Edisi No:02 /Juli /2018 Mengangkat Kisah Panglima Besar Jendral Soedirman

Day 3,882, 05:42 Published in Indonesia Bulgaria by AG. BLS

Selamat Malam,dini hari,pagi,siang sore kembali malam lagi(waktu indonesia nyata/WI😎hehehe...Rencana semula KSI akan menerbitkan koran edisi ke-2 besok siang hari Minggu tanggal 08 Juli 2018 Wib. Tapi karena berhubung jadwal acara keluarga pada hari minggu besok dari pagi jam.08.00 sampai dengan sore hari terbilang padat merayap, hehehe kaya arus balek lebaran 2018 aja ya.., KSI edisi 02/Juli/2018 saya majukan terbitnya sekarang. Saya mewakili semua crew dan team KSI minta maaf yang sebesarnya. Bila dalam penulisan dan isi editan koran edisi ini ada kata ato kalimat yang di perjelas tapi cara memahami bahasanya dari daerah masing-masing berbeda.Dan semua isi dalam edisi koran ini sama sekali tidak ada yang saya rubah,hanya beberapa kalimat dan kata yang di perhalus serta di perjelas biar semua para pembaca dan pelanggang koran ini bisa memahami semua isi yang terkandung di dalamnya.sekian dari saya

Semoga edisi ini sangat bermanfaat dan berguna buat semua warga ERepublik eIndonesia yang membacanya di manapun berada.Tidak lupa kami juga menyediakan bingkisan makanan geratis buat yang berkomentar di edisi ini.
Setiap Komentar dari masing-masing eWarga ini akan mendapatkan 200-Q2 food yang akan saya kirimkan langsung pada saat saya aktif di game ini.Dan kami menyiapkan sekitar 6000-Q2 Food buat eWarga Erepublik Indonesia yang berkomentar.
Jangan lupa Vote/Subscribnya buat koran KSI edisi ini.


Kisah Panglima Besar Pejuang yang Bersahaja ( BAG.I)


Beliau mungkin telah menjadi ikon: sepotong jalan utama dan sebuah kampus ( UN ) Universitas Jendral Soedirman di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah telah menggunakan namanya. Raut wajah lelaki tirus itu pernah tertera pada sehelai uang kertas pecahan(2.1/2 rupiah/Seringgit).
Di Jakarta, tubuhnya yang ringkih diabadikan dalam bentuk patung setinggi 6,5 meter di atas penyangga 5,5 meter. Menghadap utara, dibalut jas yang kedodoran, ia memberi hormat–entah kepada siapa.
Mungkin, hanya sedikit cerita yang kita ingat dari Panglima Besar Jendral Soedirman–sedikit kenangan dari buku sejarah sekolah menengah. Ia panglima tentara yang pertama (sekarang TNI ), orang yang keras hati. Ia pernah bergerilya dalam sakit yang amat akut–tuberkulosis menggerogoti paru-parunya.
Sejak ia remaja, orang segan kepadanya: karena alim, dia dijuluki kaji(Haji). Ia aktif dalam gerakan (HW)Hizbul Wathan–kepanduan di bawah payung Muhammadiyah.
Dipilih melalui pemungutan suara sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat/Angkatan Perang Republik Indonesia pada 12 November 1945, Bapak Soedirman figur yang sulit dilewatkan begitu saja. Ia mungkin sudah ditakdirkan memimpin tentara.
Dengan banyak pengalaman, tak sulit baginya terpilih sebagai panglima dalam tiga tahap pengumpulan suara. Dia menyisihkan calon-calon lain, termasuk Jendral Oerip Soemohardjo–kandidat lain yang mengenyam pendidikan militer Belanda.

Kisah Seorang Perokok Berat (BAG.II)

Bapak Jendral Soedirman adalah seorang perokok kelas berat. Ia merokok sejak remaja. Rokok kreteknya tak bermerek, tingwe alias nglinthing,dewe artinya meramu sendiri. Sepulang bergerilya, kondisi kesehatan Bapak Jendral Soedirman memburuk. Ia masuk Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, 63 tahun, putra bungsu Soedirman, ingat cerita ibunya, Siti Alfiah, bagaimana saat sakit bapaknya tetap ingin merokok.”Bapak dipaksa berhenti merokok oleh dokter. Karena perokok berat, Bapak tak bisa benar-benar meninggalkan rokok. Bapak meminta Ibu merokok dan meniupkan asap ke mukanya(wajahnya).”
Menurut Teguh, belakangan ibunya menjadi perokok. “Barangkali terdengar konyol, tapi Ibu berprinsip menaati perintah Bapak,” katanya.
Pada Ahad pagi, 29 Januari 1950, setelah lama terkulai lemas sejak Oktober di rumah peristirahatan tentara di Magelang, mendadak wajah Soedirman tampak cerah. Pagi itu,Jend Ahmad Yani, Jend Gatot Soebroto, serta beberapa petinggi militer dan sipil hadir. Tidak diketahui apa yang dibicarakan.

“Waktu itu, menurut Ibu, tiba-tiba terdengar suara kaleng dan botol pecah mendadak. Bersamaan dengan itu, bendera Sang Merah Putih di halaman depan melorot setengah tiang. Sampai Ibu bilang ke beberapa pengawal, ’Ah, itu hanya angin’.”
Setelah salat magrib, sebagaimana didengar dari Alfiah, Bapak Jendral Soedirman memanggil istrinya ke kamar. Di dalam, dia berkata, “Bu, aku sudah tidak kuat. Titip anak-anak. Tolong aku dibimbing tahlil.” Alfiah menuntunnya mengucap Laa Ilaha Illallah, dan Bapak Jendral Soedirman mengembuskan napas terakhir.

Asal-usul Keluarga Bapak Jendral Soedirman (BAG.III)

Panglima Besar Jendral Soedirman lahir pada Senin Pon, 18 Maulud 1846 dalam almanak Jawa(Penanggalan jawa) atau 24 Januari 1916 di Dukuh Rembang, Desa Bantar Barang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Purbalingga. Ia lahir dari rahim Siyem, wanita asal Purwokerto, istri Karsid Kartoworidji, seorang pekerja pabrik gula. Soedirman diurus dan tinggal di rumah asisten wedana di Rembang, Raden Tjokrosoenarjo dan istri Toeridowati. Bayi laki-laki itu diberi nama Soedirman.
Nama itu diberikan ayah angkatnya, Raden Tjokrosoenarjo, asisten wedana di Rembang, Purbalingga. Sejak lahir, ia memang langsung diurus dan tinggal di rumah pasangan Tjokrosoenarjo dan Toeridowati. Data Pusat Sejarah Tentara Nasional Indonesia menyebutkan, istri Tjokrosoenarjo adalah kakak kandung ibunda Soedirman. Sejak Soedirman masih di dalam kandungan, Tjokrosoenarjo sudah meminta izin bu Siyem agar kelak bisa merawat kemenakannya itu.
Setelah Soedirman berusia delapan bulan, Tjokrosoenarjo pensiun dari jabatannya. Berbekal duit pensiun 62,35 gulden (Rp.487 489,55 rupiah. 1 Guelden=7.818,60 Rupiah Indonesia) ia memboyong keluarganya, termasuk Soedirman dan orang tuanya, pindah ke sebuah rumah sederhana di Kampung Kemanggisan, Kelurahan Tambakreja, sebelah selatan pusat Kota Cilacap, Jawa Tengah. “Jadi, Bapak cuma numpang lahir di Purbalingga, lalu kehidupannya berlanjut di Cilacap,” kata Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, anak bungsu Soedirman, saat ditemui Tempo awal Oktober tahun 2012 lalu.
Teguh bercerita, "selama ini banyak buku dan literatur digital di dunia maya menulis ngawur(Asal menulis) soal asal-usul keluarganya. Dari sekian banyak buku tentang ayahnya (Bapak Panglima Besar Jendral Soedirman), Teguh hanya percaya pada buku berjudul Doorstoot naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer karya wartawan senior Julius Pour terbitan 2005.
“Walau bukan buku biografi Bapak, ceritanya cocok semua dengan cerita Ibu,” ujar bungsu dari sembilan putra-putri pasangan Soedirman dan Siti Alfiah itu.
Soal asal-usul keluarga sang Panglima Besar Jendral Soedirman, Teguh mengatakan, berdasarkan pernyataan keluarga, Bapak Jendral Soedirman merupakan anak kandung Tjokrosoenarjo, Asisten Wedana Rembang, bukan anak angkat seperti yang selama ini tertulis di berbagai buku sejarah. “Belum ada satu pun buku yang menulis soal ini (versi keluarga),” katanya.
Tjokrosoenarjo wafat saat Soedirman masih menempuh sekolah guru di Cilacap pada sekitar 1936. Ia mewariskan seluruh hartanya kepada anak tunggalnya itu.
Siti Alfiah, istri Bapak Jendral Soedirman, beberapa kali berusaha meluruskan soal data sejarah ini, tapi selalu kandas. Janda dari Bapak Jendral Soedirman itu pernah berupaya meluruskannya pada 1960-1970-an. Namun, pihak Pusat Sejarah ABRI kala itu malah mengesahkan secara resmi sejarah orang tua Soedirman yang masih kontroversial tersebut lewat pengadilan. “Tapi aneh karena tak ada satu pun anggota keluarga yang diundang,” ujar Teguh.
Bagi Teguh, ibundanya adalah satu-satunya orang yang tahu persis soal riwayat sang Jenderal Besar. Sebab, semua dokumen yang berkaitan dengan Bapak Jendral Soedirman telah dilenyapkan demi kepentingan keamanan sebelum ia berangkat bergerilya.

Menurut Teguh, sejarawan Anhar Gonggong pernah memberinya saran agar ia menuliskan semua riwayat Soedirman dari sudut pandang dan pengakuan keluarga. Namun, hingga kini dia belum pernah mencoba melaksanakan saran Anhar itu.
“Yang jelas, Bapak itu pahlawan nasional. Jasanya banyak, perlu jadi teladan bangsa ini. Itu saja cukup,” ucap Teguh.

Bersambung di hari minggu berikutnya...., terima kasih.
Pendukung Utama edisi ini
Armada Garuda - Front Pancasila - AG.trimafadzi - AG.talino - BHARA EDVERTISING.