Menunggu

Day 872, 09:20 Published in Indonesia Indonesia by Ardyaa

======================================== =============================

Mereka bilang memandang orang berlalu lalang itu mengasyikan. Mencoba menebak-nebak apa yang ada di pikiran mereka atau di balik ekspresi wajah bergegas, gundah, sedih atau ceria seru katanya. Memperkirakan apa dan bagaimana latar belakang para manusia dari pakaian, perhiasan, gaya atau barang yang dibawa jadi tidak kalah asyik dengan bermain tebak-tebakan. Kurang kerjaan? Mungkin. Rese mencampuri urusan orang lain? Bisa jadi. Tapi bukankah itu yang membuat hidup jadi menyenangkan? Ikut campur dan sok peduli sudah menjadi hal yang manusiawi dalam masyarakat ini. Tidak tahu kalau si A begini atau si B begitu dianggap hal yang aneh. Anda kemana saja? Kok bisa ketinggalan berita?

Sayangnya hal itu tidak berlaku bagi saya. Saya tidak suka memandangi mereka, mencoba menelanjangi bagaimana kehidupan mereka yang sebetulnya. Tidak senang. Sama tidak senangnya seperti bila mereka mencoba memperhatikan saya, mengamati, mencari tahu, mengorek rahasia dengan asumsi-asumsi pribadi yang subjektif. Kurang kerjaan? Tepat. Rese mencampuri urusan orang lain? Benar sekali. Masyarakat memang aneh, suka sekali mengusik urusan orang lain, sementara urusan sendiri tidak diusik.

Apalagi, bila terpaksa harus memperhatikan orang sekitar hanya karena kurang kerjaan menunggu seseorang datang. Maka saya rasa tidak ada alasan untuk tidak memaki dan mengutuk yang akan datang sekarang. Ya, saya kesal dengan yang akan datang. Sudah lima belas menit dari yang dijanjikan mengapa tidak kelihatan. Lebih menjengkelkan lagi, komunikasi yang sudah secanggih jaman ini tidak bisa digunakan untuk menghubungi sekedar memberi alasan maupun dihubungi sekedar mencari alasan. Hape mati. Sial. Atau mungkin memang sengaja membuat saya tidak tenang? Kurang ajar!

Sudah saya bilang saya tidak suka menunggu. Saya katakan jelas sekali waktu itu, pada percakapan kami telepon kami saat itu. Bahkan awalnya saya katakan teleponnya mengganggu. Saya sedang ada tamu, klien penting nomor satu. Dia tidak mau tahu. Lalu saya bilang saya juga tidak berminat bertemu. Tapi dia tetap memaksa untuk bertemu. Adu argumentasi sempat memakan waktu, membuat sekertaris saya mendekat malu-malu.

“Pak, jadi meetingnya? Sudah ditunggu,” katanya.

Saya tidak punya pilihan selain mengiyakan. Mengiyakan keduanya. Mengiyakan salah seorang staff saya yang bertanggungjawab dengan tugasnya, mengiyakan permintaan gila yang membuat saya berpikir beribu-ribu kali sampai akhirnya terjawab iya. Setengah hati, tidak rela dan terganggu saya akhiri pembicaraan.

“Baiklah, besok Minggu, jam sepuluh di tempat itu, seperti maumu!”

Saya tidak peduli pandangan ingin tahu dari staff saya, ya saat itu sebuah amanah diserahkan pada saya sebagai menteri sosial di eIndonesia. Saya tahu apa yang dia ingin tahu. Siapa penelepon itu? Ada urusan apa dengan bosku? Mau tahu seperti apa orang itu. Jangan-jangan pacar baru. Tipikal orang awam pada umumnya yang suka ingin tahu urusan orang. Jadi saya putuskan untuk berlalu tanpa memandang sekertaris saya kembali.

Maka di sinilah saya. Sekarang. Menunggu. 15 menit berlalu, bahkan sekarang hampir menjadi tujuh belas dan dia yang ditunggu belum datang juga. Membuat janji sendiri, terlambat sendiri. Dia pikir dia siapa? Tuan putri? Bahkan urusan bisnis pun saya tidak suka menunggu. Bahkan dengan keluargapun saya benci menunggu. Dengan ekekasih….. oh, saya lupa bilang kalau saya tidak punya satupun.

Jadi, siapa dia membuat saya menunggu begini?!

======================================== ===============================
Sedikit nyerempet? Agak tersindir? memang sengaja... kalaupun tak kau pahami maka biarlah, and now I felt much better... maafkan aku

(Beberapa hal tidak saya gambarkan seperti apa yang sebenarnya terjadi, tapi jangan sekali-kali menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, that's all for the shake of a better plot and stories)

signed
w_susetioadi a.k.a bangwend