[CERPEN] PENGHIANAT YANG BUDIMAN???

Day 1,106, 00:27 Published in Indonesia Indonesia by Stephanus N
Menilik beberapa artikel yg menyebut rebel adalah penghianat, ijinkan saya mengcopy salah satu naskah drama ciptaan Agus Noor yg terkenal dan dimainkan oleh Butet, lalu disesuaikan dengan keadaan di game ini, mohon dibaca baik-baik karena salah pemahaman dapat menyebabkan kanker, kelainan pada janin, dan menjadi maho akut!!

=================================================

Seorang pengkhianat mendadak muncul di kantor peradilan. Ia menyerahkan diri minta ditangkap. Beberapa petugas jaga – yang sebagian lagi ngobrol sambil nonton telenovela di televisi, dan sebagian lagi asyik main domino – langsung tergeragap kaget.

‘’Tolong tangkap saya,’’ pengkhianat ternama itu kembali bicara sambil mengulurkan kedua tangannya seolah-olah minta diborgol. Para petugas jadi langsung gemeteran. Apa tidak salah?

‘’Saya ingin jadi pengkhianat yang baik dan benar,’’ kata pengkhianat itu, sambil memandangi para petugas yang terheran-heran – juga agak ketakutan.

Tentu saja peristiwa itu langsung jadi berita besar. Puluhan wartawan segera mengerubungi sang pengkhianat. Dan pengkhianat itu pun langsung memberikan pernyataan-pernyataannya.

‘’Saya ingin memberi contoh kepada rekan-rekan pengkhianat lain, tak baik melarikan diri. Lebih baik duduk tenang di pengadilan. Kalau pingin sembunyi, bukankah persembunyian paling aman bagi pengkhianat justru ada di pengadilan. Kita nggak bakalan diperlakukan macam maling ayam.’’

Sejenak ia tersenyum, ketika kamera meng-close up wajahnya.

‘’Jadi bapak tidak akan membantah kalau Bapak disebut seorang pengkhianat?’’ cecar wartawan.


“Saya hanya ingin meluruskan anggapan keliru, yang menyatakan pengkhianat macam saya tak lebih benalu bangsa tak berguna. Pengkhianat macam saya jelas aset bangsa. Kamilah yang menggerakkan roda perekonomian. Karena kami para pengusaha oportunis bisa menjual food dengan harga mencekik, karena kami tanker-tanker yang jadi zombie akhirnya menjadi aktif lagi, karena kami orang-orang yg bermental lemah menjadi tahan banting. Kita memang berbeda, tapi bukan benalu macam para juragan sapi di eindo dan pengusaha oportunis. Saya tak memakai dana Negara untuk kepentingan pribadi. Hanya karena di BF terlihat nama saya, itulah yg membuat perbedaan, jadi terlihat sepertinya kami yang paling tak beradab.

‘’Bagaimana dengan para pencaci-maki yang terus membuat artikel menuntut semua pengkhianat, Pak?’’

‘’Naif, bila pencaci-maki terus menuntut pengkhianat pindah-kewarganegaraan. Nanti malah repot mesti bikin buuanyak artikel spam. Percayalah, lebih banyak artikel bermutu yang pantas dibaca daripada artikel caci maki untuk kami. Kalau penghianat itu disuruh pindah kewarganegaraan, sebagian besar warga eindonesia akan pindah. Bukankah juragan sapi juga layak disebut penghianat? Kalau 1 sapi menghabiskan 5 IDR dana Negara, kalau 5000 sapi sudah menghabiskan 25rb IDR, itu sebanyak 600-an G, bayangkan betapa benalu-nya mereka??

Ia tersenyum, begitu yakin.

‘’Itu namanya menyapi yang munafik dan berjamaah. Kita hanya menyalahkan yang terlihat jelas, tetapi untuk yg lainnya kita terdiam membisu, bahkan ikut melakukan.
Karna itulah, memberantas penghianat sama saja menggulingkan gerbong-gerbong demokrasi. Itu berbahaya, Sebagai pengkhianat yang baik, tentu saja saya tak ingin itu terjadi. Saya pengkhianat cinta damai.’’

Para wartawan jadi ramai. Terus mendesak dan berebut ingin maju. Beberapa aparat segera tanggap, dan memberi ruang agar pengkhianat itu tidak terlalu terdesak. Tapi para wartawan terus saling dorong. Suasana kian ramai ketika serombongan demonstran muncul dan mulai berteriak-teriak menghujat. Tapi Pengkhianat yang kini dikawal beberapa aparat itu tetap tenang, tersenyum ke arah para demonstran.

“Tolong…, jangan terlalu pojokkan kami. Kalau soal unjuk kekuatan, kami juga bisa memulai Resistance War. Pikirkan, bila seluruh pengkhianat (Para Rebel, Juragan Sapi, Pengusaha Oportunis) di negeri ini menggelar aksi mogok — 1 hari saja! Dari kantor kelurahan sampai Istana Negara, pasti mendadak sepi. Pelayanan publik terhenti. Birokrasi macet. Pabrik-pabrik tak berproduksi. Semua departemen kosong. Jangankan ngurus surat atau bikin KTP, WC Umum saja mungkin nggak ada yang ngurusi. Karena semua pengkhianat mogok, seperti Lakon Lysistrata ketika seluruh perempuan memboikot laki-laki. Kalian akan pusing sendiri. Kalian akan melihat betapa berkuasanya kami. Kami ada di tiap sendi negeri ini. Bagaimana cara kalian membasmi? Kalian seperti mengamputasi tubuh sendiri.’’

Kata-kata itu bagai sihir yang mampu merenung semua yang hadir hingga terdiam.

‘’Karena itu, marilah kita hidup rukun berdampingan dengan damai. Yang pengkhianat dan gak pengkhianat, apa sih bedanya? Emha Ainun Nadjib bilang, kesalahan hanyalah kebenaran yang tertunda. Maka yang nggak menyapi pun hanya soal kesempatan yang tertunda. Pengkhianat atau bukan, menyitir si jalang Chairil Anwar, semua akan dapat tempat, semua akan dapat giliran.

Karena dari pada itu, marilah kita mulai belajar menerima kenyataan, betapa berkhianat memang sudah menjadi suatu yang menyenangkan di republik ini. Anggap saja pengkhianat itu sebagai bagian dari kehidupan kita di eindonesia ini: sudah NBI dibanned, eh banyak pula pengkhianatnya. Atau ini ibarat kita masuk lokalisasi. Sudah bayar, terkena rajasinga pula!’’

Terlihat pengkhianat itu berdiri gagah, terlihat yakin dan mantap.

‘’Saya tidak malu mengakui kalau diri saya memang pengkhianat. Saya malah bangga bisa mengaku begitu. Seperti terlepas beban saya. Sekarang saya jadi bisa lebih rileks. Saya siap dicaci-maki dengan cara sebenar-benarnya…’’

Seluruh negeri geger. Sebagian besar orang mencacimaki pengkhianat itu. Demonstrasi menentangnya digelar. Tapi banyak juga yang memuja pikiran dan kejujurannya. Walhasil, nama pengkhianat itu pun makin melambung, makin popular. Para pakar memandang sinis, karena pengkhianat itu dianggap cari sensasi murahan.

‘’Saya tak cari sensasi dengan semua ini,’’ katanya saat jadi narasumber talk show di stasiun televisi. ‘“Saya justru ingin memberikan tauladan, bahwa pengkhianat pun bisa menjadi seorang yang budiman. Kalau pun maling, dia maling yang budiman. Seperti Robin Hood. Atau jadi Zoro, kalau sebagai pengkhianat kita kian peduli pada wong cilik. Karena siapa lagi yang akan memperhatikan wong cilik? Sebab partai-partai politik tak pernah mikirin nasib wong cilik yang terus-menerus terpuruk dalam tingginya harga food dll.
Karena itulah, wahai para pengkhianat yang beriman, marilah kita tingkatkan amal dan taqwa kita dengan membantu negeri ini, supaya makin terbenam dalam keterpurukan dan kemiskinan lahir batin. Negeri ini tak bisa diselamatkan, kecuali dengan mempercepat proses pembusukan. Pengkhianat macam kita mesti mendukung proses itu. Bila tidak, negeri ini akan terus nggak jelas seperti ini.

Ini negeri seolah-olah, seperti dikatakan Parakitri T Simbolon. Semuanya jadi serba seolah-olah dan seakan-akan. Seolah-olah demokratis. Seolah-olah negeri keramat yg tidak bisa dijajah. Seolah-olah nasionalis. Seolah-olah intelektual. Seakan-akan menteri, padahal pengusaha busuk. Seakan-akan penyair, padahal setengah pengangguran. Tak heran, seorang yang sudah resmi menyandang predikat pengkhianat pun, masih bisa berpenampilan tenang penuh senyum mirip rohaniwan.’’

‘’Anda terlalu melebih-lebihkan,’’ potong moderator acara talk show itu dengan nada marah. ‘’Anda juga seolah-olah menempatkan pengkhianat sebagai sesuatu yang penting!’’.

Dengan kalem pengkhianat itu menjawab. ‘’Marilah, mulai saat ini kita lebih menghargai pengkhianat sebagai pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa tapi banyak harta yang berjasa mempercepat proses pembusukan seluruh sampah negeri ini. Anggap saja ini proses evolusi untuk menghasilkan pembuahan: munculnya tunas-tunas pengkhianat yang lebih bertanggungjawab terhadap nasib bangsanya.’’

=================================================================

Semoga ini mencerahkan bahwa penghianat itu bukan cuma para rebel-ian , tapi juga banyak benalu-benalu yang lebih besar pengaruh-nya untuk menghancurkan sendi-sendi negara ini.

Stephanus N
Tetap di pihak Kiri