[Independent Writers] BAG. 5 "RAHASIA ANGSA HITAM"

Day 1,723, 00:01 Published in Indonesia Indonesia by zbarata




BAGIAN 5

RAHASIA ANGSA HITAM

by Azil Sumabrata aka zbarata

==========================

HARI BERLARI…

“TUNG…bangun woi… diusir dari kosan loe, ampe tidur disini…”
teriak Fahmi sambil memukul kaki ku…

“eh… nggak… nggak kok…”
kataku terkaget – kaget di bangunin seperti itu. Aku langsung bangun dari tidurku dan terduduk diam diatas bale – bale di pos. astaga ternyata aku ketiduran di pos waktu menunggu mang Dadang.

“udah mandi sana sebentar lagi subuh abis loh… sembahyang gih biar nggak apes lagi kaya kemaren…”
jawab Fahmi sambil memukuli kakiku agar segera bangun

“ sabar bos… lagi ngumpulin nyawa dulu…” samber ku sekenanya.

Setelah benar – benar terbangun, aku segera bangkit menuju kamar mandi. Sampai di kamar mandi, Tiba – tiba aku teringat sesuatu.
”Mi, kemarin belum jadi sarapan… hari ini aja ya…”
teriakku dari dalam kamar mandi

“Atur Boss… ha..ha..ha..”
sahut Fahmi sambil tertawa…

Setelah selesai sembahyang, aku teringat kenapa aku akhirnya bermalam di pool. Segera ku berlari ke taxi ku., yang ternyata sudah ada ditempatnya syukurlah pikir ku. Segera ku cari mang Dadang, mudah – mudahan dia sudah bangun. Mang Dadang memang tinggal di pool. Pria tua baya itu memang sudah lama bekerja dengan Big Bos jauh sebelum Big Bos menikah dan sukses bisa di bilang Mang Dadang selalu berada di samping Big Boss kala susah dan senang itu yang menyebabkan Big boss sayang kepadanya. Mang Dadang di kalangan pengemudi sudah dianggap seperti Bapaknya para pengemudi. Karena kedekatannya dengan bos besar kadang – kadang digunakan oleh teman – teman saat mendesak butuh uang untuk minta kepada bos. Big Boss saking sayangnya dengannya jika mang Dadang yang meminjam uang kepadanya mau saja memberikan uang ke beliau dan bukan pinjaman tapi pemberian.

Sebenarnya bisa saja dia menjadi kepala salah satu Pool taxi. Minimal kepala mekanik. Tapi karena begitu dekatnya mang Dadang dengan Big Boss justru membuat cemburu istri big boss. Pernah ketika Big Boss punya rencana menempatkan Mang Dadang sebagai Manager Teknik salah satu pabrik Garment nya di Cikarang kontan si Istri mengultimatum big boss untuk memilih dia atau mang Dadang. Tentu saja Big Boss memilih istrinya yang segera saja menempatkan Keponakannya di posisi yang di rencanakan untuk mang Dadang, hal itu terus berlanjut sehingga akhirnya Big Boss menempatkan mang Dadang di Pool ini untuk menghindar keributan dengan sang istri.

Aku mengetuk sebuah pavilion di belakang pool,
“Assalamulaikum, mang…”
kataku lirih takut membangunkan beliau jika beliau masih tidur waktu menunjukan pukul 04.55. terdengar suara kaki didalam dan akhirnya pintu terbuka

“eh Pitung… sudah bangun? Ayo masuk, kita ngopi dulu…”
jawabnya sambil tersenyum.

“maaf mang ngeganggu…”
ujarku merasa tidak enak pagi – pagi sudah bertamu kerumah orang

“nggak kok, mamang juga sudah mau keluar, lagi beres – beres sedikit aja…, ngopi dulu Tung, mamang lagi nyeduh kopi nih”.
Terpaksa aku menunda keinginan untuk meminta kunci taxi

“lumayan lah ngopi dulu…”.

Mang Dadang kembali membawa 2 gelas kopi yang aromanya tercium wangi. Setelah dia meletakan diatas meja, dia kemudian duduk duduk didepan ku.

“maaf ya Tung, kemarin antrian beli bensinnya panjang, terus sampai pool mamang nggak tega membangunkan kamu , jadi ya mamang diamkan saja. oh ya, ada apa sampai balik ke Pool?”

tanyanya sambil menyeruput kopi panasnya.

Sebelum menjawab, aku pun mengambil kopi dan menyeruputnya, wah segar rasanya.
“begini mang, aku ada ketinggalan amplop di taxi, Mang Dadang lihat tidak?”

“iya sih, mamang melihat amplop di jok belakang, tapi nggak ada uang loh di dalamnya?”
ujarnya takut saya menuduhnya mengambil uang didalam amplop tersebut.

“oh memang tidak ada uangnya kok mang”
kata ku tersenyum. Terlihat rasa lega di wajah mang Dadang
“oh begitu…”

“tapi didalamnya masih ada kertasnya khan Mang?” lanjutku.

“ oh iya, mamang letakan di dalam laci mobil.”
Jawabnya sambil mengangkat gelas kopi dan menyeruputnya.

“maaf ya Tung mamang sempat melihat isinya, soalnya lembarannya terjulur ke luar amplop.” Lanjutnya sambil meletakan gelas di meja

“nggak apa – apa Mang… nggak penting kok” jawab ku

“Boleh mamang Tanya Tung?, kamu terlibat apa? mamang melihat isinya tidak biasa dan penuh rahasia.”
Tanya mang Dadang menyelidik.

“oh nggak mang… itu punya penumpang, kemaren ketinggalan, aku baru keingetan waktu di kos, makanya aku mau cepat –cepat mengembalikannya”
jawabku berkilah takut mang Dadang menjadi khawatir.

“oh begitu, benarkan kamu tidak lagi ada masalah?”
tanyanya lagi tidak percaya dengan jawaban ku. Belum sempat aku menjawab dia meneruskan
“kamu sudah mamang anggap anak sendiri Tung, kalau ada masalah, kamu bisa ngomong sama mamang”.

“nggak kok mang beneran itu punya penumpang…”
kataku menjawab pertanyaannya, tiba – tiba rasanya di kepala ini tumbuh tanduk sebagai rasa bersalah telah membohongi orang yang sudah aku anggap sebagai pengganti orang tua ku di perantauan.

“iya mang terima kasih, kalau memang ada masalah nanti aku ke mamang deh…” lanjut ku.

“ya sudah, nih kunci taxi kamu…”
katanya sambil melempar kunci taxi. Dengan sigap aku menangkap kunci itu

“terima kasih mang, aku permisi dulu ya”.
Aku mohon diri Sambil berlari ke arah taxi

“langsung saja kamu antar ke penumpang kamu itu, biar tenang…”
teriaknya mengimbangi lariku.

Sampai di taxi ku, segera aku masuk dan membuka laci mobil. Benar disitu terdapat sebuah amplop putih. Segera aku buka dan benar masih ada catatan yang aku cari didalamnya. Karena rasa penasaran yang sudah sangat parah, segera aku ke kantor untuk mengurus izin keberangkatan ku.

“tumben Tung, pagi sekali sudah mau jalan?”
Tanya Abas petugas administrasi keberangkatan.

“iya nih ada pesanan” jawabku sekenanya.

“seragam mu mana?” lanjut Abas.
Alamak aku lupa bahwa aku tidak memakai seragam, mana boleh narik kalau tidak pakai seragam.

“ada di pos, lagi diangin – anginin” jawab ku sekenanya.

“oh… ya sudah ini surat – suratnya’’.
Segera aku samber surat – surat tersebut dari atas meja dan segera berlari ke tempat parkir. Sekarang aku harus cari pinjaman seragam jika mau lolos pemeriksaan di gerbang. Dari kejauhan ku lihat mang Dadang melambaikan tangan nya kepada ku
“Tung sini…” teriaknya.

Aku segera berlari menghampiri Mang Dadang.

“ada apa kelihatannya bingung…” Tanya mang Dadang.

“aku lupa bawa seragam mang, aku kan belum pulang…”
jawab ku terengah – engah karena pagi ini setiap ku bergerak pasti berlari.

“oh itu… ambil di belakang mamang punya cadangan”
jawabnya sambil menunjuk pavilionnya.
“dikamar mamang Tung…” lanjutnya

“terima kasih mang”
jawabku sambil berlari ke pavilion mang Dadang dan mengambil seragam yang dia maksud.

Setelah memakai seragam, aku kembali berlari ke taxi ku dan segera masuk. Di dalam taxi aku menarik nafas panjang untuk menenangkan diri dan kemudian menyalakan mesin mobil. Perlahan aku arahkan taxi ku ke gerbang dan menjalani pemeriksaan rutin. Akhirnya aku keluar pool dan segera menuju ke Kuningan ke Apartemen CasaGande.
Tiba – tiba,
“astaga… lewat lagi sarapan gratis dari Fahmi…”
gerutu ku jam di taxi ku menunjukan waktu 06.40.

Tidur Intan terganggu ketika bunyi intercom berbunyi, menghapus mimpi indahnya bercengkerama dengan Papa dan Mamanya. Sambil mengusap matanya Intan segera bangun dan mengangkat intercom dari Lobby
“ya ada apa…”

terdengar suara laki – laki petugas keamanan apartemen
“maaf bu mengganggu, apa ibu pesan taxi, karena didepan ada taxi katanya mau ketemu ibu?”.

Taxi? Siapa yang pesan? “saya tidak pesan taxi mas” jawab Intan.

“oh begitu bu, baik bu, maaf mengganggu”
klik terdengar suara telepon di putus. Sambil meletakan gagang intercom Intan terus berpikir, siapa yang memesankan taxi untuknya. Tiba –tiba dia teringat sesuatu, segera dia sambar intercom itu dan segera menghubungi Lobby.

“selamat pagi bu dengan Petrus disini..”
terdengar suara yang tadi membangunkannya.

“maaf mas taxi Supercab bukan? Nama supirnya Marzuki khan?” tanyanya

“Taxi nya benar Supercab bu tapi supirnya… sebentar bu saya tanyakan namanya…”
terdengar gagang telepon digantung dan tidak lama kemudian terdengar suara

“Iya bu, nama supirnya Marzuki, saya suruh tunggu?”

“iya suruh dia tunggu, nanti saya turun”
selesai menutup gagang telepon Intan bergegas masuk kamar mandi dan mempersiapkan diri. Sekilas dia melirik jam di dinding 07.25.


BERSAMBUNG KE BAG 6...

===========================================================================

PEDULI AMAT DENGAN POLITIK
TANPA MELIHAT PERBEDAAN
HANYA SATU TUJUAN...
...............................
BERJUANG BERSAMA
MENUJU KEJAYAAN NUSANTARA...!!!


zbarata
http://www.erepublik.com/en/citizen/profile/6226402