[CERPEN ISC] Aku, Kamu, Dia Sebuah Perjuangan Menantang Keraguan

Day 1,823, 06:06 Published in Indonesia Indonesia by Arraku

“Selamat pagi, di sini PT. Sukses Sejahtera ada yang bisa kami bantu,” kataku dengan ramah di telepon perusahaan.
“Selamat pagi, perkenalkan saya Ibrahim. Saya adalah mahasiswa di Universitas Gadjah Mada. Kami ingin membuat sebuah acara di universitas kami, bisakah saya meminta sponsor kepada perusahaan Bapak?” kata seseorang dari ujung telepon dengan suara yang terbilang cukup meyakinkan. Aku yakin dia telah berpengalaman menelepon banyak orang untuk meminta sponsorship.
“Oh begitu, silahkan besok Rabu tanggal 28 November 2012 pukul 13.00 WIB datang saja ke kantor kami untuk membicarakan masalah ini lebih detail,”
“Baik Pak, terima kasih,” dia pun menutup teleponnya.
Setelah dia menutup telepon aku pun menyelesaikan rutinitasku di hari itu seperti biasa. Selesai bekerja aku langsung ke rumah kontrakanku, sedikit membersihkan tubuh, dan kemudian tidur. Bagi aku yang masih lajang ini tidak ada kegiatan lain yang bisa dilakukan selain menghabiskan waktu dalam kesendirianku.

Sebenarnya di kota ini aku tidak tinggal sendirian, namun ada sepupuku yang tinggal di bersama Pakdheku di Pogung Lor. Namun, karena tempat kerjaku agak jauh jadinya kami jarang bertemu. Sepupuku ini bernama Fitri dan dia adalah seorang gadis yang lucu dan menarik. Terakhir aku bertemu adalah setahun yang lalu saat dia SMA kelas tiga, mungkin sekarang dia sudah kuliah.
Siang ini tepat hari Rabu tanggal 28 November 2012 pukul 13.00 seperti yang kemarin aku katakan ke mereka. Tidak ada orang di ruangan ini, selain aku dan sahabat akrab sekaligus rekan kerjaku yang bernama Ridwan dari divisi CSR (Corporate Social Responsibilities) perusahaan kami. Tak terasa 30 menit telah berlalu dan tidak ada seorang pun yang datang serta tidak ada seorang pun yang menelepon. Saat aku akan memutuskan untuk pergi dari ruangan tersebut, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kantor. Aku pun bergegas membuka pintu dengan wajah yang tidak sabar karena logikanya mereka yang membutuhkan tetapi kenapa harus kami yang menunggu?
Dengan nafas tersenggal-senggal seorang gadis masuk ke dalam kantor. Setelah tenang dia pun memperkenalkan dirinya kepada kami.
“Perkenalkan Pak, saya Fitri. Saya yang menggantikan Ibrahim untuk mempresentasikan acara kami. Saya memintakan maaf karena Ibrahim tidak dapat hadir disebabkan dia ada praktikum sehingga terpaksa kami yang menggantikan,”
Sejenak aku berpikir bahwa aku pernah melihat gadis ini sebelumnya.
“Oh.., silahkan masuk ke ruangan itu,” kataku dingin sembari menuju ke ruang presentasi dimana rekanku tengah menunggu.
“Baik, Pak,” jawabnya dengan tenang.



Setelah kami masuk ke ruangan, aku pun duduk di sebelah rekanku dan dia duduk di seberang meja. Ruangan tempat kami menerima kunjungan bukanlah ruangan yang besar. Hanya ruangan kecil dengan delapan kursi, satu meja bundar, laptop, dan sebuah LCD proyektor beserta layarnya.
“Silahkan anda persiapkan diri anda untuk presentasi. Sebelumnya, dimanakah surat pengantar dan proposal anda?” kataku sambil mengulurkan tangan tanda meminta.
Sesaat kemudian dia keluarkan dua lembar kertas. Selembar kertas A4 yang jelas terlihat bahwa itu adalah surat pengantar dan selembar lagi sebenarnya bukan hanya selembar kertas namun merupakan lipatan kertas rapi yang tipis.
“Mana proposalnya?” kataku dengan tidak sabar.
“Maaf Pak, kertas yang terlipat itu proposalnya,” jawabnya dengan sopan.
“Hmm..,” kataku sambil membuka-buka lipatan kertas tersebut.
Aku sedikit kagum dengan penulisan proposal seperti ini. Tulisannya rapi dan jelas serta hanya menampilkan poin-poin yang perlu kita ketahui saja, tidak bertele-tele seperti kebanyakan proposal yang aku terima belakangan ini.
“Silahkan anda perkenalkan diri anda,” kataku santai.
“Perkenalkan namaku Fitri Eka Putri, biasa dipanggil Fitri. Di sini saya tinggal bersama ayah dan ibu saya di Pogung Lor, Sleman, Yogyakarta.
“Aduh., kenapa Fitri anak Pakdheku yang datang ke sini,” kataku dalam hati. Untungnya dia tidak mengenaliku, mungkin karena aku memakai kacamata dan dandananku yang rapi yang sangat beda dengan keseharian ketika bertamu ke rumah Pakdhe.
Tiba-tiba dengan kasar Ridwan langsung menyambar proposal dariku. Walaupun sedikit kaget aku tetap berusaha tenang, sedikit aku melirik ke Fitri dan terlihat jelas wajahnya tampak kaget. Dengan agak keras Ridwan berkata,
“Intinya, apa yang kalian inginkan?!”
“Begini Pak, kami ingin meminta tolong kepada PT. Sejahtera Sukses,, Eh.., eh.., maksud kami PT. Sukses Sejahtera untuk membantu kami untuk menyelenggarakan acara National Leadership Model ini..,” jawab Fitri setengah bergetar, mungkin dia masih belum sepenuhnya sadar dari perubahan suasana tadi.
“Acara seperti apa itu?” kata Ridwan dengan ketus.
“Jadi, ini adalah lokakarya nasional yang bertujuan untuk mebentuk model kepemimpinan ideal masa depan dari mahasiswa saat ini. Sehingga diharapkan di masa depan nanti para mahasiswa dapat menjadi pemimpin masa depan yang ideal,”
“Oo.., gitu? Terus hubungan sama perusahaan kami apa?” lanjut Ridwan dengan sinis.
“Jadi Pak, perusahaan anda akan diuntungkan dengan adanya acara ini karena mengesankan bahwa perusahaan anda peduli kepada masa depan bangsa ini di kemudian hari Pak. Dengan itu masyarakat akan mengenali perusahaan anda sebagai perusahaan yang baik dan bervisi kerakyatan,” jawab Fitri dengan tenang, tampaknya dia telah berhasil mengendaikan rasa kaget bercampur takutnya.
“Mm.., begitu ya? Sedikit masuk akal. Tapi apa gunanya visi kerakyatan bagi perusahaan kami? Toh, tanpa mensponsori acara anda perusahaan kami sudah terkenal kok..,” lanjut Ridwan.
“Bagaimana ya Pak?, Ee...., mungkin dengan adanya acara ini perusahaan Bapak akan semakin dicintai masyarakat sehingga produk anda pun menjadi semakin laku..,”
“Memangnya anda tahu produk kami apa saja?” sahutku dengan nada sedikit menyepelekan.
“Ada makanan bayi, makanan anak, susu bayi, dan susu pertumbuhan,” jawabnya dengan yakin.
“Yakin? Ciyus?” kataku setengah menggoda.
“Iya,” jawabnya mantap.
“Salah,” kata Ridwan dengan keras. “Kami tidak membuat makanan anak, kami hanya membuat kudapan ringan untuk anak-anak,” lanjutnya.
“Iya Pak,” katanya sedikit melemah dan menarik tubuh ke belakang.
“Oke, karena sudah sore mari kita putuskan saja sekarang. Iya atau tidak?” kataku sambil berdiri.
“Tidak bisa sekarang, kita harus menunggu keputusan rapat direksi,” kata Ridwan sambil menarikku untuk duduk kembali.
“Kita cukupkan saja pertemuan kita hari ini. Ada sepatah dua patah kata terakhir yang ingin kau sampaikan Fitri?”
“Tidak ada Pak,” jawab Fitri sambil bersiap-siap untuk meninggalkan ruangan ini.
“Kalau begitu terima kasih, dan silahkan keluar lewat pintu dimana kamu masuk,” kata Ridwan datar sambil menunjukkan pintu keluar.
“Baik Pak,” sahut Fitri sambil meninggalkan ruangan sesuai instruksi Ridwan. Namun, Fitri tidak melepaskan pandangannya dariku. Tampaknya dia mulai sadar kalau wajahku familiar dengannya.
Setelah Fitri pergi aku pun langsung mendekati Ridwan dan menanyakan bagaimana pendapatnya tentang Fitri. Dia mengatakan bahwa Fitri adalah gadis yang cerdas namun sayang sekali dia tidak dapat menjelaskan poin penting dari acaranya sehingga kemungkinan acara itu tidak akan mendapatkan dana dari perusahaan ini.
“Kamu beneran akan merekomendasikan perusahaan untuk tidak mendanai acaranya Fitri, Wan?” kataku setengah bertanya.
“Fifty-fifty sih, tapi aku cenderung tidak merekomendasikannya masuk,” jawab Ridwan sekenanya.
“Tapi dia tadi menurutku sudah cukup baik lho., kenapa tidak kamu beri kesempatan lagi,” kataku dengan nada meyakinkan.
“Menurutku itu masih kurang menarik sih..,” kata Ridwan masih kurang yakin.
“Tapi itu acara nasional lho Wan.., yang datang mahasiswa calon pemimpin dari seantero negeri. Kalau kita menjadi sponsor acara itu, mungkin nama kita akan diingat dan di masa depan mereka akan bermanfaat untuk kita,” tambahku berusaha meyakinkannya.
“Mmm.., okelah mungkin nanti bisa aku sampaikan ke direksi kalau acara ini cukup menarik, Oke.. ayo pulang..!!” jawab Ridwan dengan bersemangat.
“OKKKEEEEE.., terima kasih Ridwan!!”



==END==
Catatan:
Pakdhe: panggilan untuk saudara tua ayah.