[INDONESIA] Sebuah Mimpi Menuju eRI-1 dalam Ikatan Siratal Mustaqim

Day 927, 00:51 Published in Indonesia Indonesia by Bond Guevara

Seandainya Saya Presiden eIndonesia
Sebuah Mimpi Menuju eRI-1 dalam Ikatan Siratal Mustaqim

A Condolences For Timmy Reborn

.
.
.

Gelar eRI-1, sebuah gelar yang besar, sangat besar, yang membentang bagai Jembatan Siratal Mustaqim, jembatan yang lurus, dimana yang mampu menyeberanginya adalah orang-orang yang paling beruntung sedunia. Yang terjatuh akan terus terpuruk, terus menjerit tak karuan, terus meminta pertolongan dan karamah yang mustahil akan didapat, sebuah gelar yang meghadapkan seorang pemimpin kepada sebuah persimpangan, memilih bagi rakyatnya diantara dua jalan, yang satu adalah sebuah jalan menuju cahaya, dan yang lain adalah jalan menuju kegelapan.

Bagi saya yang sangat tolol dan hina ini, didepan peluru yang berdesing diatas daratan 5 benua, di depan lidah-lidah politikus yang terus bersilat dan menjlat, mengeluarkan kata-kata kotor dan najis, menggoyangkan tutur kata tentang sejarah, di depan pengusaha yang tak segan membeli peternakan, sebuah peternakan yang jauh di kedalaman hutan Kalimantan, hulu-hulu sungai Sumatera, padang rumput Sumba, sela-sela gua, masuk dari Tana Toraja, keluar di Minahasa, pantai-pantai yang indah ditengah-tengah lautan Pulau Banda, santai di pantai asyik mendengarkan lagu Rasa Sayang-Sayange yang baru kemarin sore aku baru dengar dari lidah-lidah kecil anak Melayu di televisi, Upin dan Ipin, Fizi dan Ihsan, Mail dan Jarjit, Mei-mei dan Susanti, di puncak gunung-gunung yang membentang di Irian, tegak menatap ke horizon langit, dari Mandala, dari Puncak Jaya, dari Cartenz, membalikkan badan menatap Sungai Membramo. dan dari hiruk pikuk lautan manusia yang singgah di Jakarta, dan di Bandung, Semarang lagi Jogja lagi Surabaya, dengan bodohnya aku berjalan di tengah Jembatan Suramadu, membayangkan tentang Jembatan Siratal Mustaqim, ya Jembatan Siratal Mustaqim, sebuah jembatan yang tak dapat dibayangkan panjangnya, yang lebarnya hanyalah seperti rambut yang dibelah tujuh bagian. Aku ingat dan berpikir.

.
.
.

"Buat apa saya ditunjuk sebagai pemimpin jika saya masih KACANGAN, TOLOL, HINA PULA?"

Aku masih ingat, beberapa kali tepatnya, ketika aku mendengar khotbah di masjid-masjid, membayangkan pada zaman dahulu kala, membayangkan seseorang yang hidup biasa walau penuh jabatan. Aku hanya ingin membayangkan Umar bin Abdul Aziz, yang saat diangkat menjadi khalifah berkata "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun" yang biasa didengar, saat Soekarno wafat, Soeharto mangkat, Ainun Habibie beristirahat, aku pasti mendengar kalimat itu, saat Mama Loren, Gesang, bahkan seseorang yang sekeji Noordin M Top sekalipun semua orang berkata "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun". Apakah menjadi pemimpin itu adalah kematian bagi yang memegangnya, setidaknya Arya Gunawan, kelapaijo, dan pemimpin-pemimpin lain yang telah tiada menjadi eArwah mungkin telah menyadari itu, atau mereka belum menyadari sama sekali?

.
.
.

Mungkin saja

Selama ini dari apa yang kemarin aku lalui, saat epic win di WA yang kemudian disusul dengan epic lost di tanah yang sama, atau mungkin saat skandal Slovakia, atau mungkin dari pengalaman dahulu yang kita lalui saat merajai lima benua, WSR, Karnataka, eUSA, dimana pada masa kejayaan itu aku masih belum eLahir, aku hanya memikirkan,

"Apakah menjadi ePemimpin adalah sebuah eKematian baginya?", "Apakah menjadi ePemimpin akan menjatuhkan kita dari Jembatan Siratal Mustaqim?"

.
.
.

Mungkin saja

Aku mengkhayal, andai aku jadi Presiden eIndonesia, aku tak perlu berambisi membawa eIndonesia kembali bangun dari 'tidur' panjangnya dan tegak diatas puncak tertinggi di lima benua, atau bermuluk-muluk membawa eIndonesia kedalam zaman kemakmuran, Pax Romana, seperti lagu Koes Plus, batang yang ditancapkan dapat berubah jadi tanaman, dimana setiap 1 IDR dihargai dengan 1 G. Aku hanya ingin berusaha membawa eIndonesia untuk kembali meniti jalan yang lurus, jalan Siratal Mustaqim, jalan yang membawa saya dan eIndonesia ke jalan yang dipenuhi cahaya, jalan yang dilalui Umar bin Abdul Aziz, yang membawa Umayyah ke zaman keemasannya, yang tak pernah memikirkan harta, tahta, wanita, hanya berpikir untuk melalui jalan Siratal Mustaqim, bukan jalan yang berkelak-kelok bagai kelok sembilan, jalan yang berkelak-kelok bagai lidah para wakil kita anggota DPR di RL, atau jalan-jalan yang dipenuhi dengan SETAN DAN BALA TENTARANYA yang penuh dengan kehancuran dan penderitaan. Aku juga hanya ingin berusaha mengakhiri kutukan seorang pemimpin, kematian, sebuah kutukan yang menjatuhkan kita dari jalan Siratal Mustaqim, jalur Siratal Mustaqim, jembatan Siratal Mustaqim. Aku bukan penganut paham Internasionalisme, juga bukan penganut Jinggo Nasionalisme. Aku bukan seorang agen sosialis, juga bukan agen nekolim. Aku hanyalah seorang MANUSIA.

Apakah apa yang aku khayalkan ini seperti khayalan seorang anak kecil, ataukah khayalan-khayalan yang lain, misalnya khayalan eAnjing, eKucing, eTikus, eKangguru, eKuda, atau yang terkenal, eSapi?

.
.
.
Barangkali

Ini hanyalah mimpi, hanya mimpi yang bisa kita jadikan kenyataan, bagaikan mimpi Mama Loren, atau mimpi Gesang, ataupun mimpi Noordin M Top, sebuah mimpi yang tak akan pernah bisa dibayangkan siapa siapa, sebuah mimpi untuk mengikatkan edunia dalam jembatan Siratal Mustaqim yang dilalui Umar bin Abdul Aziz, hanya dalam sebuah bond (ikatan)

.
.
.

Ini hanya sebuah mimpi, hanya mimpi, sebuah impian mustahil, atau bisa dibilang bisa saja mustahil, sebuah mimpi dimana seorang eAnak Manusia, berjalan, menuju sebuah takdir dimana ia akan menghadapi dua titian, titian menuju kegelapan yang pekat, dan titian menuju cahaya fajar yang terang, menerangi, dan menerangkan eDunia dan eAlam Semesta

INI BUKAN MIMPI BIASA, BUKAN HANYA MIMPI BIASA, HANYA TAK LEBIH DARI SEKEDAR MIMPI LUAR BIASA

INI HANYA SEBUAH MIMPI UNTUK MENGGAPAI TITIAN SIRATAL MUSTAQIM


..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
..........
.....................
................
...........
......
..

Inilah sebuah pesan perpisahan dari jakbondguevara yang tak butuh tampilan yang mentereng, vote yang bejibun, dan comment yang membanjiri, karena salah satu teman kita akan meninggalkan eDunia ini

.
.
.

Dan saya ingatkan pada semua
Jangan tangisi kepergiannya dengan tawa, canda, humor, dan semacamnya

Ada seorang teman yang akan meninggalkan kita semua

Apakah kita, WNeI tak paham tentang apa yang bernama "Situasi"?

Apakah kita, WNeI tak paham tentang apa yang bernama "Kondisi"?

Aku bukanlah seorang munafik, ataupun seseorang yang sok alim

Saya hanya mengingatkan

SEKARANG TEMAN KITA AKAN MENINGGALKAN EDUNIA INI, APAKAH KITA SEDIH, ATAU MENGIRINGI KEPERGIANNYA DENGAN TAWA DAN CANDA?


For all of Indonesian Citizens
ALL CONDOLENCES FOR TIMMYREBORN