[CEREPEN] Cerita dari Goa Tepi Hutan -2-

Day 915, 10:33 Published in Indonesia Indonesia by kardjodimedjo

sambungan dari sini...



Ingatlah, bahwa kita berada di tengah arena kehidupan
Janganlah engkau sekedar hidup tersia dan hanya lewat
Sisakan usia hari-hari untuk mengukir prasasti
Yang dibaca anak cucumu dengan bangga kelak

Jadikan kematianmu sebagai tujuan
Agar kau merasakan kebanggaan
Hanyalah waktu yang akan bicara
Apakah kesakitan atau kegembiraan saat ajal menjelang

Jadikan hidupmu sebagai jalan
Menuju keabadian yang ada di alam baka
Karena kau tidak tahu sampai dimana pencapaian hidupmu
Karena hidup adalah sekedar permainan




Tulisan itu terpampang di dinding goa. Terpahat dengan tulisan tangan yang cukup rapi. Seolah terukir begitu saja dan menyatu dengan bebatuan dinding goa. Kedua anak muda itu tertegun sejenak demi membaca baris demi baris tulisan itu. Diterangi cahaya api unggun di tengah goa, tulisan itu seolah menari2 mengisyaratkan lautan makna didalamnya.

“Kemarilah saudaraku!”, kata seorang penghuni goa. “Marilah menghangatkan badan sambil berbagi cerita disini…”. Entah, karena nyala api unggun ataukah keramahan penghuni goa itu yang membuat suasana goa berubah hangat. Ternyata cukup banyak penghuni goa yang malam itu duduk2 disitu. Ada sebagian yang baru pulang dari medan perang, mereka tampak gembira walaupun kelelahan terlihat dimuka mereka. Sebagian ada yang masih asyik dengan notebooknya, mengelola administrasi perusahaan dari jauh. Hal ini membuat kedua anak muda itu terkaget-kaget. Ternyata goa ini tidak se-purba yang mereka kira. Terdapat fasilitas hotspot dengan koneksi yang mumpuni. Walaupun penghuni goa berpakaian ala kadarnya, tetapi ternyata mereka menguasai teknologi terkini…

“Hahaha… janganlah engkau heran anak muda!” kata seorang penghuni goa itu, “ditempat ini fasilitas yang ada memang disembunyikan, karena menghindari sweeping dari pihak musuh. Mereka bisa leluasa memasuki dan berkunjung kesini jika memang mengetahui letak goa ini.”

“Jika engkau heran dengan cara berpakaian kami, usahlah engkau menjauhi kami karenanya. Sebab pakaian hanyalah basa-basi manusia. Yang menutupi kebodohannya, yang menipu kemunafikannya dimata sesamanya. Adakah baju yang pantas untukmu telah kau temukan? Jika belum, teruslah kau cari. Hingga mata kakimu berdarah-darah, carilah. Karena ketelanjanganmu tidak bisa membohongi dirimu sendiri.”

Semakin heran saja kedua anak muda itu mendapati pengalaman mereka yang luar biasa itu. Belum habis rasanya menelaah nasehat si kakek tua tadi, sekarang mereka mendapati petuah lain yang tak kurang mengagetkan dari penghuni goa di depannya itu.

“Hampir semua penghuni goa ini telah merasakan ajal alias kematian saudaraku…”, seolah tak mempedulikan keheranan kedua anak muda itu, si penghuni goa itu melanjutkan bicaranya, ”dan saat ini mereka telah mengerti arti kehidupan mereka sekarang ini. Tubuh mereka telah meregang nyawa, terkubur bersama jutaan ambisi dan keinginannya. Sekarang mereka telah menjadi sebuah sosok baru yang oleh mereka yang masih hidup, disebut earwah. Ya, earwah yang telah menemukan kesejatian dirinya…”

“Begitukah? Bukankah banyak sekali earwah penasaran diluar sana? eArwah yang menggelandang kesana kemari karena terjebak oleh keinginan2 serta ambisi semasa mereka masih hidup di edunia?” penuh rasa ingin tahu si anak muda itu menimpali pembicaraan penghuni goa.

“Hmm…. Engkau benar anak muda. Justru disini aku hendak mengenalkan hal itu kepadamu. Nampaknya engkau berdua cukup mengerti tentang rahasia itu. Rahasia yang harus di gali dari kedalaman diri dan tertutup ego yang ada di setiap manusia.” Dengan tersenyum, si penghuni goa itu melanjutkan, “tetapi, nampaknya malam telah semakin larut. Dan kalian perlu untuk beristirahat sejenak sebelum besok melanjutkan perjalanan”.

“Jangan khawatir, setelah berperang esok hari, kita akan lanjutkan kembali pembicaraan ini…” seperti bisa membaca isi hati kedua anak muda itu, penghuni goa itu berbisik sambil beringsut pergi ke arah pintu goa, “selamat malam…!”