Jurnalis Mission 2 : Setengah Jalan

Day 4,912, 20:55 Published in Indonesia Indonesia by TMOHS

Artikel ini diterbitkan sebagai penuntas misi Endorse sekaligus Jurnalis yang kedua.

Saat ini Day 4912 misi Erepublik masih berlangsung. Masih banyak orang yang berlomba-lomba untuk menyelesaikan misi masing masing. kemungkinan untuk orang yang sangat aktif ada yang sudah hampir menyelesaikan misi nya masing-masing. Untuk orang yang maen tapi ngga full time mungkin rata-rata telah menyelesaikan 4 dari 7 masing-masing misi yang di berikan.

e-gaji pegawai mulai bervariasi... masih ada yang cukup tinggi di atas IDR 3100 walaupun sudah menurun di banding awal yang mencapai kisaran IDR 3500.

tolong di endorse dan di komen ya ...

terimakasih



bonus : Cerita Trio Detektif Part 2

===============================================================

Trio Detektif
Misteri Cakar Perunggu

BAB VI
PRIA BERPAKAIAN HITAM
Sementara Jupiter menyelidiki bagian dalam pos pemadam kebakaran tua, Pete dan Bob berjalan ke balik bangunan itu. Mereka melihat bahwa terdapat lorong sempit di belakang kawasan bisnis itu, digunakan oleh truk-truk untuk menurunkan muatan. Pete menduga salah satu dari bangunan itu adalah rumah makan karena ia dapat mencium bau sedap makanan laut yang sedang dimasak. Meskipun ia baru saja makan, ia menjilat bibirnya dan menghirup dalam-dalam.

"Aku mencium aroma kaki kepiting," erangnya. "Aku berani bertaruh Jupe dapat menciumnya dari dalam markas pemadam kebakaran itu."

Bob tidak menghiraukan rekannya dan terus berjalan. Di sisi jalan yang menghadap ke laut tertanam pohon-pohon pinus dan semak-semak. Semak-semak itu kemudian dilanjutkan oleh batu-batu karang besar dan kemudian beberapa meter pantai berpasir, sebelum akhinya bermil-mil air hingga ke kaki langit.

Pete memandangi ombak dan mendesah. Secara naluriah ia mencintai laut dan terkadang merasa lebih baik berada di lautan daripada mengusut suatu kasus. Namun setiap kali ia berpikir demikian, Jupe dan Bob selalu mengingatkannya bahwa Trio Detektif sedang bekerja.

"Bumi kepada Dua," kata Bob. "Tenang, Pete, akan ada banyak waktu untuk masuk ke air sebelum kita pulang."

"Kuharap demikian," gerutu anak yang lebih besar itu. "Aku ingin menyelam bersama paman Jupiter. Aku ingin mencari harta Si Janggut Hitam untuk dibawa pulang ke Rocky Beach!"

Kedua detektif itu sedang mendekati pintu belakang markas Perompak Baru dari Barat ketika Bob tiba-tiba berhenti. Ia bergegas merunduk di balik beberapa tong sampah, menarik Pete agar berbuat yang sama.

"Hei..." seru Pete terkejut.

Bob meletakkan jari di bibir dan menunjuk ke arah pos pemadam kebakaran. "Ada yang keluar lewat pintu belakang," bisiknya.

Pete mengintip dari atas tong-tong sampah dan mengamati seorang pria berbadan besar dengan kostum bajak laut membuka pintu belakang sebuah mobil kecil berwarna putih. Pria itu mengenakan bandana merah di kepalanya dengan gaya perompak yang pernah anak-anak lihat di dalam buku, anting-anting besar, dan penutup mata.

"Wah, ia benar-benar seram," bisik Bob. "Ia sungguh nampak seperti bajak laut sejati!"

"Benar," Pete sependapat. "Tidak sulit membayangkan ia punya hubungan darah dengan Si Janggut Hitam."

Pete dan Bob mengintip lagi. Mereka menyaksikan perompak penuh otot itu menyulut sebatang rokok, kemudian menanggalkan rompi kostumnya dan menggantinya dengan rompi kulit yang diambilnya dari bagian belakang mobil kecil itu. Ia membanting pintu belakang hingga tertutup dan hendak masuk ke mobil ketika sesuatu yang tidak disangka-sangka terjadi.

Tutup tempat sampah di depan Pete tiba-tiba jatuh dengan suara berdentang dan seekor kucing liar melompat keluar dari dalam, mengeong dengan ganas. Terkejut, Pete berteriak dan jatuh ke belakang, menjatuhkan beberapa tong sampah lainnya.

Sejenak Bob menyangka si perompak tidak mendengar keributan itu. Namun kemudian pria seram itu membanting rokoknya ke tanah sambil mengumpat dan berlari ke arah mereka. Bob menelan ludah dan memandang berkeliling mencari jalan keluar. Ia tahu Pete dapat berlari lebih cepat daripada orang itu namun ia tidak yakin akan dirinya sendiri. Tatapannya jatuh pada sebuah pintu besar berwarna abu-abu dengan tulisan "PINTU PELAYAN." Ia menyeret Pete dan membuka pintu itu. Aroma masakan laut yang kuat menghantam hidung mereka.

Mereka berada di dapur rumah makan yang aromanya tercium oleh Pete tadi! Pete bergegas menutup pintu dan menggerendelnya.

"Ayo!" seru Bob.

Kedua detektif itu melintasi dapur yang penuh asap itu secepat yang mereka berani, menimbulkan pandangan bingung dari para pelayan dan koki yang berpakaian putih. Bob nyaris menabrak seorang pelayan yang membawa senampan besar lobster dan kemudian harus menahan Pete agar tidak membentur kuali panas yang berisi kerang.

"Kita bisa makan nanti," katanya. "Mari pulang ke rumah paman Jupe!"

Anak-anak berlari melewati pintu ayun, masuk ke ruang makan, mengakibatkan beberapa tamu berhenti mengunyah dan menatap mereka. Mereka bergegas keluar melalui pintu depan menuju ke jalan. Mereka memandang berkeliling, mencari tanda-tanda si bajak laut bertubuh besar.

"Aman," kata Pete. Tepat pada saat ia berkata demikian, mereka berdua mendengar bunyi mesin sebuah mobil direm dan ban-ban berdecit.

"Belum!" kata Bob. Mereka berlari menyusuri trotoar dan kemudian menyeberang jalan, bersembunyi di pintu masuk sebuah tempat minum kecil bernama Kamar Tujuh Lautan. Pete berhenti cukup lama untuk melihat nama rumah makan di seberang jalan.

"Kait Sang Kapten," ia menyeringai, mengingat-ingat nama itu sambil menjilat bibir. "Kau kan kenal Jupe, ia selalu ingin tahu segala sesuatu dari laporan kita."

Bob menggeleng-geleng dan kemudian mengintip keluar. Ia melihat perompak bengis itu berhenti di lampu lalu lintas hanya sekitar tiga puluh meter dari tempat mereka. Lelaki itu memandang berkeliling mencari mereka, kemudian memacu mobilnya menjauh diiringi bunyi ban berdecit.

Pete mengusap keringat di dahinya. "Wah, perompak itu benar-benar tidak suka dimata-matai."

"Benar sekali," kata Bob. "Ia cocok sekali untuk menakut-nakuti orang agar tidak menyelam mencari barang bekas lagi."

"Kau pikir dialah yang menyusup ke rumah Paman Atticus?" tanya Pete.

Bob mengangkat bahu. "Ia anggota Perompak Baru dan sangat pemarah. Menurutku ia adalah tersangka utama!"

Mereka memikirkan hal ini dalam perjalanan pulang ke rumah Atticus Jones. Ketika mereka tiba, Jupiter belum kembali dan rumah itu sangat sunyi. Satu-satunya bunyi yang terdengar adalah ombak yang membentur Pembalasan Ratu Anne.

Mereka memutuskan untuk berjalan ke dermaga dan menikmati matahari sambil menunggu kedatangan rekan mereka. Belum jauh mereka berjalan ketika Pete mendengar sesuatu yang berat berdebam, membuatnya berpaling.

"Apa itu?" tanyanya.

"Apa itu apa?" tanya Bob.

"Mungkin aku sedikit berlebihan akibat segala sesuatu yang terjadi sepagian ini tapi kurasa ada seseorang di kapal Paman Atticus!"

Sebelum Bob sempat menjawab, seorang lelaki berwajah jahat, berpakaian serba hitam dari kepala hingga ujung kaki, melompat keluar dari dalam kapal dan berlari menaiki tangga dermaga menuju ke jalan!

Pete tidak pernah ragu-ragu untuk melakukan pengejaran -- sebagai Penyelidik Kedua, itulah keahliannya. Ia bergegas mengejar Pria Berpakaian Hitam. Namun orang itu terlalu jauh di depan Pete dan ketika Penyelidik Kedua tiba di ujung blok, Pria Berpakaian Hitam telah mencapai sebuah sedan hitam tua dan memacunya, meninggalkan Pete terbatuk-batuk terkena asap knalpot.

Terengah-engah, Pete berlari-lari kecil kembali ke tempat Bob menunggu. Sebagai seorang penyelidik berpengalaman Pete tahu pertanyaan yang akan diajukan Bob sebelum anak itu sempat bertanya.

"Tidak, aku tidak melihat wajahnya dengan jelas dan tidak, aku tidak dapat membaca plat nomornya," kata remaja jangkung itu sambil tersengal-sengal.

Bob mengusap dagunya dan menatap Pete.

"Kasus ini semakin lama semakin menarik!"

BAB VII
CAKAR PERUNGGU
Setelah Jupiter kembali ke rumah pamannya, ia menemukan Bob dan Pete sedang menunggunya di teras depan. Ia duduk di samping rekan-rekannya dan tersenyum.

"Wah, kunjunganku ke Perompak Baru dari Barat benar-benar menarik!"

Pete tidak dapat menahan diri. "Aku berani bertaruh kunjunganmu sama sekali tidak semenarik petualangan kami!" Pete melanjutkan dengan pertemuan mereka dengan bajak laut bernama Bly dan pengejarannya terhadap Pria Berpakaian Hitam. Bob menyela sesekali untuk menambahkan hal-hal kecil yang dilupakan Pete. Jupiter mencubiti bibirnya setiap kali mendengar sebuah petunjuk baru.

"Menakjubkan," katanya setelah Pete dan Bob selesai bercerita. Kemudian giliran Jupe melaporkan kejadian di markas Perompak Baru dan Gaspar St. Vincent yang melarangnya kembali. Ia mengakhiri laporannya dengan berkata, "Kasus ini semakin lama semakin menarik!"

"Tepat itulah yang baru saja kubilang!" seru Bob. "Dalam waktu sepagian kita telah melipatgandakan jumlah tersangka!"

Jupe memutuskan bahwa Trio Detektif sebaiknya memeriksa Pembalasan Ratu Anne dengan seksama. Ketika pencarian mereka terbukti sia-sia, anak-anak berjalan ke ujung dermaga dan duduk berjemur.

"Kalian yakin kalian tidak mengenali Pria Berpakaian Hitam?" desak Jupe.

Bob menggeleng dan membetulkan letak kacamatanya. "Ia mengenakan topi lebar hitam dan kacamata hitam. Ia tidak berkumis ataupun berjanggut dan mengenakan jas hitam dan dasi. Bisa jadi siapa saja."

"Hmm," Jupiter bergumam. Ia bangkit berdiri dan mulai berjalan mondar-mandir. "Masuknya Pria Berpakaian Hitam yang misterius ke dalam teka-teki ini tidak terduga dan tidak cocok dengan suatu teori yang telah kususun mengenai kasus ini. Pencarian kita di atas Pembalasan Ratu Anne tidak menghasilkan apa-apa. Namun saat pamanku pulang, kita harus memintanya memeriksa kapalnya kalau-kalau ada yang hilang."

"Menurutmu siapakah Pria Berpakaian Hitam itu, Jupe?" tanya Pete.

"Mungkin si perompak yang mengejar Pete dan aku?" kata Bob.

"Kurasa bukan, Data. Ingat, ia pasti langsung keluar dari pos pemadam kebakaran itu setelah bertemu denganku di atap. Kalian melihatnya pergi ke arah yang berlawanan dengan rumah Paman Atticus. Karena kalian langsung datang ke sini setelah itu, dia tidak akan punya cukup waktu untuk berganti pakaian. Dan mengapa harus ganti? Tidak," kata Jupe, "ia jelas seseorang yang perlu kita amat-amati namun kurasa dia bukanlah Pria Berpakaian Hitam. Dengan alasan yang sama Gaspar St. Vincent juga bisa kita coret."

"Mungkin Kapten Cutter!" seru Pete. "Mungkin ia iri akan segala penemuan pamanmu dan ingin mencuri beberapa. Mungkin saja ia penderita kleptomania. Mungkin ia tidak dapat menahan diri untuk mencuri!"

"Itu salah satu kemungkinan yang sedang kupikirkan," kata Jupe mengakui. "Ketika ia pergi pagi ini, ia berkata akan ke tempat penelitiannya. Hanya ada satu cara untuk mengetahui kebenarannya!"

Anak-anak berlari ke rumah dan dengan menggunakan kunci yang diberikan paman Jupiter mereka masuk. Bob segera menemukan buku telepon Atticus Jones dan membalik-balik halamannya hingga menemukan nomor kantor Oscar Cutter di universitas di Portland. Bob menghubungi nomor itu dan seorang penerima telepon dengan datar memberitahunya bahwa pria itu berada di tempat penelitian sejak pagi. Kemudian mereka mencoba nomor telepon seluler Kapten Cutter. Ketika Cutter menjawab, Bob hanya samar-samar mendengar suaranya di tengah-tengah gemuruh ombak dan aba-aba yang diteriakkan awak kapalnya.

"Halo. Cutter di sini," pria itu berseru untuk mengatasi keributan. "Halo? Bicaralah lebih keras, aku tidak dapat mendengarmu!"

Bob lekas-lekas memutuskan hubungan dan menatap rekan-rekannya. "Belum terbukti ia memang di tempat penelitian tapi jelas ia ada di atas sebuah kapal."

Jupiter berpikir sejenak. "Seharusnya tidak sulit untuk memastikan ia ada di sana hari ini. Kurasa kita bisa menyimpulkan bahwa Pria Berpakaian Hitam bukanlah perompak penuh otot yang bernama Bly itu, bukan juga Kapten Cutter."

"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Pete.

Jupiter menimbang-nimbang dan kemudian menggeleng. "Kita perlu bertanya kepada pamanku dan Kapten Cutter jika mereka pernah melihat seseorang yang ciri-cirinya seperti Pria Berpakaian Hitam. Sepertinya orang itulah si pencuri yang telah memasuki rumah pamanku."

"Mungkin kita perlu mengamat-amati Perompak Baru dan memata-matai Bly dan Gaspar?" usul Bob. "Bly sudah jelas mencurigai aktingmu tentang tugas sekolah itu dan ia sama sekali tidak senang Pete dan aku memata-matainya!"

"Gagasan bagus, Data," kata Jupiter setuju. "Ini ideku: aku akan tinggal di sini dan menjaga rumah Paman Atticus kalau-kalau Pria Berpakaian Hitam kembali. Kau pergi ke pos pemadam kebakaran dan lihat kalau Connie Bly muncul. Pete dapat meminjam sepeda Paman Atticus dan pergi ke pantai ke tempat penelitian Oscar Cutter. Tanyakan kepada orang-orang di sana untuk memastikan bahwa Cutter berada di sana sepanjang pagi -- dan jika ada kesempatan, tanyakan kepadanya kalau-kalau ia pernah melihat seseorang berpakaian hitam-hitam luntang-lantung di sekitar tempat penelitiannya ataupun rumah pamanku."

Pete mengedipkan mata ke arah Bob. "Aku tidak tahu persis arti luntang-lantung namun hal-hal yang lain masuk akal!"

Bob tertawa dan memukul punggung Pete. "Pikirkan saja betapa kosa katamu bertambah setiap kali Trio Detektif mengusut sebuah kasus!"

Jupiter tidak peduli akan sindiran teman-temannya tentang kegemarannya menggunakan kata-kata sukar. Ia telah terbiasa akan hal itu. Ia berdehem dengan lagak penting dan melanjutkan. "Ada satu hal lagi yang perlu kita diskusikan sebelum kita mengerjakan tugas kita masing-masing," katanya dengan resmi.

Bob dan Pete menatap rekan mereka yang gempal itu, tidak mengerti hal apa yang belum mereka bahas. "Apa itu, Jupe?" tanya Bob.

Jupiter meringis dan berlari ke dapur sambil berseru, "Makan siang!"

***
Ketika Bob kembali dari pengintaiannya di markas pemadam kebakaran tua, ia melaporkan bahwa Connie Bly tidak kembali ke sana dan Gaspar St. Vincent secara wajar mengunci markas dan pulang ke apartemennya, yang terletak hanya di seberang jalan.

Hari sudah hampir gelap ketika Pete meluncur masuk dengan sepeda tua Atticus Jones. Titus, Mathilda, dan Atticus telah lama kembali dari berbelanja dan setelah mendengar penuturan Jupiter mengenai Pria Berpakaian Hitam yang berkeliaran di kapal, Atticus memeriksanya dengan teliti dan menyatakan tidak ada yang hilang. Dengan bantuan Jupe ia kemudian memasang sebuah gembok besar di pintu depan dan mereka duduk-duduk di beranda depan sambil minum es teh dan mendengarkan kisah Atticus tentang bajak laut, ranjau-ranjau, dan barang-barang rampasan.

Atticus berhenti bercerita ketika melihat Pete memasuki halaman. "Peter! Ke mana saja kau sepanjang hari?"

Pete sengaja berlagak lelah, lapar, dan mengibakan. "Melakukan satu lagi tugas dari kemenakan Anda!" keluhnya. "Kapten Cutter ada di atas kapal sepanjang hari dan diantar pulang oleh seorang kawan. Ketika kutanyai tentang Pria Berpakaian Hitam, ia berkata tidak yakin. Menurutnya, sepertinya orang yang sama dengan yang dikejarnya pagi ini."

"Kalian menyelidiki Cutter?" tanya Atticus kaget. "Demi langit, untuk apa?"

"Ia nampak seperti seorang lelaki terhormat menurutku," Bibi Mathilda keberatan. "Aku tidak ingin kalian mengganggunya, ia sudah punya cukup banyak masalah dengan kapal yang akan datang itu!"

"Kapal?" seru Jupe. "Kapal apa?"

Paman Titus menendang pergelangan kaki istrinya dan Bibi Mathilda menutupi mulutnya dengan sebelah tangan. "Oh, maaf!" katanya menghembuskan nafas.

Atticus Jones menatap Bibi Mathilda dengan kesal. "Dasar wanita, tidak dapat menyimpan rahasia sekalipun yang menyangkut nyawamu!" keluhnya. Ia berpaling ke arah anak-anak. "Pertama-tama katakan padaku apa yang kalian mau dari sahabatku Oscar Cutter dan kemudian akan kuceritakan tentang kapal yang seharusnya merupakan kejutan itu."

Jupiter duduk di pinggiran beranda dan menyilangkan kaki. Ia terlihat seperti patung Buddha yang terbakar matahari dan mengenakan kemeja Hawaii. Ia menyatukan kedua telapak tangannya. "Apa sebenarnya yang dilakukan Kapten Cutter di sini sepagi itu, Paman Atticus?"

Atticus Jones menghirup tehnya dan mengerutkan kening. "Oscar Cutter ada di sini pagi ini atas permintaanku. Karena kami berdua selalu bangun pagi-pagi sekali, aku memintanya mampir sebelum pergi ke tempat penelitiannya untuk memeriksa beberapa meriam besar yang kutemukan minggu lalu. Meriam adalah bidang khususnya, aku perlu tahu jika yang kutemukan itu berasal dari militer atau sebuah kapal yang lebih kecil seperti milik Si Janggut Hitam. Kau kan tidak berpikir bahwa Oscar menyusup ke dalam rumahku? Kuakui dia memang mudah marah namun ia bukanlah penjahat!"

Jupiter sama sekali tidak ragu-ragu. "Sejauh yang kami tahu, hanya ialah selain Bob dan Pete yang benar-benar pernah melihat si pencuri. Kuakui bahwa ia dan Pria Berpakaian Hitam tidak mungkin orang yang sama namun kita juga belum dapat mencoret namanya."

Atticus Jones memandangi keponakannya lama, kemudian tersenyum. "Aku percaya akan kemampuanmu sebagai seorang detektif, Jupiter. Namun aku tidak segan memberitahumu bahwa kau menyalak di pohon yang salah dengan Kapten Cutter. Aku telah mengenalnya selama bertahun-tahun dan ia selalu jujur dan terbuka denganku. Sepertinya Pria Berpakaian Hitam inilah yang kita cari."

Mata Pete berbinar-binar. "Sekarang beri tahu kami tentang perahu atau kapal atau apalah itu!"

Paman Atticus tertawa keras. "Ini seharusnya merupakan kejutan tapi kurasa tidak ada salahnya memberi bocoran kepada kalian. Dua hari lagi Seruling Belanda, sebuah kapal bertiang layar tiga sepanjang tiga puluh meter, sangat serupa dengan Pembalasan Ratu Anne milik Si Janggut Hitam, akan datang ke Anchor Bay, berlabuh hanya beberapa meter dari tempat penelitian Cutter. Kapal itu adalah bagian dari acara yang disponsori oleh universitas untuk mengumpulkan dana dan membangkitkan minat publik sehingga Cutter dapat melanjutkan pekerjaannya. Oscar telah mengusahakan tanda masuk khusus bagi kita, sehingga kita dapat melihat-lihat seluruh bagian kapal -- tidak hanya geladak atas seperti para pengunjung yang lain!" Atticus bersandar, matanya berbinar-binar. "Apa pendapat kalian?"

"Hebat!" seru anak-anak serempak.

"Sebuah kapal bajak laut asli!" seru Bob. "Aku harus membeli persedian film untuk kameraku!"

"Menakjubkan!" kata Pete lantang. "Aku sudah tidak sabar!"

Anak-anak begitu penuh semangat dan mereka mengobrol dengan hebohnya seraya masuk dan bersiap-siap untuk tidur. Karena Paman Titus dan Bibi Mathilda menggunakan kamar tidur tambahan di dalam rumah, anak-anak diizinkan tidur di atas kapal bersama Atticus. Mereka bergegas mengambil kantung tidur dan bantal mereka dan menuju pintu belakang.

Sebelum tiba di pintu, Jupiter berhenti dan memandang peti tua yang sempat menyimpan Cakar Perunggu sebelum dicuri. Wajahnya berubah. "Sudah cukup banyak misteri untuk hari ini, Jupe," protes Pete. "Marilah menyelidiki seberapa cepat kita bisa terlelap."

Jupiter menggelengkan kepala dan mencubiti bibir bawahnya. Ia berdiri diam selama beberapa saat, menyuruh ingatannya yang tajam bekerja keras, berusaha mengingat hal yang berbeda dari peti itu sebelumnya.

Bibi Mathilda memanggil dari dalam kamar. "Aku tidak mau kalian berjaga sepanjang malam. Kalian perlu istirahat untuk tugas-tugas yang telah kusiapkan besok."

"Aku kurang suka mendengarnya," kata Bob. "Ayo, Jupe. Mari kita tidur."

Namun Jupiter tidak bergeming. Ia tetap berdiri kaku hingga sebuah bola lampu seolah-olah menyala di otaknya. Mukanya yang tembam sekonyong-konyong menyunggingkan senyum dan ia berjalan ke arah peti.

"Aku tahu!" serunya. "Peti ini telah dipindahkan!"

"Mungkin Bibi Mathilda telah berbenah," Bob menguap.

Jupiter mencubiti bibirnya. "Ya, namun ketika Paman Atticus menutupnya pagi tadi, ia tidak memasang kembali pengunci kuningan di bagian depan."

"Jadi?" tanya Pete. "Pamanmu bukanlah orang paling rapi di Anchor Bay. Lihatlah berkeliling. Ada rongsokan di mana-mana!"

Tiba-tiba Bob mengerti maksud Jupiter.

"Tunggu dulu," katanya. "Jika pagi ini pamanmu hanya mengembalikan penutupnya, lalu mengapa sekarang peti ini terkunci?"

"Tepat!" kata Jupiter. Dan dengan satu gerakan cepat Penyelidik Pertama berlutut, membuka pengunci, dan mengangkat penutup peti.

Di dasar peti itu tergeletak Cakar Perunggu.

BAB VIII
SERULING BELANDA
"Ya ampun!" seru Pete. "Bagaimana benda itu bisa kembali sendiri?"

Jupiter mengambil cakar elang yang telah aus itu dan mengangkatnya di bawah cahaya lampu. "Aku tidak tahu, Dua, namun aku jelas ingin tahu!"

"Pasti itulah yang dilakukan Pria Berpakaian Hitam hari ini," tebak Bob, "mengembalikan Cakar Perunggu ke dalam peti."

"Tapi mengapa?" desak Pete. "Sama sekali tidak masuk akal. Mengapa bersusah-payah mencurinya hanya untuk mengembalikannya lagi?"



Anak-anak terdiam beberapa saat sambil berpikir mengenai hal ini. "Mungkin pemalsuan," kata Bob menduga. "Mungkin Pria Berpakaian Hitam mengambilnya cukup lama untuk membuat tiruannya dan menyimpan cakar yang asli."

Jupiter menggeleng. "Tidak mungkin. Cakar ini nampak sangat tua. Perunggunya telah menghijau dan penuh ganggang. Cakar ini jelas telah berada di dalam air selama bertahun-tahun. Hal ini tidak mungkin dipalsukan."

"Mau kita apakan benda ini sekarang?" tanya Pete. "Kita tidak mungkin membiarkannya di dalam peti."

Jupiter tersenyum nakal dan berpaling menuju kapal pamannya. "Aku punya ide."

***
Pagi harinya Jupiter bangun pagi dan meraba bagian bawah kantung tidurnya dengan kaki. Cakar Perunggu masih ada. Ia meraihnya dan menimang-nimangnya. "Bagaimana dan mengapa kau kembali?" ia bergumam. Beberapa saat kemudian Jupe membangunkan Bob dan Pete dan ketiga anak itu berbaris masuk untuk sarapan. Jupe membawa cakar itu di balik punggungnya.

Titus dan Atticus sedang duduk di meja dapur yang penuh barang-barang kelautan. Bibi Mathilda telah bersikeras agar benda-benda itu disingkirkan, paling tidak cukup untuk piring-piring dan perangkat makan lainnya -- dan ia jelas tidak senang melihat kurangnya ruangan untuk memasak di kompor dan meja dapur.

"Demi langit!" gerutunya sambil menuangkan mentega ke dalam panci. "Aku sungguh tidak mengerti bagaimana kau bisa memasak dengan segala rongsokan ini, Atticus Jones!"

Atticus menurunkan surat kabarnya dan mengisap pipanya dalam-dalam. Ia tersenyum kepada anak-anak ketika mereka masuk melalui pintu belakang, lalu kembali menghilang di balik koran.

Jupiter melirik Paman Titus yang sedang sibuk membaca halaman humor. Sambil mengedip ke arah Bob dan Pete, ia diam-diam meletakkan Cakar Perunggu di tengah meja yang penuh sesak.

Bibi Mathilda membawa sepiring penuh tumpukan panekuk dan sosis panas ke meja. Ia menatap Cakar Perunggu dan mengerutkan kening, berkata kepada Jupiter dengan suara galak, "Cendera mata yang bagus, Anak-anak, tapi tolong singkirkan dari atas meja."

"Menurutku itu adalah hiasan yang cocok diletakkan di tengah meja," kata Jupiter, berusaha memasang tampang serius. "Mungkin beberapa kuntum bunga akan membuatnya lebih menarik. Apa pendapat Paman, Paman Atticus?"

Atticus Jones bergumam di balik surat kabarnya namun tidak mengalihkan pandangan dari berita utama. Bibi Mathilda tidak melihat kelucuan dalam gurauan Jupe. "Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, Anak Muda, tapi aku tidak pernah mengira kau akan mengambil resiko kehilangan sepiring panekuk panas hanya demi sebuah gurauan!"

Pete tidak tahan lagi dan tawanya meledak. Ia segera diikuti oleh Bob dan kemudian Jupiter. Segera saja ketiga anak itu berguling-guling di lantai, tertawa terbahak-bahak. Bibi Mathilda berdiri dengan mulut ternganga, menyaksikan pemandangan itu. Titus dan Atticus akhirnya meletakkan koran mereka untuk melihat yang terjadi.

Sekonyong-konyong mata Atticus Jones melotot dan ia melompat berdiri seolah-olah disengat lebah -- pipanya terjatuh dari mulutnya dan jatuh ke dalam sirup di piringnya. "Demi pipaku! Aku tidak percaya ini!" Ia mengangkat Cakar Perunggu dan memandanginya seolah-olah benda itu terbuat dari emas murni. "A-apa... Di-di mana..." ia tergagap.

Sambil masih terkekeh-kekeh, Jupiter menjelaskan betapa cakar itu telah kembali semalam dan kemudian meminta maaf kepada Bibi Mathilda atas gurauannya.

"Benda jelek itu adalah sumber segala masalah ini?" tukas Bibi Mathilda. "Itukah harta karun yang harus kita lihat sendiri sebelum percaya?"

"Hmm... begitulah!" jawab Atticus, mengangguk tanpa percaya. "Ditemukannya tiang haluan dari kapal ketiga Si Janggut Hitam, Balas Dendam, berarti kapal itu tenggelam di Pantai Barat, bukan Timur, atau kapal itu dijarah dan hartanya disembunyikan. Apapun yang terjadi, ini sangat berarti bagi sejarah!"

"Bagiku benda itu adalah barang rongsokan besar berwarna hijau," kata Titus. "Aku ingin barang-barang bekasku berguna, dengan demikian aku bisa mendapat keuntungan. Siapa yang mau mencuri benda seperti itu?"

Bibi Mathilda mendengus seraya membagikan panekuk kepada anak-anak. "Jelas mereka tidak menginginkannya jika mereka mengembalikannya lagi. Mungkin mereka menyadari bahwa benda itu hanyalah logam hijau tidak berharga."

Paman Atticus memainkan jemarinya di atas cakar itu dengan penuh kasih sayang dan tersenyum. "Sepertinya kasus ini sudah selesai ya? Berarti aku berhutang kepada kalian bertiga karena telah mengembalikan cakar Si Janggut Hitam. Begitu kan perjanjiannya?"

"Tidak, sir," kata Jupiter dengan mulut penuh panekuk. "Trio Detektif disewa untuk menemukan siapa yang mengambil cakar itu dan mengapa ia kemudian mengembalikannya kepada pemiliknya yang sah. Cakar itu sudah kembali namun kita tetap belum tahu siapakah Pria Berpakaian Hitam dan mengapa ia menginginkannya." Jupiter mengigit panekuknya dan tersenyum. "Menurutku kasus ini baru saja dimulai!"

Pete mengerang sambil mengiris sosis. "Aku tahu kau akan berkata seperti itu."

Setelah sarapan, anak-anak menemani Atticus ke toko perkakas untuk membeli sebuah gembok yang dinyatakan tidak bisa dijebol, yang kemudian dipasangnya di peti yang menyimpan Cakar Perunggu.

Jupiter sudah gatal ingin melanjutkan penyelidikian namun begitu mereka tiba di rumah segera dikecewakan oleh Bibi Mathilda yang telah menyiapkan sederetan panjang tugas yang harus dikerjakan. Anak-anak tahu lebih baik tidak membantah bibi Jupe jika menyangkut pekerjaan. Dengan segan mereka mulai bekerja dan baru dua hari kemudian mereka mendapat kesempatan untuk membahas kasus itu secara panjang lebar.

Selama dua hari itu Jupiter telah menyusun potongan-potongan misteri itu di otaknya seperti sebuah teka-teki gambar, berusaha menyusun gambar yang benar. Penyelidik Pertama merasa potongan yang ada terlalu sedikit untuk membentuk gambar yang akurat. Pria Berpakaian Hitam belum muncul lagi sejak Bob dan Pete mengejarnya dua hari yang lalu dan keadaan wajar-wajar saja di tempat penelitian Oscar Cutter dan markas Perompak Baru dari Barat.

Jupiter berdiam diri sepanjang perjalanan mereka di bak belakang truk untuk melihat pameran Seruling Belanda. Bob dan Pete sudah terbiasa dengan rekan mereka yang penuh konsentrasi saat sedang menangani kasus. Mereka tahu lebih baik anak itu dibiarkan saja, ia akan bersuara jika ia telah yakin dan siap.

Sementara Paman Titus mengemudikan truk milik pangkalan barang bekas itu melalui kawasan niaga kota dan kemudian sepanjang jalan pantai ke luar kota, anak-anak merasa sungguh bergairah. Kini mereka dapat melihat tiang-tiang layar Seruling Belanda yang menjulang tinggi, layar-layarnya tergulung dan bendera-benderanya berkibar-kibar.

Namun semangat mereka segera menurun begitu mereka melihat lautan manusia yang bergerombol memenuhi dermaga dan landasan yang menuju ke kapal, semuanya ingin menaiki kapal mewah itu. Mobil-mobil antri sepanjang hampir setengah mil sepanjang sisi jalan dan lahan parkir kecil di sebelah dermaga penuh dengan turis yang berebut tempat parkir.

Paman Titus mengeluh namun terus mengemudi sepanjang jalan hingga menemukan tempat parkir yang cocok. Mereka melompat keluar dan mulai berjalan menuju jalan masuk ke kapal yang penuh orang. Bob nampak pesimis sementara mereka mendekati ekor antrian orang-orang yang hendak naik. Ia menggelengkan kepala sambil memasukkan segulung film baru ke dalam kameranya. "Wah, dengan semua orang ini di antrian kita tidak akan sempat naik."

"Jangan cemas, Robert," kata Atticus lantang. "Kulihat sahabatku Oscar Cutter." Adik Titus Jones itu melambaikan tangan dan bersuit untuk menarik perhatian Cutter. Peneliti tampan itu tersenyum dan balas melambai dari geladak kapal, memberi isyarat agak mereka langsung menuju ke depan antrian. Hal ini tidak bisa diterima oleh beberapa turis yang telah mengantri lama, berusaha menggendong anak mereka, kamera, dan botol minuman pada saat yang bersamaan. Mereka memprotes dengan suara keras ketika Trio Detektif dipersilakan naik.

"Wah, kita seolah-olah ada di Magic Mountain," tukas Pete.

Oscar Cutter menemui mereka di ujung jembatan kapal. Senyum yang dipamerkannya selama ini kepada para pengunjung segera lenyap. "Bencana!" serunya. "Benar-benar bencana! Lihatlah segala sampah yang mereka buang ke air! Tidak punya otakkah mereka? Makanan-makanan itu akan menarik ikan-ikan dan mereka akan mengeruhkan air. Pekerjaan seminggu akan terbuang percuma hanya demi suatu publisitas konyol!"

Mereka berdiri diam selama beberapa saat, tidak tahu harus berkata apa. "Tapi pikirkanlah segala donasi yang akan masuk," kata Jupiter. "Anda mungkin saja akan mendapatkan cukup dana untuk mempertahankan tempat ini paling tidak setahun lagi!"

Kapten Cutter nampak malu akan emosinya tadi. Ia tersipu-sipu dan mengusap rambutnya yang terbakar matahari. "Maaf. Kurasa aku hanya sedikit kesal akan orang-orang yang tidak peduli dan mengotori air. Maafkan aku. Sekarang bagaimana kalau kita mulai tur yang kujanjikan?"

Anak-anak mengangguk penuh semangat dan Oscar Cutter tersenyum tulus untuk pertama kalinya pagi itu. "Baiklah! Mari kita mulai dari bawah sehingga kita bisa jauh dari gerombolan itu." Peneliti itu meminta seorang awak kapal yang mengenakan baju kaos universitas untuk menggantikannya dan ia memimpin mereka ke bawah.

Selama sejam berikutnya anak-anak, Bibi Mathilda, Paman Titus, dan Atticus menikmati tur keliling Seruling Belanda yang mengagumkan. Bob mengambil gambar seperti hilang ingatan sementara mereka mendengarkan keterangan tentang dapur, ruang bagasi, kabin tempat tidur, dan berbagai ruang kapal khas lainnya, juga tentang para bajak laut yang pernah berlayar di atas kapal hebat itu.

Ketika mereka akhirnya muncul kembali ke geladak atas yang disinari matahari terik, anak-anak merasa kenyang akan segala informasi yang mereka serap dan Bibi Mathilda nampak lemah oleh kisah-kisah pertumpahan darah. Oscar Cutter menjabat tangan semua orang dan berterima kasih karena mereka telah datang berkunjung, memohon maaf sekali lagi atas emosinya.

"Jangan salah mengerti," katanya muram, "aku benar-benar menghargai niat baik universitas mengadakan pameran ini. Hanya saja orang-orang ceroboh itu..." suaranya menghilang seiring dengan tatapan aneh yang muncul di wajahnya yang terbakar matahari.

Jupiter mengikuti tatapan pria itu ke arah jalan masuk dan kerumunan yang bagaikan sirkus di bawah. Ia mengamat-amati puluhan wajah hingga akhirnya tatapannya jatuh pada seorang lelaki yang sedang bersandar di sebuah sedan hitam. Lelaki itu mengenakan topi hitam dan kaca mata gelap dan sepertinya menatap langsung ke arah mereka. Pria Berpakaian Hitam!

BAB IX
SEMAKIN SERU
"Oh," Oscar Cutter tergagap, "kubilang, orang-orang ceroboh itu benar-benar tidak menghargai sumber daya alam kita, aku benar-benar marah dibuatnya." Jupe menggamit Bob sementara pelaut tampan itu lekas-lekas mengantarkan mereka turun dari kapal, berterima kasih sekali lagi atas kunjungan mereka. "Maafkan aku, aku benar-benar harus kembali."

"Ada apa, Pertama?" desis Bob di sela-sela giginya.

Jupiter menggerakkan bola matanya ke arah Pria Berpakaian Hitam. Bob melihatnya -- ia mengenakan kemeja biru muda dan dasi hitam hari ini namun jelas orang yang sama. "Berapa banyak lagi film yang ada di kameramu, Data?"

Sambil berusaha tetap mengamati pencuri itu, Bob dengan cepat melirik indikator di kameranya, yang menunjukkan angka 1. "Ini yang terakhir, Pertama," jawabnya suram.

Penyelidik Pertama bertubuh gempal itu mulai menerobos kerumunan menuju ke arah Pria Berpakaian Hitam. "Usahakan yang terakhir itu benar-benar berguna!" perintahnya.

Ketika mencapai deretan mobil-mobil yang pertama, Jupiter dan Bob memandang berkeliling tanpa daya. "Ke mana dia?" mereka saling bertanya.

"Siapa yang kita cari?" tanya Pete heran.

"Pria Berpakaian Hitam!" seru Bob, menunjuk ke arah pintu keluar. Pria Berpakaian Hitam ada di dalam sedannya, menunggu peluang untuk masuk ke jalan raya. "Itu dia!"

Trio Detektif berlari namun lalu lintas sedikit berkurang dan lelaki itu meluncur menjauh pada saat mereka tiba di pintu keluar. Bob bergegas menggunakan film terakhirnya, berharap agar penyusup misterius itu masuk di dalamnya.

"Nyaris!" serunya.

Pete berusaha mengatur nafasnya. "Apa yang dilakukan Pria Berpakaian Hitam di Seruling Belanda dengan semua turis ini?" tanyanya.

"Pertanyaan yang lebih penting, Dua," kata Jupiter sambil tersenyum kecut, "bagaimana Oscar Cutter mengenali Pria Berpakaian Hitam? Ia jelas-jelas nampak ketakutan ketika melihat orang itu di tengah kerumunan!"

"Wah!" kata Bob. "Akhirnya kita membuktikan bahwa Kapten Cutter bukanlah Pria Berpakaian Hitam namun dengan itu kita kini tahu mereka saling mengenal!"

Jupiter mencubiti bibir bawahnya. "Kurasa waktu kita untuk memecahkan kasus ini hampir habis. Kusarankan kita mendesak Kapten Cutter saat ini juga untuk melihat apa yang dia tahu mengenai Pria Berpakaian Hitam!"

"Kudukung," Pete setuju.

"Marilah!" kata Bob, berlari kecil kembali ke Seruling Belanda. "Tapi kita lebih baik memberi tahu Paman Atticus bahwa kita akan menyusul pulang nanti."

"Setuju," Jupiter mengangguk.

Setelah hal itu beres, ketiga anak itu bergabung dengan antrian dan menunggu giliran mereka untuk dapat naik ke atas kapal megah itu lagi. Hampir tiga puluh menit kemudian mereka sekali lagi disilakan naik ke geladak. Oscar Cutter terkejut melihat mereka. Ia mengusap keningnya dengan saputangan dan tersenyum lemah.

"Belum puas juga?" tanyanya tidak meyakinkan.

Jupiter menegakkan badan dan mengangkat bahu -- sebagaimana ia mampu tampil sebagai seorang anak yang agak terbelakang, ia juga mampu tampil jauh lebih dewasa dan berwibawa. Hal ini selalu mengesankan orang-orang dewasa.

"Anda mungkin ingat bahwa saya dan rekan-rekan saya adalah detektif," katanya memulai, menyerahkan selembar kartu nama Trio Detektif kepada penyelam itu. "Kami telah disewa oleh paman saya untuk mengusut pencurian yang telah terjadi di kediamannya. Saya harap Anda tidak keberatan kami mengajukan beberapa pertanyaan."

Kening Cutter berkerut dan ia memimpin anak-anak ke lantai bawah yang sejuk dan tenang. Ketika mereka telah tiba di sebuah kabin yang penuh dengan barang, ia berujar dengan serius, "Apapun untuk membantu sahabat-sahabatku. Apa yang ingin kalian ketahui?"

Jupiter mendesaknya. "Apa hubungan Anda dengan pria bertopi dan berkacamata hitam yang dilihat Bob dan Pete menyusup ke kapal paman saya dan yang baru saja kita lihat meninggalkan pameran ini?"

Oscar Cutter merah padam. "Begundal itu? Penjahat itu? Ia salah satu dari mereka!" Peneliti yang mudah naik darah itu menggiring mereka kembali ke lantai atas dan menuju ke buritan. Ia menuding dengan jari gemetar ke arah laut dan menggeram. "Lihat? Kalian lihat yang menggangguku selama ini?"

Trio Detektif memandang ke arah lautan dengan terkejut. Dari atas kapal mereka dapat melihat tiga perahu motor kecil tidak lebih dari lima puluh meter jauhnya, mengibarkan spanduk besar berwarna putih dengan tulisan "PERAMPOK MAKAM!", "BIARKAN YANG MATI BERISTIRAHAT!", dan "KAU MAU MEMBONGKAR PEMAKAMAN UMUM?" Mereka tidak menyadari kehadiran para pengunjuk rasa itu ketika mereka menaiki Seruling Belanda untuk pertama kalinya.

Oscar Cutter nampak hampir meledak. "Menggangguku dan orang-orangku selagi kami menyelam adalah satu hal -- namun mengancamku di rumah, di darat, adalah hal lain! Aku tidak akan tinggal diam! Pria bertopi dan berkacamata hitam itu hanyalah salah satu taktik mereka untuk menakut-nakuti. Ia adalah masalah! Kunasihati kalian agar menjauhi orang itu! Terlebih lagi karena mereka tahu kau adalah keponakan Atticus Jones."

Beberapa orang telah mulai berkerumun dan menatap penyelam yang tengah marah itu. Jupiter sempat terdiam sejenak namun dengan segera kembali menguasai diri. "Saya -- Anda tentu paham -- kami harus memastikan," katanya cepat. "Terima kasih atas waktu Anda, Kapten. Kami harus pergi sekarang."

Sambil berkata demikian Jupiter berbalik dan bergegas menjauh, diikuti oleh Bob dan Pete. Ia menghembuskan nafas lega ketika mereka telah tiba di tempat parkir.

"Wah! Orang itu benar-benar akan hilang akal sebentar lagi!" kata Bob.

"Begitulah," tukas Pete. "Aku berani bertaruh tekanan darahnya mencapai langit-langit!"

Anak-anak mulai menempuh perjalanan jauh mereka kembali ke rumah paman Jupiter. Bob bersuara, "Kita tahu bahwa Cutter mengenal Pria Berpakaian Hitam -- seorang tukang pukul dari Perompak Baru."

Jupiter berpikir keras. "Namun setiap kali kita menemukan jawaban atas Oscar Cutter, sebuah pertanyaan baru muncul."

"Apa maksudmu, Pertama?" tanya Pete.

"Tepatnya, bagaimana Cutter bisa tahu bahwa aku memberi tahu Gaspar St. Vincent aku adalah keponakan Atticus Jones? Bukankah ia seharusnya berkata: 'terlebih lagi jika mereka tahu kau adalah keponakannya' dan bukan 'karena mereka tahu kau adalah keponakannya'?"

"Benar juga," kata Pete. "Bagaimana ia bisa tahu kau memberi tahu Gaspar jika ia tidak berbicara kepada salah satu dari Perompak Baru? Dan jelas ia bukanlah seseorang yang bisa berbincang-bincang akrab dengan salah seorang dari mereka!"

"Mungkin ia hanya salah memilih kata," kata Bob. "Ia demikian penuh emosi, kurasa ia sendiri tidak tahu apa yang dikatakannya."

"Suatu kemungkinan, Data," gumam Jupe. "Tetap saja, tidak ada salahnya kita mengamat-amatinya. Kasus ini sepertinya menemui jalan buntu. Kita perlu melipatgandakan usaha kita kalau kita masih ingin menemukan si pencuri sebelum kita pulang minggu depan."

"Nah, sekarang setelah kita mengambil keputusan, apa yang harus kita lakukan dengan makan siang?" tanya Bob.

Pete menyeringai. "Teman-teman, kebetulan aku tahu suatu tempat yang hebat untuk menikmati kaki kepiting!"

BAB X
JUPE DAN PETE MELACAK
Trio Detektif melanjutkan diskusi tentang kasus mereka sambil menikmati makan siang berupa kaki kepiting yang berlimpah-ruah. Jupiter meminta Bob membacakan catatannya dan merangkum para tersangka yang mungkin memiliki motif untuk mencuri Cakar Perunggu.

"Lupakan siapa yang mencurinya," tukas Pete, "aku ingin tahu siapa yang mengembalikannya!"

Jupiter menyuapkan makanannya. "Sekarang lebih baik kita berkonsentrasi pada para tersangka. Mudah-mudahan alasan kejadian-kejadian ini akan jelas setelah kita tahu siapa penjahatnya." Ia mengangguk ke arah Bob. "Lanjutkan dengan catatanmu, Data."

Bob membuka buku catatan kecil yang selalu dibawanya di saku belakang. "Coba kita lihat," mulainya, membetulkan letak kacamatanya, "ada Pria Berpakaian Hitam yang misterius, yang dikejar oleh Mr. Cutter pada pagi hari ketika kita tiba dan kemudian oleh Pete pada siang harinya. Menurut teman pamanmu, ia ada hubungannya dengan Perompak Baru dan telah mengancam pamanmu dan Mr. Cutter selama beberapa minggu. Kemudian kita punya Perompak Baru dari Barat, termasuk Gaspar St. Vincent dan Connie Bly. Gaspar sepenuh hati ingin menghentikan kegiatan pamanmu namun tidak memberi kesan seorang pencuri. Di lain pihak, Bly nampak seperti seseorang yang mungkin mencuri demi uang semata-mata. Terakhir adalah Oscar Cutter, yang mungkin menyabot pamanmu karena iri, meskipun jika memang demikian ia tidak punya alasan untuk mengembalikan Cakar Perunggu."

Anak bertampang serius itu menutup buku catatannya dan meneguk minumannya. "Itulah rangkumannya, Pertama. Apa pendapatmu?"

Jupiter meraih potongan kaki kepiting terakhir di piringnya dan menimbang-nimbang untuk memakannya atau tidak. "Pamanku mungkin saja benar mengenai Cutter," katanya, mencelupkan kaki kepiting itu ke dalam mentega, "kalau tadi ia hanya salah bicara, kurasa ia bersih.

"Dengan demikian tinggal tiga orang di dalam daftar tersangka kita." Sambil berpikir keras ia tanpa sadar memasukkan kaki kepiting itu ke dalam mulut. "Dan hanya ada dua tempat kita dapat menemukan anggota-anggota Perompak Baru dari Barat -- bekas pos pemadam kebakaran atau perahu-perahu yang mengelilingi tempat penelitian."

Ketika menyadari bahwa piringnya sekarang telah kosong, Penyelidik Pertama tersenyum malu dan meminta bon. "Kuusulkan kita berpencar. Bob dapat meminjam sepeda pamanku kali ini dan membuntuti Cutter pulang dari pameran Seruling Belanda. Pete dan aku akan mengamat-amati Connie Bly di markas Perompak Baru. Semuanya harus waspada akan kemunculan Pria Berpakaian Hitam!"

Setelah membayar, Jupiter merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan tiga batang kapur, satu biru, satu hijau, dan satu putih. Ia memberikan yang biru kepada Pete dan yang hijau kepada Bob. Kapur itu adalah gagasan cemerlang Jupe saat menangani salah satu kasus sebelumnya. Para anggota Trio Detektif dapat meninggalkan jejak tanda tanya jika mereka harus berpencar. Hampir tidak ada yang menyadari sebuah tanda tanya yang dibuat dengan kapur di trotoar atau di pagar, orang dewasa biasanya menyangka itu hanyalah suatu permainan kanak-kanak. Namun bagi Trio Detektif tanda tanya itu adalah petunjuk yang berharga.

"Selalu ada gunanya siap siaga," Jupe menggurui sementara mereka keluar ke jalan yang terang. "Aku merasa kita tidak akan membutuhkan kapur-kapur ini selama liburan kita ini namun aku tetap membawanya, siapa tahu." Ia melihat jam tangannya. "Kita berkumpul kembali di rumah pamanku lima jam lagi. Paman Atticus akan memasak lobster malam ini, jadi jangan sampai terlambat!"

"Oh," erang Pete. "Bagaimana kau dapat berpikir tentang makanan setelah makan besar tadi?"

Anak-anak tertawa dan Bob pergi ke arah rumah Atticus Jones sementara Pete dan Jupe menuju ke markas Perompak Baru dari Barat. Karena hari itu bukanlah akhir pekan, jumlah turis yang bergerombol di jalan tidaklah terlalu besar, sehingga kedua penyelidik itu bisa mencapai bekas pos pemadam kebakaran dalam waktu relatif singkat. Setelah sepakat untuk bersuit dua kali jika melihat sesuatu yang mencurigakan, Jupe duduk di salah satu bangku taman di seberang jalan, mengamat-amati pintu depan bangunan batu bata itu. Pete memanjat tangga darurat sebuah bangunan beberapa pintu jauhnya dari pintu belakang pos pemadam kebakaran.

Dari tempatnya mengintai Pete dapat melihat sebuah Mercedes dan sebuah Jeep terparkir di belakang pos pemadam kebakaran. Ia tidak melihat mobil kecil berwarna putih yang digunakan Bly beberapa hari lalu. Anak-anak telah melakukan pengintaian berkali-kali sebelumnya dan mereka semua terbiasa akan kebosanan yang melanda jika tidak ada yang terjadi dalam waktu lama. Sepertinya itulah yang akan terjadi kali ini. Setelah dua jam Jupe membeli es krim dari seorang pedagang jalanan, lalu gulali. Pete turun untuk mengambil sebuah kursi tua yang telah dibuang seseorang bersama dengan sampah. Ia menaikkan kursi itu ke tempat mengintainya di atas tangga darurat dan meregangkan kakinya yang panjang sambil tersenyum.

Satu jam lagi telah berlalu. Hari mulai sangat terik. Jupiter pindah ke sebuah bangku taman lain yang terlindung bayang-bayang sebatang pohon. Di atas tangga darurat keadaan Pete sungguh menyedihkan. Tidak ada yang melindunginya dari panas matahari dan anak itu sangat haus. Ia melihat arlojinya untuk kesekian ratus kalinya dan mendesah. Ia berharap sesuatu akan segera terjadi. Meskipun ia telah menikmati makan siang besar tadi, perutnya mulai bersuara.

Tepat pada pukul lima pemilik Mercedes dan Jeep muncul membawa ember-ember cat dan kotak perkakas. Pete berdiri tegak dan mengintip melalui sela-sela pegangan tangga yang berkarat. Ia tidak mengenali kedua orang itu namun itu bukan masalah -- mereka berdua masuk ke mobil masing-masing dan pergi.

Pete menghela nafas dan hendak melihat jam tangannya lagi ketika pintu belakang sekali lagi terbuka. Kali ini Gaspar St. Vincent! Pete mengamati pria berkostum bajak laut itu menjatuhkan seberkas anak kunci dan kemudian mengunci pintu. Penyelidik Kedua merasa perompak itu nampak sangat marah -- ia berjalan demikian cepatnya sehingga boleh dikatakan berlari! Pete menahan nafas ketika Gaspar berjalan tepat di bawahnya. Perompak itu kemudian masuk ke sebuah toko obat di sebelah kiri jalan melalui pintu belakang. Pete memasukkan jari ke mulut dan bersuit dua kali.

Di bangku taman yang kini didudukinya bersama beberapa ekor merpati, Jupiter menegakkan badannya. Ia mendengar sinyal dari Pete. Penyelidik Pertama menatap bagian depan toko-toko dengan bergairah. Sekonyong-konyong ia memahami tanda dari Pete. Gaspar St. Vincent dapat dikatakan lari keluar dari sebuah toko obat, beberapa bangunan dari pos pemadam kebakaran. Bajak laut jangkung itu melihat ke kiri dan ke kanan, kemudian berlari menyeberangi jalan. Mata Jupe terbelalak. Gaspar menuju tepat ke arahnya!

Jupiter membungkuk dan berpura-pura mengikat tali sepatunya. Gaspar St. Vincent, yang juga dikenal sebagai Francis Shoe, tidak memperhatikannya meskipun lewat setengah meter dari Jupiter! Jupe begitu dekat dengan Perompak Baru itu hingga ia dapat melihat kecemasan yang merambati wajah lelaki itu. Ia memandang penuh minat sementara Gaspar memasuki sebuah pintu di samping Kamar Tujuh Lautan dan berlari menaiki tangga, sekali melangkah melompati dua anak tangga sekaligus.

Saat itu Pete Crenshaw yang kehabisan nafas mengusir burung-burung merpati dan duduk di samping rekannya. "Kau melihat Gaspar?"

Jupe mengangguk. Apartemennya pastilah berada di atas tempat minum itu. Kalau melihat wajahnya, seolah-olah sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Apa yang kau lihat?"

"Tidak ada apa-apa..."

Sebelum Pete dapat berkata lebih lanjut, Gaspar telah muncul kembali di pintu. Kedua anak itu berusaha untuk tidak menarik perhatian namun sebenarnya tidak perlu. Gaspar, mengenakan pakaian baru, berjalan tepat di samping mereka tanpa mengatakan apa-apa.

"Kau pikir ia melihat kita?" tanya Pete.

"Masa bodoh!" seru Jupe. "Mungkin akhirnya kita mendapat angin segar dalam kasus ini. Mari kita buntuti dia dan lihat ke mana dia pergi!"

Kedua penyelidik itu mulai berjalan di belakang bajak laut itu, berhati-hati dengan menjaga jarak kalau-kalau pria itu berpaling. Di ujung blok pria jangkung itu berbelok ke kanan dan menghilang. Jupe dan Pete lekas-lekas berlari ke belokan itu dan mengintip.

"Ia naik mobil!" teriak Pete.

Dalam hati Jupiter sangat kesal sementara mereka memandangi Gaspar mengemudikan mobil kecilnya yang berwarna biru bergabung dengan lalu lintas. "Mengapa kita berikan sepeda kepada Bob?" keluhnya. "Kita harus berusaha mengikutinya dengan berjalan kaki sejauh yang kita bisa!"

Berkat arus lalu lintas dan beberapa lampu merah yang membawa keberuntungan, kedua anak itu berhasil mengikuti mobil biru itu sejauh beberapa blok. Namun ketika Gaspar berbelok masuk ke jalan raya, mereka hanya dapat berdiri tanpa daya sambil memandangi pria itu meluncur menjauh.

"Kita kehilangan dia," erang Pete.

Jupiter memandangi mobil yang kian lama kian mengecil itu dengan hati menciut. Ketika kendaraan itu hampir hilang dari pandangan, hatinya tiba-tiba melonjak. Ia melihat lampu rem dan sen! Digamitnya lengan Pete.

"Ayo! Mungkin belum terlambat!" Anak-anak berlari sekencang-kencangnya. Namun mobil Gaspar berbelok ke kiri dan menghilang sebelum mereka berada setengah jalan dari belokan itu.

Pete menggeleng-geleng dan memperlambat larinya. "Tidak ada gunanya," katanya terengah-engah. "Mungkin sekarang dia sudah satu mil jauhnya dari sini!"

Jupiter pantang menyerah. "Belum tentu, Dua," ia tersengal-sengal, berusaha mempercepat langkah. "Kalau aku tidak salah, jalan yang dimasukinya itu buntu! Kita melewati daerah ini ketika pergi melihat Seruling Belanda." Tanpa mempedulikan rasa nyeri di pinggang mereka, anak-anak terus berlari. Ketika akhirnya mereka tiba di belokan tempat Gaspar menghilang, dengan muka merah dan penuh keringat, Jupiter berseru penuh kemenangan.

"Ya!" teriaknya, menunjuk ke suatu arah di tengah-tengah blok. Pete mengusap keringat di dahinya dan tersenyum. Mobil biru Gaspar terparkir di depan sebuah gedung apartemen kecil! Terpampang sebuah papan nama: APARTEMEN LYNDALE LANE. Anak-anak menyelinap sedekat yang mereka berani di seberang jalan, kemudian merunduk di balik pagar semak yang tinggi.

Dengan penuh minat mereka memandang Gaspar berbicara dengan ramai kepada seseorang melalui interkom apartemen. Mereka terlalu jauh untuk mendengar pembicaraan itu namun Gaspar jelas nampak marah. Tangannya bergerak-gerak penuh emosi dan ia berulang kali menekan tombol-tombol di interkom itu.

"Wah, siapapun yang tinggal di sana jelas tidak ingin ia masuk!" kata Pete.

"Lihat siapa yang datang," desis Jupiter.

Pete hampir-hampir tidak dapat mempercayai pandangannya. Pria Berpakaian Hitam! Pria itu mengenakan kemeja lengan pendek berwarna ungu dan dasi putih, serta topi hitam dan kacamata gelap yang biasa. Ia tiba di gedung apartemen itu dan berjalan menuju ke pintu depan. Ia nampak berbicara kepada Gaspar.

Jupe nyaris meledak penuh rasa ingin tahu. "Seandainya kita bisa mendengar pembicaraan mereka!" keluhnya. "Mungkin kita bisa lebih mendekat lagi."

Pete menggeleng. "Mereka jelas akan melihat kita. Satu-satunya mobil di depan apartemen itu adalah milik Gaspar. Mungkin..."

Ia terdiam ketika kedua pria itu berjalan keluar bersama. Mereka berhenti di depan mobil kecil milik Gaspar dan Pria Berpakaian Hitam menyerahkan sesuatu kepada Gaspar, kemudian berjalan menjauh. Anak-anak mengamatinya masuk ke mobilnya sendiri yang diparkir beberapa rumah jauhnya.

Sambil memasukkan benda kecil itu ke dalam saku, Gaspar St. Vincent masuk ke mobilnya dan mereka berdua pergi ke arah yang berlawanan -- Pria Berpakaian Hitam lewat tepat di depan Jupe dan Pete. Jupiter tidak ragu-ragu. Dengan mengambil resiko ketahuan, ia keluar dari balik pagar semak dan berlari-lari kecil di tepi jalan, cukup lama untuk melihat nomor polisi Pria Berpakaian Hitam. Dengan cepat diingatnya nomor itu.

"DLH 555," lapornya ketika tersusul oleh Pete. "Mungkin Chief Reynolds di Rocky Beach bisa membantu kita mengidentifikasi Pria Berpakaian Hitam yang misterius!"

Pete menganggukkan kepala ke arah pintu depan kompleks apartemen itu. "Mari kita lihat, siapa yang berbicara dengan Gaspar tadi."

Kedua anak itu berjalan ke pintu depan gedung kecil itu dan Pete menggerakkan jarinya menelusuri daftar penghuni. Terdapat empat nama dengan nomor interkom masing-masing.

1. ADRAGNA, R. #1113
2. KANE, H. #8216
3. VEBBELL, E.D. #0505
4. MOTT, H. #0915

Pete mengerutkan kening. "Aku tidak mengenali satupun dari nama-nama ini. Siapakah yang diajak bicara oleh Gaspar dengan penuh semangat tadi?"

"Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya," kata Jupiter muram. "Kita harus mengetuk pintu satu demi satu." Selama beberapa saat Jupe dengan cepat mengarang suatu cerita dan kedua anak itu mulai mengetuk. Lima menit kemudian mereka telah berbicara dengan semuanya kecuali KANE, H. di apartemen nomor dua. Semuanya sama sekali tidak dikenal oleh anak-anak.

Pete menuliskan alamat apartemen itu di telapak tangannya, kemudian menggaruk kepalanya dengan pen. "Menurutmu apakah Pria Berpakaian Hitam itu adalah H. KANE ini?"

"Suatu kemungkinan," kata Jupiter sambil berjalan ke sisi gedung. "Mari kita coba mengintip melalui jendela, siapa tahu kita akan melihat sesuatu yang dapat memberi petunjuk."

Kedua detektif itu menemukan jendela-jendela apartemen H. KANE. Hanya satu yang tirainya terbuka. Anak-anak meletakkan tangan mereka di kaca dan mengintip ke dalam.

Apartemen H. KANE sungguh berantakan. Sebuah meja penuh sesak dengan kertas dan tagihan terletak di balik jendela. Tumpukan majalah dan surat kabar dengan gambar kuda pacuan dan anjing balap teronggok di atas meja dan kursi.

"Sepertinya hari ini pembantu libur," kata Pete tidak terkesan.

"Itu majalah-majalah mingguan tentang pacuan," Jupiter memberitahunya. "Sepertinya Mr. Kane adalah seorang penjudi yang sering mengunjungi arena pacuan." "Lalu?" Pete mengangkat bahu. "Semua orang perlu hobi. Aku ingin tahu siapa Pria Berpakaian Hitam -- bukan apa yang dilakukannya pada waktu senggang!"

Jupiter berjalan keluar dan membuat tanda tanya besar dengan kapur putihnya di sebatang pohon di halaman apartemen. Ia memasukkan kapur ke dalam sakunya dan menyatukan telapak tangan dengan puas. "Coba kita lihat apakah Chief Reynolds dapat memberi tahu kita siapa orang itu, Dua. Mungkin DLH 555 sama dengan H. KANE!"


Bersambung aja ya....
Kepanjangan ntar artikel nya...

terima kasih sudah membaca...