[CEREPEN] Cerita dari Goa Tepi Hutan

Day 913, 07:50 Published in Indonesia Indonesia by kardjodimedjo


Petang itu, di depan sebuah goa di tepi hutan, seorang kakek duduk bersila memandang kedua anak muda yang duduk di depannya. Nampak dari pakaiannya, mereka terlihat seperti sedang menempuh perjalanan jauh. Disebelah kedua pemuda itu tergeletak dua tas ransel yang teronggok begitu saja. Sambil mempersilakan mereka untuk menikmati hidangan penganan dan minuman di cawan bambu, sang kakek itu berkata, “singgahlah sebentar anakku…, karena kulihat hari menjelang malam. Dan kalian berdua tidak mengetahui keadaan jalanan saat malam tiba!”.

Sesekali nampak beberapa orang hilir mudik membawa beberapa perlengkapan. Ada yang membawa makanan Q-3. Ada juga yang membawa berpeti2 senjata berat seri Q-5 untuk disimpan didalam gudang penyimpanan goa itu. Pakaian mereka terlihat ala kadarnya, layaknya julukan mereka sebagai manusia goa, mereka hanya mengenakan jubah bertambal-tambal yg terbuat dari kulit binatang.

Kedua anak muda itu adalah pengembara yang sedang berkelana menjelajah kehidupan di dunia baru itu. Bermodalkan keberanian dan kemauan kuat, mereka telah mengelilingi hampir setengah dari wilayah dunia baru itu. Mereka telah merasakan getirnya menggelandang di negara2 eropa timur, hingga kawasan kangguru berbiak. Berkelana menjelajah wilayah yg penuh dengan konflik peperangan hingga ke negara2 yang tak bertuan.

“Jika kakek tidak salah menerka, kalian ini telah melakukan perjalanan yang sangat jauh. Hendak kemanakah gerangan tujuan kalian?” timpal kakek itu sambil membetulkan letak duduknya. Kakek ini sangat misterius. Sebagai sesepuh pemilik goa, jarang sekali ia terlihat berbagi cerita dengan pengunjung goa atau sesekali orang yang tersesat kemalaman di hutan.

“Benar kek, kami memang sedang melakukan perjalanan untuk menemukan sebuah rahasia kehidupan. Kami berdua telah sepakat untuk bersama-sama mencarinya kemanapun kaki menuntun langkah-langkah kami,” jawab seorang anak muda itu ”dan kami juga telah bertekad meninggalkan kampung halaman demi menemukannya.”

Sang kakek tersenyum demi mendengar jawaban itu. Lantas sambil mengambil kotak tembakau, kakek itu bertutur lebih jauh, “Hidup ini sekedar permainan belaka anakku. Jika kau mengetahui makna yang ada dibalik sebuah rahasia, bagaikan kisah adegan pewayangan diatas pergelaran. Dimana bertarung dua sisi yang saling berhadapan. Yakni sisi yg membenarkan dan sisi yg menyangkal atas sebuah kenyataan kejadian hakiki.”

“Jika engkau menjumpai sebuah kematian dalam kehidupan ini, sesungguhnya itu adalah sebuah jalan keniscayaan. Karena hanya kematianlah yang menjadikan seseorang mempunyai kehidupan. Kenapa demikian? Lihatlah disekeliling kita… betapa setiap hari kita berada di tengah-tengah mereka yang hidup hanya sekedar untuk makan, berlatih, berperang. Tapi apa yang mereka dapatkan? Kematian. Ya, maut yang mengintai dari segenap penjuru. Maut yang menawarkan berjuta kemungkinan. Maut yang berpakaian kegelapan. Laksana kabut malam yang merasuki udara senja. Begitu cepat dan mengejutkan. Tiba-tiba saja korban sang maut telah bergelimpangan… di jalanan, di ladang-ladang, bahkan di tengah hiruk-pikuk pertempuran. Menyisakan berjuta kepedihan dan kekecewaan bagi sanak saudara, kerabat dan teman2nya.”

“Jika dalam hidup ada ehidup… semata hanyalah untuk membuktikan tentang sebuah pelajaran yang sangat berharga. Bahwa hidup bagaikan sebuah permainan yang penuh dengan gelak canda maupun tangisan duka….”
Sejenak kakek itu berhenti berkata-kata, sambil matanya menerawang jalanan setapak ditepian hutan. Nampak perlahan kegelapan menyelimuti jalanan, kabut malam merayap turun dari perbukitan sebelah utara hutan.

Seolah berkata kepada dirinya sendiri, kakek itu menggumamkan sebuah tembang sambil mulutnya mengepulkan asap tembakau,

“seringai mulut serigala seolah menyapa di jalanan malam,
dan tatapan tajam rajawali merobek jantung menggetarkan nyali,
Sorak-sorai cemooh menjumput disisi pecundang ditepian arena,
dan gemericit suara cecurut di semak perdu
terus menerus mengusik keheningan padang,
sementara sang pemenang tak hirau peduli akan semua itu….”





…bersambung ke bagian berikutnya.