[VOS] Bab 3 : Diskusi dan Kopi Pahit (repaired version)

Day 839, 05:18 Published in Indonesia Indonesia by sjahrir

Day 839 of the New World



Day 830: Kopi Pahit
"Sebenarnya kita mengejar utopia atau masa depan??"

Kata-kata itulah yang membangunkan diriku dari rasa kantuk di tengah malam ini. Tidak terasa, hampir 2 jam lamanya aku berdiskusi bersama seorang kawanku ini. Sambil menyeruput kopi pahit yang aku sajikan, rasanya mataku masih bisa bertahan sesaat.

"Bagaimana pendapatmu mengenai pemerintahan saat ini??" celetuk kawanku ini.
Kawanku ini sebenarnya tidak terlalu akrab dengan diriku sebelumnya. Pada Rapat Besar partai beberapa jam sebelumnya, entah kenapa aku berinisiatif untuk ngobrol lebih banyak. Walaupun dirinya merupakan salah satu dari jajaran kabinet Presiden Boncos, ternyata jabatannya tak menghalangi dirinya untuk membumi. Seorang AnB adalah Seorang AnB yang tetap rendah hati dan supel.

"Sebenarnya tidak pantaslah aku menjawab pertanyaan itu darimu. Untuk menjaid seorang anggota kongrespun, aku masih belum dipercaya oleh rakyat Sulawesi. Bahkan malam ini saat aku diangkat menjadi Pengurus baru Biro Kaderisasi, belum ada optimisme yang tumbuh dari diriku untuk melanjutkan kesuksesan pendahuluku", lanjutku.

Memang yang jadi concern bagi diriku dalam pemerintahan ini bukanlah ekonomi, politik, atau diplomasi yang ruwet, melainkan pendirian rakyat negara ini yang mudah kecewa dengan situasi. Rakyat masih hidup dalam utopia masa lalu kejayaan eIndonesia. Bangsa ini harus tumbuh menjadi bangsa yang mandiri dan berpendirian jelas. Bukan sekedar boneka ekonomi atau politik negara lain.
"nies...." panggilku. "Kau seorang Menteri Luar Negeri. Kau mati-matian mempertahankan konsep aliansi regional yang baru, eASEAN"

Lanjutku,"Pernahkah terbesit dalam pikiranmu bahwa sekalipun konsepmu terealisasikan, kita harus melepaskan diri dari aliansi PHOENIX?"

Rupanya pertanyaanku sempat membuat dirinya terdiam sejenak. Sebenarnya aku salut pada kawanku yang satu ini. Mengapa? Tengah malam begini, di samping ngobrol di teras rumahku, laptopnya masih menyala di sampingnya dan terhubung langsung dengan Conference Room PHX. Bahkan di sela kesibukannya itu, ia sempat dihubungi oleh Duta Besar ePakistan untuk membicarakan MPP. Tapi tetap saja topik malam ini adalah ngobrol bersama Sjahrir.

"Apapun arti aliansi, saat ini atau esok, tidaklah menjadi hal yang berarti. Karena kita saat ini tidak lagi menjadi pemain kuat dalam dialog antar negara. Apalagi membicarakan posisi kita yang minus di perkancahan diplomasi atau aliansi PHX.
Lanjutnya,"Tetapi aku percaya pada mimpi, bahwa eIndonesia akan lebih berjaya dibandingkan utopia masa lalunya. Kita memerlukan kopi pahit untuk membangunkan utopia ini" sambil menyeruput kopi di cangkirnya.

Satu-satunya komentarku adalah mulutku yang terbungkam, tanpa keluar kata-kata. Saat aku mau melanjutkan pembicaraan, tiba-tiba ponselnya berdering. " Ya pak presiden......baik pak.......ya......ya.......setelah mengkonfirmasi, saya akan segera menghubungi bapak kembali"
"Ada apa??" tanyaku dengan rasa penasaran. Lalu AnB berkata," Kabar gembira, Presiden ePakistan setuju untuk menandatangani MPP dengan kita. Aku optimis kita mampu. Aku harap optimisme juga terus tumbuh, sjahrir"

Lalu dia bergegas menghidupkan mobilnya seraya mengucapkan pamit. Itulah saat terakhir aku bertemu dengan kawan baruku itu.

Day 838: Sorot Lampu

Gelap. Bau oli dimana-mana. Hanya itu yang pertama kali kurasakan saat aku tersadar kembali. Entah berapa jam aku pingsan. Aku didudukkan di sebuah kursi kayu. Tanganku tak bisa bergerak. Kakiku sekan-akan diikat dengan tali. Ternyata memang ikatan tali yang kencang di pergelangan tangan dan kakiku yang membuat aku tak berdaya.

Kulihat sekitarku. Masih gelap. Mataku berusaha membiasakan diri dengan kegelapan ruangan ini. lalu tiba-tiba sinar terang dari satu titik di depanku menyoroti dan menyilaukan mataku. Silau.
"Bagaimana?? Sudah bangun kau??", sayup-sayup suara di balik lampu sorot itu.

SIAPA KAU??? BERANINYA KAU....!!!", teriakku.

Lalu sosok itu berjalan melangkah ke arah kursiku dan silaunya lampu tertutupi oleh siluet tubuh yang cukup besar. Lalu dia menarik rambutku dan menegadahkan kepalaku ke arah matanya.

"Kau tentu tahu diriku ini siapa"
Aku tak percaya penglihatanku. Bahkan dalam mimpi terburukku, aku tak berharap untuk bertatap muka dengannya.

"Sodikun....??"

[Bersambung]
======================================== ================================
Semoga terhibur, sebab hanya ini yang pantas aku lakukan

Bukan sekedar kata-kata,
Bukan sekedar goresan tinta,
Melainkan semangat sosialisme yang membara....

Salam solidaritas

Sjahrir,
kader PKeI dan Pelayan NUBI