Jujur Saya Pengen Nanya Nih (2)

Day 4,054, 02:48 Published in Indonesia USA by real.yout

Terima kasih buat jawaban dan pendapat di postingan sebelumnya.
Saya mendapat banyak masukan dan pernyataan yang cukup baik argumennya.

Jadi langsung ke pokok pembahasan saja ya.

Kalau Anda cermati, sebelumnya saya coba mengangkat dua tema yang seringkali tidak tersentuh oleh media secara mendalam.
1) Populasi sesungguhnya warga e-Indonesia.
2) Kedaulatan e-Indonesia.

Dua topik ini sebenarnya lebih mudah untuk dibahas secara terpisah. Namun, saya mengambil inisiatif untuk menggabungkan keduanya dan mengemasnya dalam sebuah artikel bernuansa tanya pendapat.



1) Berapa Sapi di e-Indonesia?

Tidak banyak yang tahu bahwa kekuatan perang sebuah negara tidak hanya bergantung pada total populasi warganya, namun juga pada rata-rata kekuatan dan kemampuan individual.

Jadi, kalau ada 1000 warga yang memiliki bendera merah-putih di dadanya, bukan berarti negara itu akan lebih siap perang dibandingkan yang populasinya hanya 400 misalnya.

Justru, faktor kualitas pemainlah yang sangat menentukan. Di saat terjadi perang, warga yang mumpuni lah yang akan membawa manfaat yang signifikan bagi e-negara.

Bagaimana dengan yang masih nubi atau low-skilled dan lemah?
Bukannya tidak penting. Semua punya sumbangsihnya masing-masing dalam hidup bernegara.
Tapi dalam konteks perang maka tidak semuanya bisa memberikan sumbangan yang berarti.
Tambah lagi, sebagian besar sapi yang beredar di pasaran kemungkinan levelnya tidak tinggi alias tidak terlalu signifikan dalam peperangan.

Jadi, kalau e-Indo yang notabene salah satu e-bangsa berpenduduk terbesar di e-world tapi kewalahan dalam berbagai perang, kira-kira alasannya apa ya? Jangan-jangan... 😁



Nah, asumsikan 90 persen populasi suatu e-bangsa adalah warga nyata alias pemain benaran alias non-sapi. Maka, dalam kondisi maksimal, 90 persen populasi akan siap untuk bertarung bila sewaktu-waktu terjadi perang.

Asumsikan sisanya adalah sapi. Maka, dibutuhkan waktu, teknologi dan usaha tambahan untuk memenangkan perang menggunakan akun-akun tersebut.

Itu kalau 90 persen warganya pemain beneran ya. Bagaimana kalau 80 persen? 70? 60?
Bagaimana kalau hanya 50 atau bahkan kurang?


Di sini penting sekali mengetahui proporsi jenis pemain dalam skala nasional. Dari sanalah kita baru bisa membuat perencanaan yang matang dalam teknis war.

2) Kedaulatan e-Indonesia.

Nah, sekarang kita masuk ke topik yang sedikit lebih berat ya.
Pertanyaan saya mengenai sampai kapan kita "dijajah" e-Polandia dan e-MKD sebenarnya cukup beralasan.



Secara legal, tanah-tanah yang ada di bawah pengaruh mereka saat ini adalah tanah mereka. Bukti legalnya ya peta erepublik saat ini.

Jadi, terlepas dari hubungan kita dengan mereka atau alasan bilateral adanya TW dan semacamnya, tetap saja daerah-daerah itu praktis tidak kita kuasai.

Alias, bukan area kedaulatan kita. Bukan milik e-Indonesia. Untuk saat ini.

Menjadikan TW sebagai pembenaran bagi mereka untuk menduduki tanah kita juga saya rasa bukan argumentasi yang kuat. Sejak kapan training war bisa jadi alasan untuk segelintir orang "menjual" apa yang menjadi hak warga kita?

Saya tekankan sekali lagi: HAK KITA.

Banyak wirausaha yang punya perusahaan di tanah-tanah tersebut. Mau ngomong soal TW? Coba tanyakan dulu pendapat mereka.

Saya bisa garisbawahi bahwa semua TW yang sedang berlangsung saat ini sudah mulai kebablasan. Mana ada sih perjanjian yang ngga jelas kapan berakhirnya. Saya tanya deh, semua mantan dan incumbent CP e-Indo ada yang bisa menjawab ngga. Kapan berakhirnya nih penjajahan?

Kalau ngga ada yang tau kapan, ya jelas ini menjual tanah sendiri namanya.

Ngga usah ngomong kekuatan kita mampu atau ngga mengusir mereka. Mulai semuanya dari sikap yang jelas dulu. Setuju atau menolak penjajahan?


real.yout