[Mensos-Lomba] Prof. Dr. dr. Sardjito, M.D., MPH.

Day 1,943, 14:23 Published in Indonesia Indonesia by Arraku

Waktu lagi baca buku tiba-tiba tampaklah wajah kakek-kakek ini tersembul dari dalam bukuku,

Jeng jeng...


Njir, siapa tu?
Tanpa wajah dan tanpa rupa tiba-tiba terdengar suara:
Gan, beliau tu Prof. Dr. dr. Sardjito, M.D., MPH.

Terus, gua harus bilang wow gitu?
Bukan gan, beliau itu pahlawan lho..

Pahlawan dari Hongkong?, emang dia ngapain?
Bukan dari Hongkong, beliau itu kelahiran Desa Purwodadi, Kawedanan Magetan, Karesidenan Madiun, Jawa Timur pada tanggal 13 Agustus 1889. Beliau adalah putra pertama dari lima bersaudara. Ayah beliau bernama Pak Sajit yang berprofesi sebagai guru. Nah, di tahun yang sama keluarga beliau pindah ke Lumajang. Di Lumajang beliau bersekolah di Sekolah Rakjat dan lulus pada tahun 1901. Setelah itu beliau sekolah STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen), Jakarta tahun 1907 dan lulus sebagai lulusan terbaik pada tahun 1915.
Pada tahun 1920 sampai 1922 prof Sardjito melanjutkan sekolah di Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam kemudian tahun 1922 – 1923 pindah ke Universitas Leiden untuk belajar lebih intensif mengenai penyakit tropis. Prof Sardjito mendapatkan promosi doctor dari Universitas Leiden Belanda pada tahun 1923. Judul disertasi beliau adalah “Immunisatie tegen Anti-Dysenterie door Middle van Bacteriophaag Anti-Dysenterie Shiga-Kruse” dengan promoter Prof. Dr. PC Flu. (Ada anekdote yang sering kita dengar demikian: kehidupan Prof. Sardjito sangat berhubungan erat dengan “flu”, yaitu penelitian pertama Prof. Sardjito tentang flu, promoter di Leiden oleh Prof. Flu, sebagai penyebab penyakit sampai beliau wafat adalah sakit flu).
Setelah lulus Prof Sardjito melanjutkan pendidikan ke John Hopkins University Amerika Serikat untuk sekolah hygiene dan mendapat gelar Master of Public Health (MPH). Didasari jiwa berorganisasi yang tinggi Prof Sardjito tetap aktif dalam organisasi Budi Utomo. Pada tahun 1925 menjadi ketua Budi Utomo cabang Jakarta. Prof Sardjito juga menjabat anggota pemerintahan kotapraja dan wakil wethouder Jakarta. Pada tahun 1931-1932, memperoleh tugas belajar tentang laboratorium di Reich-Gesundheitant, Berlin, Jerman.



Hebat sih.., dia udah bisa belajar ke luar padahal waktu itu kita masih jadi jajahan Belanda. Tapi terus kenapa dia pantes disebut pahlawan?
Sabar gan.., beliau pantas disebut sebagai pahlawan karena memang begitulah adanya.

Maksudnyaa?
Gini, Beliau dengan dukungan dari Prof. Notonagoro berhasil meletakkan kerangka dasar didirikannya UGM dalam bentuk PP No. 37 Tahun 1950 yang berbunyi “Universitas Negeri Gadjah Mada adalah balai nasional ilmu pengetahuan dan kebudayaan, bertugas atas dasar cita-cita bangsa Indonesia yang termaktub dalam Pancasila, membentuk manusia susila, yang cakap, dan mempunyai keinsyafan bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya”. Sehingga beliau akhirnya terpilih menjadi Presiden Universiteit Gadjah Mada (sekarang Rektor UGM) pertama. Prof Sardjito juga berhasil membangun Gedung Pusat UGM pada tahun 1951-1959. Sepanjang karir beliau menjadi Rektor UGM terdapat 3 gelar doctor Honoris causa yang diberikan UGM, yaitu kepada; Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara.
Selepas menjabat sebagai rektor UGM, beliau menjabat pula sebagai rektor Universitas Islam Indonesia (UII) pada tahun 1963. Saat era kepemimpinan beliau, UII membuka cabangnya di daerah diantaranya Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Tarbiyah di Gorontalo, Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi di cabang Cirebon, Fakultas Hukum dan Fakultas Syariah di Madiun, Fakultas Syariah di Bangil dan Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi di Klaten. Selain itu beliau juga berhasil mengadakan kerjasama UGM dan UII serta mendirikan organisasi pers mahasiswa UII pada tanggal 11 Maret 1967.
Tidak sampai di situ saja, beliau juga merupakan penemu Calcusol yang merupakan obat batu ginjal yang murah yang bahkan sampai sekarang memberikan pemasukan pajak negara sebesar 40 juta per bulannya. Selain itu saat perang revolusi kemerdekaan (suasana embargo) beliau mampu membuat vaksin anti penyakit infeksi seperti typus, kolera, dysenteri, stafilokoken, streptokoken, dll. Bahkan beliau juga mampu membuat tablet makanan yang berisi cukup kalori, protein, dan vitamin yang dapat dipergunakan oleh tentara di garis depan pertempuran.



Wahh, dewa bener tuh.. Tapi jangan-jangan dia sombong.., emang waktu hidupnya dia kayak apa sih?
Kalau menurut Prof. Taryo yang merupakan mantan murid beliau. Prof. Sardjito adalah penggemar seni, wayang, permainan biola dan gong, seni pahat dan seni lukis, serta beliau menggemari olah raga tenis. Beliau memiliki tutur kata yang lemah lembut dan sangat sabar terhadap mahasiswanya. Namun, jika beliau melihat mahasiswanya yang bertingkah laku kurang pantas beliau pun tidak segan untuk menegurnya. Selain itu, Prof Sardjito juga merupakan pribadi yang sederhana dan suka menolong, memunyai prinsip kuat bahwa member lebih baik daripada meminta, serta sosok peneliti yang tekun dan pantang menyerah.
Acara rutin yang beliau lakukan di pagi hari adalah membaca buku, sholat subuh kemudian dilanjutkan membaca koran pagi sambil sarapan pagi berupa roti, susu, dan buah. Selain itu sesekali beliau juga mendengarkan radio.

Wah, hebat bener ya.. Semoga nanti ane juga bisa kayak beliau..
Iya bener, semoga saja kita semua bisa meniru jejak beliau sehingga Indonesia menjadi lebih baik lagi.

“…Prof Sardjito merupakan seorang scientific dan spiritualis…” Prof. Taryo.




Maguwo, 17 Maret 2013 (Day, 1943)