[eHarSumDa] Kenali Sejarah Negrimu

Day 1,803, 15:12 Published in Indonesia Indonesia by Revip
Prolog:
Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih dan salut kepada Bapak Menteri Sosial dan Politik, Akbar Utomo, yang telah mengadakan Event Perlombaan Artikel Sumpah Pemuda. Karena dengan adanya perlombaan ini, membuktikan bahwa jajaran Goverment bulan ini masih memiliki respek terhadap hari besar di kehidupan Real Life kita, meski disini kita semua hanyalah memainkan sebuah game miniatur bernegara. Tulisan ini sengaja saya angkat tepat pada tanggal 28 Oktober 2012 (Waktu Indonesia), agar makna yang didapat dapat lebih mendalam, karena pada hari ini jualah kita semua memperingati Hari Besar yang menjadi momentum lahirnya persatuan dan kesatuan di Republik tercinta ini.




Sejarah Sumpah Pemuda



Sumpah Pemuda tentu bukanlah merupakan suatu hal yang asing bagi kita, semenjak kita duduk di taman kanak-kanak, kita semua mulai diperkenalkan dengan hari besar ini. Mungkin sebagian besar dari kita masih ingat, di taman kanak-kanak dahulu kita diajak untuk berkarnaval dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda. Memasuki tingkatan yang lebih tinggi, yakni Sekolah Dasar, kita semua mulai diajak untuk mengetahui seluk-beluk mengenai Sumpah Pemuda yang menjadi salah satu tonggak awal kebangkitan bangsa ini dalam menemukan jati dirinya. Memasuki tingkatan SMP dan SMA kita masih tetap diberikan wawasan mengenai kejadian ini. Dan kita semua mengalami pematangan dalam pemaknaan kejadian ini setelah memasuki tingkatan Universitas. Disini banyak dari kita yang mulai menemukan jati dirinya sebagai "Pemuda-Pemudi" dengan aktif didalam berbagai kegiatan dan organisasi kepemudaan baik internal maupun external kampus. Ketika menjalani itu semua, kita akhirnya bertemu dengan harta yang paling berharga dalam kehidupan sebagai seorang anak muda, Idealisme.

Semua itu mencapai puncaknya kala kita semua lulus dari bangku perkuliahan dan mulai berkecimpung di dunia kerja. Dengan bekal idealisme tinggi, harta karun kita, banyak dari kita mulai dihadapkan kepada dua pilihan yang saling bertolak belakang. Pertama, mempertahankan idealisme. Kedua, beralih karena urusan perut, dan menjadi seorang realis. Banyak orang yang mengalami fase ini, karena memang ini merupakan jalan hidup yang tak dapat dihindarkan. Khususnya didalam sebuah negara yang masih banyak rakyatnya mengalami kekurangan di 3 bidang pokok, sandang, pangan, dan papan.

Tak munafik, pada kenyataannya lebih banyak orang yang memilih pada opsi kedua terbanding opsi pertama. Urusan perut memang tak dapat kita kesampingkan. Tanpa mengenyampingkan Tuhan, toh itu memang faktor penentu hidup-matinya seorang manusia.

Namun jika kita mengingat mengenai Sumpah Pemuda yang sejak dahulu didoktrinkan kepada kita, mungkin kita dapat melihat permasalahan dan menentukan pilihan hidup dari sudut pandang yang lain.

Kita semua tahu sebelum adanya Sumpah Pemuda, bangsa ini berjuang atas nama daerahnya masing-masing. Kala itu jelas belum dikenal slogan "Bhineka Tunggal Ika". Seperti prinsip sapu lidi, para pejuang kita yang berjuang 'sendiri-sendiri' ini dengan mudahnya dikoyakan oleh penjajah di masa itu.

Peran sentral pemuda dalam didalam pergerakan kemerdekaan bangsa ini dimulai dari kemunculan Tirto Adhi Suryo (TAS), Bapak Pers Nasional, karakter ini diangkat secara mendetail oleh Pramoedya Ananta Toer di banyak bukunya sebagai Minke. TAS, memberikan sumbangsih besar dengan mendirikan surat kabar pribumi pertama di Negeri ini yang kontra-kolonialisme, Medan Prijaji, pada tahun 1906. Sebagai informasi, surat kabar yang beredar sebelum itu keseluruhan adalah pro-kolonial. Mungkin situasi yang terjadi dahulu hampir sama dengan era orde baru. Dimana kebebasan pers diberangus, mereka-mereka yang kontra dengan penguasa diberantas baik melalui cara halus maupun kasar.



Lahirnya Medan Prijaji ini bagai menyulut sumbu api pada sebuah dinamit. Semangat perjuangan rakyat Indonesia meningkat hebat. Seperti yang dituliskan oleh Pram didalam sebuah bukunya (saya lupa buku yang mana, yang pasti dalam Tetralogi Pulau Buru), pernah suatu ketika Medan Prijaji mengangkat kasus pembelaan terhadap pribumi, yang disana membuat geger penguasa (Kompeni). Medan Prijaji bukan hanya mengupas kebenaran sejati, namun juga sekaligus menjadi sarana advokasi bagi si lemah, yang di jaman itu ialah pribumi.

Dengan perannya sebagai corong suara rakyat, TAS dengan Medan Prijajinya berhasil menyulut api-api nasionalisme di sanubari rakyat pribumi. Dari hal tersebut, mulai bermunculan organisasi-organisasi kepemudaan seperti Boedi Oetomo, dan Syarikat Dagang Islam (Yang kemudian menjadi Syarikat Islam, dan terpecah menjadi SI Merah, salah satu cikal bakal PKI selain ISDV, dan SI Putih). Boedi Oetomo, seperti yang kita ketahui adalah organisasi pemuda pertama yang menjadi tolak ukur kebangkitan bangsa ini. Organisasi ini diprakarasi oleh para mahasiswa STOVIA. Sementara Syarikat Dagang Islam sendiri pada awalnya dibentuk sebagai organisasi yang mewadahi para pedagang Islam. Namun pada perjalanannya, semenjak bergabungnya TAS didalam organisasi ini, perlahan organisasi ini mulai jua melebarkan sayapnya pada urusan politik. Pada akhirnya semakin banyak organisasi kepemudaan bermunculan, namun satu sama lain memiliki batasan scoop yang berbeda-beda. Seperti Boedi Oetomo yang berisikan golongan "Priyayi", SDI pada awalnya hanya beranggotakan pedagang muslim pribumi, dan berbagai syarikat (organisasi) kepemudaan yang berasaskan kedaerahan (Jong Sumateraan Bond, Tri Koro Dharmo/Jong Java, hingga Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia yang dibentuk oleh para mahasiswa di Jakarta dan Bandung).

Sumpah Pemuda sendiri diawali oleh Kongres Pemuda 1 pada tahun 1926. Kala itu seperti yang telah disebutkan diatas, syarikat kepemudaan digabungkan oleh unsur kedaerahan. Kongres ini dihadiri oleh berbagai elemen pemuda dari seluruh Nusantara. Tabrani Soerjowitjitro, salah satu tokoh penting dari kongres pertama, peserta kongres pertama sudah bersepakat menjadikan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan. Akan tetapi, pada saat itu, Tabrani mengaku tidak setuju dengan gagsan Yamin tentang penggunaan bahasa melayu. Menurut Tabrani, kalau nusa itu bernama Indonesia, bangsa itu bernama Indonesia, maka bahasa itu harus disebut bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu, walaupun unsur-unsurnya Melayu. Keputusan kongres pertama akhirnya menyatakan bahwa penetapan bahasa persatuan akan diputuskan di kongres kedua. Sementara tujuan utama dari kongres ini adalah mendirikan gabungan perkumpulan pemuda sebagai wujud cita-cita kesatuan bangsa Indonesia. Jong Java sebagai salah satunya, kala itu berusaha merealisasikan hasil dari kongres ini dengan memprakarsai fusi berbagai perkumpulan pemuda menjadi 1 federasi. Setelah itu sempat diadakan pertemuan sebagai tindak lanjut penggabungan federasi-federasi pemuda tersebut pada tahun 1927, namun belum mencapai kesepakatan final. Hingga pada akhirnya pada tanggal 3 Mei 1928 kembali lagi diadakan pertemuan dan dilanjutkan pada tanggal 12 Agustus 1928. Dari kedua pertemuan terakhir itulah akhirnya diputuskan untuk menggelar sebuah Kongres Kepemudaan pada bulan Oktober 1928. Didalam pertemuan itu pula, diputuskan susunan kepanitiaan untuk Kongres Pemuda di bulan Oktober tersebut, antara lain:

1. Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI)
2. Wakil Ketua: R.M. Joko Marsaid (Jong Java)
3. Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Soematranen Bond)
4. Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)
5. Pembantu I: Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond)
6. Pembantu II: R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia)
7. Pembantu III: R.C.I. Sendoek (Jong Celebes)
8. Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
9. Pembantu V: Mohammad Rochjani Su'ud (Pemoeda Kaoem Betawi)

Susunan kepanitian tersebut terbagi rata berdasarkan federasi kepemudaan yang hadir, khususnya di rapat kedua bulan Agustus 1928.

Berdasarkan gagasan dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Kongres Pemuda 2 dilaksanakan di tiga tempat berbeda. Rapat pertama yakni pada tanggal 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJ😎. Dalam pidatonya Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis. Rapat tersebut lalu dilanjutkan di Gedung Indonesische Clubgebouw, sebagai rapat penutup. Rapat penutup ini penuh sesak oleh ribuan pemuda Nusantara. Kala itu, ketika hampir menjelang penutupan rapat, Muhammad Yamin yang kala itu dipercaya sebagai sekertaris Kongres ini mengedarkan secarik kertas kepada Ketua Konges, Soegondo Djojopuspito. Kertas tersebut kemudian diedarkan kembali kepada para peserta rapat yang lain. Tulisan di kertas inilah yang pada akhirnya kita kenal dengan nama Sumpah Pemuda. Inilah isi dari pesan magis yang hingga kini terpatri lekat didalam sanubari kita,



Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoewa
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.


Kemudian Konges Pemuda Kedua ini ditutup dengan syahdu oleh gesekan biola dari W.R. Soepratman. Lagu yang dibawakan oleh W.R. Soepratman ini pada akhirnya menjadi lagu kebangsaan dari negara kita tercinta, Indonesia Raya.

-Dari Berbagai Sumber



Implementasi Sumpah Pemuda Dalam Kehidupan Kini



Pada jaman penjajahan dahulu, keadaan serba sulit. Mungkin keadaan yang sulit dibayangkan oleh saya dan para pembaca kebanyakan. Ruang gerak kita untuk berekspresi amatlah terbatas, kontrol dari Pemerintah Hindia Belanda terasa begitu kuat. Memang didalam sejarahnya, ada beberapa Gubernur Hindia Belanda yang berperilaku "cukup lunak" kepada para intelektual pribumi. Namun tentu hal selunak-lunaknya, tetap mereka memprioritaskan kepentingan dari Kerajaan Netherlands sebagai induk dari Provinsi Hindia Belanda.

Point-point yang terdapat didalam naskah sumpah pemuda mungkin bukan lagi menjadi sebuah hal yang spesial bagi kita kebanyakan. Hal tersebut cukup wajar, karena kita hidup di jaman pasca kemerdekaan. Dimana negara ini telah terbentuk, dan kita tinggal menikmatinya.

Namun setelah kita membaca sejarah dari peristiwa Sumpah Pemuda, saya yakin banyak dari kita yang mendapatkan pemaknaan dari peran peristiwa tersebut kepada kita kini. Sumpah Pemuda tidaklah terjadi secara instan, butuh sebuah proses yang teramat panjang dari ketidak sengajaan trial and error yang dilakukan oleh para pejuang bangsa ini. Dahulu kala, ketika bangsa ini masih berjuang sendiri-sendiri, bangsa ini hanya menjadi seonggok cacing lemah yang dengan mudahnya diinjak-injak oleh penjajah. Prinsip kedaerahan yang mereka kenal dahulu dapat saya samakan dengan prinsip ideologi yang kini terpatri didalam sanubari masing-masing dari kita. Ada banyak pengorbanan dan kelegowoan dari para intelektual muda kita dahulu. Dalam segala keterbatasannya, para kaum intelektual dahulu mau untuk merelakan hidupnya demi kepentingan bersama, bukan kepentingan atau ambisi pribadi semata.

Salah satu tokoh yang saya angkat diatas, Tirto Adhi Suryo, merupakan contoh nyata dari seorang pemuda yang rela mengabdikan hidupnya demi kepentingan orang banyak. Tokoh tersebut adalah seorang anak priyayi yang memiliki masa depan teramat cerah namun mbandel. Masa depan cerah yang saya maksud ialah, sebagai seorang priyayi di jaman dahulu, berarti memiliki kedekatan khusus dengan penguasa. Diantar golongan pribumi yang dinistakan (karena masuk golongan terbawah dari 3 golongan), kaum priyayi mendapat porsi khusus yang setara dengan golongan tingkat dua, yakni golongan timur asing. Mereka lah yang kita ketahui menjadi para pemimpin daerah setingkat bupati di masa kini di jajaran pemerintahan Hindia Belanda. TAS pun memiliki hal tersebut, semasa kecilnya dia disekolahkan dengan para anak-anak Belanda dan juga golongan campuran (Belanda-Pribumi). Hingga ketika dia beranjak dewasa, TAS sempat diberikan sebuah jabatan strategis untuk mengurus kaum Pribumi se-Hindia Belanda. Namun dibalik itu semua, dia menentang Belanda secara frontal namun elegan. Dengan bakatnya sebagai penulis, TAS kerap kali melontarkan issue-issue anti-kolonial yang akhirnya membuat Gubernur Jenderal Hindia Belanda berang dan mengasingkannya ke Pulau Buru hingga akhirnya wafat disana. Hal ini mirip dengan keadaan banyak dari kita sekarang. Saya menyebut bahwa rata-rata dari kita ialah golongan priyayi masa kini. Kita semua mendapatkan kesempatan untuk menjalani pendidikan, hingga menjadi seorang intelektual muda. Dari hal tersebut, banyak dari kita yang mendapat kesempatan teramat besar untuk mendapatkan posisi/pekerjaan yang layak. Namun yang banyak terjadi kini, seperti yang saya sebutkan di bagian atas. Mayoritas priyayi masa kini lebih mementingkan diri sendiri dengan meninggalkan idealisme yang mereka miliki ketika memasuki dunia kerja. Padahal jika kita melihat dari penyakit pokok bangsa ini, demoralisasi, Indonesia membutuhkan golongan muda yang memiliki idealisme dan integritas tinggi untuk kembali membangun ulang fondasi bangsa yang dapat dibilang memasuki tahap kerusakan nyaris permanen. Dari sana, kisah TAS seharusnya dapat menginspirasi kita didalam kehidupan sehari-hari. Sebagai pemuda, diri kitalah sebagai rudal bangsa yang siap mengabdikan diri untuk Indonesia. Setidaknya bermanfaat dan tidak melebarkan virus demoralisasi kala kita memasuki dunia kerja.

Yang kedua yaitu sikap legowo dari para pemuda dijaman dahulu. Seperti yang telah disebutkan diatas, dahulu muncul berbagai organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan. Jika mereka mau, mungkin organisasi yang mewakili daerah masing-masing itu dapat berkembang pesat meski berjalan sendiri-sendiri. Sebagai contoh Jong Sumatera yang mewakili pemuda Pulau Sumatera. Bisa jadi jika mereka mau bergerak sendiri, Sumatera dapat terbebaskan dari penjajahan, dengan catatan wilayah lain tetap dalam kekuasaan Hindia Belanda. Namun mereka mau bersatu untuk satu nama Indonesia, hal ini yang tidak kita temui di Indonesia kini. Seperti yang kita ketahui bersama, di masa kini pun hadir banyak organisasi kepemudaan, baik yang pure bergelut dengan tujuan murni, maupun yang diboncengi oleh kekuatan politik tertentu. Namun sayang, banyak diantara organisasi ini yang disadari atau tidak, ternyata bertujuan untuk kepentingan golongannya semata. Tujuan murni yakni pemuda mengabdi untuk Ibu Pertiwi pada akhirnya ditinggalkan, karena kepentingan golongan yang tanpa munafik saya sebut lebih menguntungkan khususnya untuk "perkembangan diri" secara pribadi. Barang tentu ini pun merupakan penyakit yang harus kita hindari sedari kini. Dengan mendalami makna sumpah pemuda, seharusnya kita semua dapat kembali ke tujuan termurni kita sebagai pemuda/i Indonesia.

Terakhir, karena ini dalam konteks eRepublik. Saya mencermati seringkali kita semua tertular oleh bangsat-bangsat politikus di real life sana. Padahal banyak dari kita yang bermain game ini merupakan generasi muda, dari tingkatan termuda yakni sekolah dasar hingga yang telah menjadi seorang eksekutif muda. Dengan kedok agar game berjalan dinamis, tak jarang muncul aksi-aksi pendiskreditan kepada suatu pihak/golongan tertentu. Padahal jika kita mau melihat dari sudut pandang yang lain, eRepublik ini dapat kita jadikan sarana gratis untuk membuat diri menjadi personal yang lebih positif. Sebagai pemain kita disini dapat mengembangkan soft skill kita, seperti bersosialisasi dengan orang asing, belajar untuk membuat tulisan yang baik, atau mengerti seluk beluk perpolitikan secara menyenangkan (maaf war tak saya sebutkan, karena bagi saya itu merupakan fitur paling tak berguna didalam game ini untuk pengembangan diri di dunia nyata). Lagipula didalam game ini, kita sebagai agen-agen pemuda Indonesia dapat memperkenalkan negara kita tercinta ini kepada player lain dari seluruh dunia. Jadi alangkah lebih baiknya bukan, game yang pada awalnya hanya untuk kesenangan semata, kita olah menjadi sebuah sarana bermanfaat baik bagi pribadi maupun Indonesia?

Mungkin ini sedikit dari saya, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tentu tak lupa saya ucapkan,

SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA
Kita pemuda Indonesia, agen penerus kejayaan bangsa!


Salam,