Back to Back ... Spring Back Again.... Part 2

Day 5,267, 19:54 Published in Indonesia Indonesia by TMOHS

Mulai hari ini, tepat di Hari Kartini 21 April 2022, kembali beredar misi SpringBreakkkkkkkkkk.....

Bagaimana kawan kawan ? apa sudah maksimal endorse kalian.... ? yang pasti gaji naek terus.... liat aja di Job Market...

So sebagai bonus ... lanjutan cerita bersambung kembali hadir.... kali ini dengan judul Trio Penyamar Part 2



Trio Detektif - Trio Penyamar
oleh Mark Zahn
dialihbahasakan oleh FXRBDS

BAB V
TERTANGKAP BASAH
"Kau ditangkap!" seru Chief Reynolds penuh ketegasan.

Jupiter Jones berdiri diterangi cahaya terang dari senter, mulutnya terbuka, cahaya yang terang membuatnya tidak dapat melihat apa-apa untuk beberapa saat. Ia mengangkat tangan menutupi mukanya yang bulat dan berusaha keluar dari sinar yang membutakan itu. Bob muncul di samping Chief.

"Jupe!" serunya terkejut. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Chief akhirnya mengenali Jupiter. "Jones? Demi Tuhan, apa yang terjadi?!" tanyanya.

Penyelidik Pertama yang biasanya selalu tenang -- sering kali menimbulkan kesan sombong pada orang-orang yang tidak mengenalnya dengan baik -- kembali kehilangan kata-kata, dua kali dalam dua hari berturut-turut.

"Aku ... aku masuk lewat ... masuk lewat jendela ...."

Saat itu ruangan belakang The Mineshaft telah dipenuhi para petugas polisi anak buah Chief Reynolds. Mereka menyebar di ruangan, menatap Jupe penuh kecurigaan.

"Mudah-mudahan kau punya penjelasan yang sangat bagus, Anak Muda!" kata Chief tidak sabar.

Seorang polisi menemukan saklar dan lampu-lampu di atas kepala mereka menyala. Terdengar dengungan pelan ketika alarm dimatikan.

Jupiter menegakkan badan dan berdehem. Sudah jelas ia telah ditipu mentah-mentah oleh Jensen si polisi gadungan. Sekarang ia harus berpikir keras dan mengulang rentetan kejadian yang berujung dengan ditemukannya ia di dalam The Mineshaft -- sendirian -- dan memegang sebuah tas penuh uang!

"Semuanya bermula," ujarnya, "ketika Officer McDaniels digantikan oleh Officer Jense ...."

"Jensen?" tukas Chief Reynolds. "Siapa itu, Jensen?"

Jupe nampak agak kesal karena dipotong. "Saya akan sampai ke situ sebentar lagi," katanya. "Sekitar tengah malam ...." Jupe tidak sempat menyelesaikan penjelasannya karena dipotong sekali lagi ... kali ini oleh deringan bel yang lain lagi.

"Alarm lain!" seru Bob, menarik lengan Jupe.

Seorang polisi datang berlari dari arah depan toko. "Seseorang telah menyusup masuk ke toko minuman The Vineyard, dua gedung dari sini!" katanya penuh semangat. "Ia terjebak di dalam, kami telah menutup semua jalan keluar!"

Chief Reynolds membenamkan topi polisinya dalam-dalam di kepalanya dan berlari menuju pintu depan. "Ayo!" perintahnya. "Kau juga, Jones!"

Jupiter tidak perlu disuruh dua kali. Ia dan Bob berada tepat di belakang Chief ketika mereka berlari masuk ke dalam kabut malam, menuju toko minuman The Vineyard.

Mereka berhenti di depan pintu masuk dan bergegas menempelkan muka ke kaca jendela, berusaha mengintip ke dalam toko yang gelap. Chief Reynolds mengeluarkan sekumpulan anak kunci, mencari kunci induk yang dapat membuka semua toko di kota itu. Ia menemukannya dan memasukkannya ke lubang kunci. Ketika alarm tiba-tiba berhenti berbunyi, Chief berseru kepada pencuri yang terjebak di dalam toko.

"Aku akan menyalakan lampu dan masuk! Jangan bergerak! Berlututlah dengan tangan di belakang kepala!" Chief meraih pentungannya dan mulai bergerak masuk dengan penuh kewaspadaan. Ia berpaling ke arah Jupe dan Bob dan berbisik, "Kalian berdua diam di sini!"

Bob dan Jupe memandang teman mereka itu masuk. Mereka saling berpandangan dan tahu persis apa yang sedang dipikirkan yang lain.

Mereka harus tahu siapa pencuri itu! "Jangan sampai terlihat," bisik Jupe. Mereka berjingkat masuk melalui pintu yang terbuka ketika lampu-lampu ruangan menyala.

Anak-anak bergerak diam-diam, melihat seutas tali plastik tergantung dari lubang ventilasi di langit-langit ... suatu pemandangan yang mulai mereka kenal baik. Ketika mereka melihat si pencuri yang berlutut di lantai, mereka berseru serempak.

"Pete!"

Pete sedang berlutut dengan punggungnya ke arah mereka, tangannya di atas kepala. Ia menoleh ke kiri dan kanan, matanya terbelalak nyaris sebesar piring.

"Ini memang nampak seperti suatu pencurian namun bukan!" erangnya. "Aku telah ditipu! Ditipu mentah-mentah, Jupe! Sumpah!"

Chief Reynolds mengambil alih. "Geledah seluruh toko!" ia memerintahkan anak buahnya. "Bediri, Pete, dan beri tahu kami apa yang terjadi."

Pete berdiri dengan malu-malu dan terbatuk. "Kejadiannya begini ...."

"Sebentar, Pete," potong Jupe. "Rasanya aku bisa mengira-ngira apa yang telah terjadi." Ia berjalan mondar-mandir secara dramatis selama beberapa detik, mencubiti bibir bawahnya sambil berbikir keras. "Kau ada di atap bersama Officer Haines, kemudian datanglah seorang petugas polisi, seseorang yang belum pernah kau temui sebelumnya ...."

Seorang polisi menyentuh bahu Chief Reynolds, memotong deduksi Jupe. "Sir, kami menemukan Haines," ujarnya pelan, "ia terikat di atas atap."

"Tepat seperti dugaanku," kata Jupiter mengumumkan.

"Memang ada seorang polisi, Jupe!" kata Pete mengkonfirmasi. "Ia membawakan kopi panas untukku dan Officer Haines. Hal berikutnya yang kuingat adalah aku terbangun dua jam kemudian!"

"Kopi itu pasti telah dibubuhi obat tidur!" seru Bob. "Sungguh berbahaya! Pete bisa saja terjatuh dari atap!"

Pete nampak seolah-olah baru saja melihat hantu ... ia tidak pernah berpikir akan kemungkinan bahwa ia bisa saja jatuh dan cedera berat. Ia gemetar dan meneruskan ceritanya. "Ketika aku terbangun, Haines telah hilang. Aku mencarinya dan ketika tidak berhasil menemukannya, aku memanggilmu melalui radio, Jupe." Pete menunjukkan walkie-talkie-nya. Bob menatap alat itu dan mengerutkan kening.

"Kau takkan bisa memanggil siapapun dengan radio itu, Pete," kata Bob. "Lihat!" ia menunjuk ke bagian belakang alat itu. "Baterainya hilang!"

"Pantas saja kalian tidak menjawab!" seru Pete. "Yah, selanjutnya aku melompat ke atap sebelah dan kemudian sebelahnya lagi, yaitu atap The Vineyard. Saat itulah aku melihat jendela di atap terbuka dan seutas tali tergantung masuk ke dalam toko. Karena kalian tidak menjawab melalui walkie-talkie dan Officer Haines tidak kelihatan di mana-mana, aku memutuskan untuk berusaha menangkap si pencuri sendirian," kata Pete.

"Sungguh berani, Pete," kata Chief Reynolds, "namun juga sungguh berbahaya. Seharusnya kau berteriak saja dari atap."

Pete menatap sepatunya. "Saya rasa saya tidak berpikir jernih ketika itu," katanya. "Selanjutnya, aku turun melalui tali itu dan begitu kakiku menyentuh lantai, alarm berbunyi. Hampir saja aku terkena serangan jantung!"

Chief nampak muram. "Sudah jelas yang kita hadapi bukanlah pencuri biasa," ujarnya serius. "Seseorang berusaha keras menjatuhkan nama baik kalian, Anak-anak ... dan situasi mulai berbahaya!" Ia menatap Penyelidik Pertama yang gempal dengan tajam. "Mulai sekarang aku ingin kalian tinggal di rumah saja. Ini sudah menjadi urusan polisi sekarang!"

Jupe nampak murung. Lebih dari apapun ia benci menyerah di tengah-tengah sebuah misteri. "Tapi, Chief ...."

"Tidak ada tapi, Jupiter Jones," kata Chief tegas. "Kau tidak boleh meninggalkan rumah, mengerti?"

Bob, Pete, dan Jupiter mengumpulkan peralatan mereka dan keluar memasuki kabut malam, berjalan kaki menuju rumah masing-masing. Masing-masing berpikir bahwa akhirnya mereka mengalami kekalahan pertama sebagai detektif.

Selama itu sebuah sedan hitam diam-diam membuntuti anak-anak itu, seperti bayang-bayang seekor pemangsa.

BAB VI
JUPE CURIGA
Hari berikutnya anak-anak itu berkumpul di Jones Salvage Yard. Bob dan Pete duduk di sekeliling meja besar di dalam markas, wajah mereka muram. Bob membolak-balik halaman sebuah majalah tanpa tujuan tertentu sementara Pete duduk bertopang dagu.

Tiba-tiba kepala Jupe muncul dari Lorong Dua. Ia tersenyum ceria.

"Mengapa kau begitu gembira?" tanya Bob curiga.

"Pasti Bibi Mathilda telah membuat panekuk untuk sarapan," kata Pete, berusaha tertawa.

"Bibi Mathilda," kata Jupe, "memang telah membuat panekuknya yang telah terkenal di seluruh dunia untuk sarapan ... tapi bukan itu yang membuatku gembira," katanya dengan misterius.

Bob menyingkirkan majalah yang sedari tadi dibolak-baliknya. "Kita baru saja menemui kasus pertama kita yang tak terpecahkan dan kau bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa," katanya. "Ada apa?"

Jupe hanya setengah mendengarkan. Ia sibuk di bagian belakang karavan, mencari sesuatu di salah satu lemari kecil yang ada di markas.

"Aha!" serunya. "Ini dia!" Ia mengeluarkan alat penjejak yang dulu dibuatnya untuk sebuah kasus. Kotak logam kecil itu setiap beberapa saat meneteskan suatu cairan. Jika ditempelkan pada sebuah kendaraan dengan magnet kuat yang terdapat di baliknya, anak-anak tinggal mengikuti jejak cairan tersebut. "Kasus ini jauh dari 'tak terpecahkan'!" kata Jupe. "Bahkan kita mungkin lebih dekat ke pemecahannya daripada yang kita kira!"

"Apa?!" seru Bob dan Pete. "Chief Reynolds bilang kita tidak boleh ikut campur lagi!"

"Tidak tepat," kata Jupe dengan senyum simpul di mukanya yang tembam. "Ia bilang 'tinggal di rumah', secara spesifiknya AKU tinggal di rumah!" kata Jupe penuh kemenangan. "Ia tidak pernah bilang bahwa kalian berdua harus tinggal di rumah ... dan ia sama sekali tidak pernah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur!"

Bob dan Pete tahu dari pengalaman bahwa berdebat dengan Jupiter tentang sesuatu yang menyangkut daya ingat tidak ada gunanya. Daya ingat Jupe sangat hebat, ia dapat mengingat apa yang dikatakan orang-orang, kata per kata, dan dapat mengulanginya kapan pun perlu.

Bob dan Pete duduk tegak dengan bersemangat. "Apa yang ada di pikiranmu, Pertama?" tanya Bob.

"Aku sedang berbaring di ranjang semalam," kata Jupe antusias, "memikirkan kasus kita ketika aku menyadari bahwa ada satu orang di Rocky Beach yang akan memperoleh keuntungan besar dengan mencemarkan nama baik kita. Bahkan orang ini akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan lima ratus dolar, tepatnya!"

"Aku tidak mengerti," kata Pete.

Bob berpikir sejenak, lalu menjentikkan jarinya penuh semangat. "Maksud Jupe Leo Magellan, ahli sejarah kesenian yang bersama kita akan berbagi uang hadiah dari Klub Rotary!" seru Bob. "Tentu saja! Mengapa tidak terpikir olehku sebelumnya?"

"Tidak terpikir olehku juga, Bob, sampai tadi malam," jawab Jupe. "Seharusnya aku sudah harus menarik kesimpulan ini sejak awal," katanya, menyesali dirinya yang telah melewatkan sesuatu yang jelas.

Pete merasa akhirnya ia mengerti. "Jadi Magellan memfitnah kita dengan pencurian-pencurian itu, berharap dapat mencemarkan nama baik kita sehingga ia akan mengantungi seluruh seribu dolar hadiah itu, benar bukan?"

"Tepat sekali, Pete," ujar Jupiter. "Dan sekarang kalian berdua akan mengunjungi Museum Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Rocky Beach. Salah satu dari kalian akan menanyai Mr. Magellan sementara yang lainnya mengamati dari jauh untuk melihat apa yang terjadi ... dan kemudian membuntutinya seandainya ia pergi setelah ditanyai."

Bob menimbang-nimbang. "Menurutmu dia akan gugup dengan pertanyaan kita dan kelepasan bicara, Jupe?"

"Benar. Dan jika ia kelepasan, kita akan merekamnya di kaset!" Jupe mengeluarkan sebuah alat perekam kecil dari dalam laci di salah satu dari banyak lemari yang berjajar di salah satu dinding markas. "Nyalakan ini, Data, saat kau bicara dengannya. Aku berharap ia akan cukup marah atau, lebih mungkin, cukup arogan karena kita hanya anak-anak, dan kelepasan," kata Jupe menerangkan. "Maka kita akan punya cukup bukti untuk membersihkan nama kita!"

Pete nampak ragu-ragu. "Kedengarannya bagus, Jupe, tapi bagaimana jika Magellan tidak mau bicara apa-apa? Semua orang tahu ia benci anak-anak. Bahkan ia mungkin saja tidak memberi kita kesempatan sama sekali untuk bicara!"

"Menurut perasaanku, hanya dengan melihat kalian saja ia akan merasa ketakutan," kata Jupiter. "Salah satu dari kalian harus membuatnya bicara. Kita hanya akan menggunakan alat penjejak sebagai alternatif terakhir. Ingat, Chief Reynolds tidak ingin kita terlibat lebih jauh!"

"Apakah sebaiknya kami pergi sekarang?" tanya Bob.

"Jangan. Kita tunggu sampai menjelang waktu tutup museum sehingga kalian berdua dapat melihat ke mana ia pergi jika perlu," jawab Jupe.

"Baiklah," kata Bob. "Aku hendak pulang untuk beberapa jam kalau begitu. Aku berjanji pada ayahku untuk membantu membersihkan garasi hari ini."

"Baik," kata Jupe. "Sementara itu Pete dan aku dapat bekerja untuk Bibi Mathilda ... ia sudah berulang kali mengeluhkan tumpukan besar kayu di pojok pangkalan. Pasti ia akan terkejut jika kita mengerjakannya tanpa disuruh."

"Setelah makan siang dengan roti ham, kentang goreng, kue-kue, dan limun, tentu saja," kata Pete menyeringai.

"Tentu saja," kata Jupe setuju, menjilat bibirnya.

Ketiga anak itu berebut keluar dari karavan dengan perut keroncongan.

BAB VII
LELAKI PEMBENCI ANAK-ANAK
Hari telah siang ketika Bob mengayuh sepedanya kembali ke Jones Salvage Yard. Dengan gesit ia meloncat turun dari sepedanya dan mencungkil sebuah mata kayu yang terdapat pada salah satu papan pagar. Ia memasukkan jarinya ke dalam lubang dan menarik tuas yang membuka Gerbang Hijau Satu dan masuk ke bengkel Jupe di pojok pangkalan. Pete dan Jupe sudah berada di sana.

"Siap berangkat?" tanya Bob.

"Aku tidak mengerti mengapa aku yang harus bicara dengan orang ini!" gerutu Pete. "Bob lebih baik daripada aku dalam hal-hal seperti ini!"

Jupe sedang sibuk memasukkan sebuah kaset ke dalam alat perekam kecil. "Suatu latihan yang bagus, Dua," katanya, "pokoknya kau ingat saja untuk berdiri tegak, bicara dengan lambat dan jelas, dan bersikap seperti seorang dewasa menghadapi situasi semacam ini."

"Tapi apa yang harus kutanyakan kepadanya?" seru Pete, mengusap rambutnya dengan gugup.

Jupiter bersandar pada mesin cetak dan berpikir selama beberapa saat, memikirkan apa yang akan dikatakannya jika ia berada dalam situasi itu. Akhirnya ia menganggukkan kepala.

"Bilang saja, 'akhir-akhir ini banyak terjadi pencurian di daerah Rocky Beach ... apakah Anda sebagai seorang direktur museum khawatir karenanya, Mr. Magellan?' ... lalu lihat apa reaksinya. Lanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu dan lihat apa yang terjadi," Jupe menjelaskan dengan sabar. "Jika ia bereaksi -- dugaanku -- dengan penuh emosi, kita akan punya cukup bahan di dalam kaset ini untuk menuntaskan kasus ini sebelum matahari terbenam!"

"Aku masih tidak mengerti mengapa Bob mendapat tugas yang gampang!" Pete menggerutu.

"Dalam kasus berikutnya aku akan mengambil tugas yang kotor," Bob tertawa sambil mendorong sepedanya keluar melalui jalan rahasia yang sama. "Sekarang, mari kita pergi!"

"Aku selalu siap di samping telepon seandainya terjadi sesuatu," seru Jupe.

Bob mengangguk dan kedua detektif itu mengayuh sepeda mereka menuju museum kesenian. Mereka baru beberapa blok dari pangkalan ketika Bob menoleh ke arah Pete dengan raut wajah serius.

"Ada apa?" tanya Pete.

"Mungkin aku salah," kata Bob, "tapi sepertinya ada yang membuntuti kita!"

"Mana?" tanya Pete gugup. Sudah lama ia belajar dari Jupe bahwa sebagai seorang detektif mereka tidak boleh menoleh ke belakang untuk melihat apakah ada yang membuntuti ... itu sama saja memberi tahu yang membuntuti bahwa mereka tahu. Ia menunggu Bob memastikan kecurigaannya.

"Sebuah mobil hitam, kira-kira satu blok di belakang kita," kata Bob. "Aku menyadarinya ketika kita meninggalkan pangkalan tadi."

"Apakah sebaiknya kita lakukan aksi ban kempis?"

Bob mengangguk setuju. Aksi ban kempis adalah hasil rekaan Jupe untuk menghadapi situasi semacam ini. Pete menghentikan sepedanya dan meloncat turun sementara Bob berputar dan menunggunya memeriksa bannya. Pete memeriksa jeruji roda dan menekan-nekan ban depannya beberapa kali, memeriksanya dengan seksama, memberi kesempatan kepada Bob untuk melihat dengan jelas mobil hitam yang misterius itu.

"Kurasa ia tahu," kata Bob muram. "Ia berbelok di persimpangan. Marilah berharap ini hanya kebetulan."

*****
Beberapa menit kemudian kedua anak itu tiba di sebuah jalan dengan pepohonan di tepinya. Pemandangan dari jalan itu sungguh mengagumkan, sebuah bangunan besar dari batu dengan banyak pilar marmer. Sebuah air mancur yang sangat besar dengan dua malaikat terdapat di depan museum. Spanduk-spanduk berbagai warna mengumumkan pameran yang sedang berlangsung. Bob sangat menyukai museum. Ia dan Jupe sering mengunjungi beberapa museum kala sedang tidak ada kasus. Sebaliknya, Pete lebih memilih olahraga daripada seni dan hanya berkunjung ke museum jika ada perlu. Jika tidak ada apa-apa ia lebih suka berselancar atau menonton bisbol dengan ayahnya. Pete tidak dapat menemukan sesuatu yang lebih membosankan daripada sebuah museum!

Sambil berjalan mendekati anak tangga besar berwarna putih yang menuju ke pintu depan, Bob berbisik kepada Pete.

"Pete, lihat!"

Pete menatap ke arah yang ditunjuk Bob. Leo Magellan berada di tempat parkir museum, sedang keluar dari mobilnya.

Sebuah sedan hitam!

Direktur museum itu memasukkan kunci ke dalam sakunya dan bergegas menuju pintu samping museum. Ia nampak sangat kesal dan sambil berjalan ia bergumam kepada dirinya sendiri.

"Aku ingin tahu, ke mana ia pergi sesore ini?" tanya Pete keras. "Apakah menurutmu itu mobil yang sama, Data?"

Bob ragu-ragu. "Sukar dikatakan. Mirip memang."

"Mari segera kita selesaikan tugas ini," desah Pete.

Bob mendorong sepedanya menuju tempat parkir dan mengeluarkan alat penjejak dari keranjang yang terdapat di sepedanya. Pete memarkir sepedanya dan berjalan menuju pintu depan museum. Pete berhenti di anak tangga teratas dan berbalik menatap Bob. Bob memberi senyum yang menenangkan dan jempol teracung. Pete menarik nafas panjang.

"Lakukan apa yang akan dilakukan Jupiter," katanya pada dirinya sendiri. Ia menekan tombol perekam pada alat perekam yang dibawanya dan memasuki museum.

Di dalam ruangan yang besar suasana begitu sunyi seperti sebuah kuburan. Tulang belulang seekor Tyrannousaurus Rex yang nampak ganas menatap Pete dengan lapar sementara Penyelidik Kedua mencari Leo Magellan. Remaja berbadan tinggi itu menelan ludah dan berjalan dengan cepat. Ternyata ia tidak perlu bersusah payah mencari direktur museum yang pemarah itu, ia cukup mengikuti pendengarannya. Dari suatu tempat di lantai dua terdengar suara Magellan berseru marah kepada seseorang, suaranya yang tinggi bergema di dalam museum.

Pegangan tangga yang terbuat dari kayu oak terdapat pada salah satu sisi tangga. Sambil mengusap keringat di dahi, Pete meraihnya dan mulai menaiki tangga.

"Anak-anak!" seru Magellan. "Pasti anak-anak yang telah melakukannya! Dan kau menganggap dirimu petugas keamanan!" Pete mengitari sebuah sudut dan melihat Leo Magellan menggoyang-goyangkan jarinya di hadapan seorang lelaki dengan seragam dan rambut terpotong pendek. Di pinggangnya tergantung sepucuk pistol. Magellan adalah seorang lelaki yang sangat pendek dengan alis lebat berwarna hitam. Ia berteriak-teriak kepada si petugas keamanan yang mukanya memerah.

"Kita harus segera mengganti tali pembatas dengan sesuatu yang lain untuk menjaga agar para perusak itu tidak mendekati barang-barang yang dipamerkan! Untuk apa kugaji kau?"

Pete mendengar si petugas keamanan menggeramkan suatu jawaban dengan marah. "Bukan waktu dinasku! Jensen yang berada di lantai ini semalam!"

Jensen!

Pete berpikir keras. Nama itu lagi! Pete berdehem dan mendekati direktur museum yang sedang marah itu.

"Maaf, sir," Pete memulai.

"Nah, ini pastilah salah seorang dari mereka! Tangkap dia!" seru Magellan. Petugas keamanan berbadan besar itu mulai melangkah ke arah Pete.

"Tolonglah, sir, saya hanya hendak menanyakan beberapa hal," katanya memohon.

"Lantai dua ini sudah di luar batas, nak. Kusarankan kau segera pergi sebelum aku memanggil polisi," kata si petugas keamanan. "Kecuali, tentu saja, jika kau datang untuk mengaku."

"Apakah ada yang merusak benda-benda museum, sir?" tanya Pete, berusaha bersikap sedewasa mungkin.

"Seolah-olah kau tidak tahu," dengus Magellan. "Zaman sekarang anak-anak nakal akan melakukan apapun demi kesenangan mereka!" keluhnya. "Tapi aku tidak mengerti mengapa ada orang yang sampai hati menggambarkan tanda tanya pada jambangan dari Dinasti Won dengan cat semprot! Museum harus mengeluarkan banyak biaya untuk memperbaikinya!" Magellan mengacungkan jarinya ke arah Pete. "Siapa namamu, nak?" serunya, matanya yang lebar menyipit. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Pete mulai berjalan mundur menuju tangga. Ia tidak suka arah pembicaraan ini. "Saya dengar se-- seruan ...," katanya tergagap. "Saya perlu bi-- bicara dengan Anda, sir."

Museum direktur yang pemarah dan petugas keamanan yang bertubuh besar itu mendekati Pete. Anak itu tidak membuang waktu lagi. Pete berbalik dan duduk di pegangan tangga yang terbuat dari oak dan meluncur turun sejauh lima meter ke lantai satu. Kakinya sudah mulai berlari sebelum menyentuh lantai.

Kedua lelaki itu berlari menuruni tangga mengejar Pete namun sementara itu Penyelidik Kedua yang atletis itu telah berada di luar pintu dan berlari menuju sepedanya.

"Bob!" panggilnya. "Data ... di mana kau?" Tapi Bob tidak nampak batang hidungnya. Pete bergegas menuju tempat mereka memarkir sepeda.

Sepeda Bob hilang!

BAB VIII
TIDAK ASING LAGI TERHADAP BAHAYA
Bob menyaksikan Pete memasuki museum, lalu berjalan ke arah sedan hitam milik Leo Magellan di tempat parkir. Ia hendak menaruh alat penjejak. Kira-kira sepuluh meter lagi Bob akan sampai ketika tiba-tiba sebuah tangan membekap mulutnya dan sebuah suara kasar berbisik di telinganya, "Jangan ribut, nak, atau akan kupatahkan lehermu!"

Bob merasa tubuhnya diseret dengan kasar ke arah sebuah van tua berwarna putih. Van itu dipenuhi karat, pintu belakangnya terbuka seperti sebuah mulut yang lapar hendak menelan Bob! Ia meronta-ronta namun lelaki itu terlalu kuat. Putus asa, Bob menghentakkan dagunya ke atas dan menggigit tangan penyerangnya sekeras-kerasnya. Lelaki itu mengerang kesakitan. Bob berteriak sekuat-kuatnya.

"Tolong! Penculik! Tolong!"

Ia berusaha melepaskan diri. Namun penculiknya terlalu cekatan dan meremas pergelangan tangan Bob seperti penjepit. Bob meringis kesakitan.

Ia hanya punya beberapa detik untuk menyusun rencana. Seperti biasa ia berusaha memikirkan apa yang akan dilakukan Jupe jika berada dalam situasi yang sama. Tanpa ragu-ragu, Bob melemaskan tubuhnya dan berpura-pura pingsan, ia melorot ke jalan. Diam-diam ia menempelkan alat penjejak ke bemper van itu dan mengaktifkannya. Ia dan Pete sering kali menggoda Jupe karena ia terlalu pintar namun mereka sering kali pula harus berterima kasih atas penemuan-penemuan Jupe.

Ketika penculiknya meraih bajunya dan melemparkannya dengan kasar ke bagian belakang van, Bob berusaha mengintip wajah penyerangnya melalui kelopak matanya. Pria misterius itu mengenakan masker ski namun Bob dapat melihat bahwa tubuhnya besar dan berotot.

Pintu dibanting hingga tertutup dan Bob berada di dalam kegelapan di dalam van. Ia dapat merasakan bahwa ia terbaring di atas terpal dan ada beberapa kotak yang sepertinya berisi peralatan di sekitarnya. Detektif yang bertanggung jawab atas catatan dan riset itu bergegas meraba-raba isi kotak-kotak itu, berusaha mencari sesuatu untuk digunakan sebagai senjata atau alat pencongkel pintu.

Ia hanya dapat berharap bahwa Pete akan melihat jejak yang ditinggalkannya dan menebak apa yang telah terjadi. Tapi Bob segera menyadari bahwa Pete akan mencari jejak dari mobil Magellan. Bob merasa panik. Mungkinkah Pete mengetahui bahwa Bob telah menempelkan alat penjejak pada mobil yang lain? Ia memaksakan dirinya untuk tenang. Jupe selalu mengatakan bahwa kehilangan akal sehat dalam situasi tertekan adalah hal paling buruk yang bisa dilakukan seseorang!

Tetap tenang adalah kuncinya. Dan lagipula, Bob Andrews tidak asing lagi terhadap bahaya. Ini bukanlah kali pertama ia terjebak. Sebelum ini ia selalu berhasil keluar dari situasi bahaya dan ia akan keluar dari yang saat ini dihadapinya pula ... seandainya saja ia bisa tetap tenang.

Setelah berhasil meyakinkan dirinya, Bob kembali mencari-cari dengan sikap yang berbeda. Tangannya menemukan suatu alat yang terasa seperti sebuah kunci pas besar. Ia merasa bisa tersenyum. Nanti jika penjahat itu membuka pintu, ia akan mendapatkan kejutan besar!

Bob merasa van itu melambat. Hatinya berdebar kencang. Mobil itu terasa mendaki, kembali ke posisi rata, dan berhenti. Bob mendengar pintu terbuka dan tertutup kembali, kemudian langkah-langkah menuju pintu belakang van. Ia menggenggam senjatanya erat-erat dan bersiap untuk bertempur!

Pintu van itu tiba-tiba terbuka dan cahaya terang menimpa mata Bob ketika ia mengayunkan senjatanya sambil keluar.

Namun Bob merasa hatinya mengkerut ketika melihat bahwa penculiknya mempunyai refleks secepat kilat dan menguasai suatu ilmu bela diri.

Penculik itu menangkap kunci pas yang terayun dengan tangan kosong dan merampasnya dari genggaman Bob hampir-hampir tanpa usaha. Kemudian kakinya terayun seperti kilat dan menyapu kaki Bob. Bob terjatuh berdebam, nafasnya serasa terputus.

Selagi ia berusaha menarik nafas, ia menyadari sesuatu. Orang ini sangat kecil. Orang yang menculiknya bertubuh besar dan berotot. Pasti ini rekannya!

Setelah matanya terbiasa akan cahaya, ia melihat bahwa ia berada di sebuah garasi di depan sebuah gudang yang terbengkalai. Cahaya matahari lenyap ketika pintu garasi yang besar tertutup. Seorang lelaki Asia bertubuh kecil, kira-kira setinggi Bob, berdiri di hadapannya. Lelaki itu mengenakan pakaian hitam, ia menyeringai keji, menampakkan gigi-gigi yang kuning dan tidak rata.

"Kupu-kupu terjebak di sarang laba-laba," katanya dengan bahasa Inggris yang buruk. "Kini kita menunggu laba-laba untuk kembali." Lelaki Asia itu tertawa kejam dan mendorong Bob melalui suatu koridor ke sebuah ruangan kecil dengan tulisan "Kantor" di pintunya. Ruangan itu benar-benar kosong.

Si pria Asia menggenggam pundak Bob, membuatnya berhenti. Tanpa berkata-kata ia meletakkan sebuah kaleng cat semprot ke dalam genggaman Bob dan dengan cepat menariknya kembali. Bob lalu didorong masuk dengan kasar ke dalam ruangan itu, pintu terbanting tertutup di belakangnya. Bob tidak perlu lama-lama berpikir untuk menyadari mengapa si pria Asia memberinya sebuah kaleng cat semprot dan mengambilnya lagi. Dinding-dinding ruangan itu penuh dengan lukisan cat semprot. Tepatnya, tanda tanya! Dan kini sidik jarinya ada di kaleng cat!

Bob Andrews menyadari sulitnya situasi yang dihadapinya dan tanpa membuang waktu lagi mulai memeriksa tempat ia terkurung. Dinding ruangan itu menjulang ke langit-langit setinggi lima meter. Satu-satunya jendela terletak tiga meter di atas lantai, di luar jangkauan Bob. Lantainya sendiri dari beton dan tanpa retakan. Sepertinya tiada harapan bagi Bob dan ia terduduk di lantai, merasa kalah.


bersambung