lantai.

Melihatku asyik menelaah ruangan, Nang tersenyum. "Arcelven, maaf jika ruangan ini kurang rapi. Semalam kami habis merayakan kenaikan pangkat salah seorang pentolan MU kami menjadi God of War." Aku tersentak dan cepat-cepat mengangguk, sedikit malu juga tertangkap basah mengamat-amati tempat ini.

"Ini ruang tamu kami," kata Nang sambil melepas sepatu boots karetnya dan meletakkannya di pojok ruangan, "masih ada ruang tidur, ruang makan, ruang strategi, dan 7 ruangan lain yang belum boleh kau lihat."

Dahiku mengkerut. Belum boleh kulihat? Baiklah, tidak apa-apa. Asal aku tidak akan mati hanya karena belum melihatnya.
Aku masih menduga-duga ruangan apa saja itu, saat kenop pintu baja di seberangku berputar dan terbuka.

Seorang gadis memasuki ruangan dengan langkah-langkah tegas.


Jebakan Pertama
Kau pernah melihat para model berjalan di catwalk? Kaki-kaki mereka bergerak cepat menyilang-nyilang tangkas. Aku tahu benar gadis di depanku ini tak berjalan demikian, tapi apa pula bedanya? Aku sama-sama tersepona pada keduanya.

"Salam, Komandan!" Ucap Nang seketika dengan posisi sempurna. Aku melongo setengah terkaget, komandan?

"Salam, Kapten Nang." jawab gadis itu tenang. Ia balas menatap padaku dengan pandangan yang tak kalah tajam dengan Nang saat kami baru bertemu dulu. Aku nervous mendadak.

"Eh... salam, Komandan." ujarku tergeragap sambil meniru posisi berdiri Nang. Kulihat kedua alis gadis itu terangkat, tapi lalu ia berdeham sejenak dan membalas salamku. Ia mengalihkan pandangan ke arah Nang dan memberi isyarat, mereka berdua membelakangiku dan berbisik agak jauh. Aku tak paham apa yang mereka bicarakan, dan aku belum cukup tenang untuk paham. Jadi aku diam saja.

Sepuluh menit kemudian mereka selesai berbincang. Nang menghormat sekilas, lalu menghampiriku sementara Komandan meninggalkan ruangan. Raut wajah Nang serius. Aku nervous, perutku melilit parah.

"Komandan bilang kau musti diospek dulu."

"Ospek?" Aku tercengang. MAMPUS! Kupikir waktu aku lulus kuliah, segala tetek bengek tentang ospek sudah hilang total dari hidupku. Rupanya aku salah. Ospek macam apa pula ini nanti?

"Ospeknya sederhana. Kau tinggal di ruangan ini lima hari. Tak boleh pergi satu langkahpun, tak boleh bicara pada satu orangpun, dan di ujung ospek nanti kau harus bisa mengidentifikasi 3 Jendral di MU ini dan menyebutkan 8 nama anggota selain Jendral. Paham?" lanjut Nang dengan intonasi datar saja, membuatku sulit mencerna kata-katanya yang dia ucapkan dengan cepat.

Tak boleh pergi.
Tak boleh bicara.
Dan harus tahu nama 11 orang?

SUPERDUPERMAMPUS!



BERSAMBUNG

Berhasilkah Arcelven melewati ospek? Apa saja yang terjadi selama ospeknya? Masihkah kesialannya akan terus berlanjut??

Nantikan kelanjutannya di Chapter 4! 😃

Best Regards,


Nurmillaty A.M
Chapter 1 : Intermezzo
Chapter 2 : Feherlute Noir Army