HIKAYAT KADIROEN (1)

Day 2,964, 04:42 Published in Indonesia Colombia by kerikil

selamat malam para pembaca sekalian, selamat menikmati karya lawas dari seorang tokoh masa lalu.

"HIKAYAT KADIROEN"
KARYA : SEMAOEN


Kata Pengantar Pengarang


Di waktoe jang bertanda tangan dibawah ini dalam tahoen 1919 masoek pendjara karena presdelict, maka dalam 4 boelan di boei itu saja soedah mengarang tjerita dalam boekoe ini. Dalam tahoen 1920 saja robah sedikit saperloenja, jaitoe sesoedahnja tjerita ini masoek sebagai fuilleton dalam Sinar Hindia.
Pada Soedara Ngadino jang membantoe saja dalam hal memperbaiki kalimatja maka dengan ini saja mengatoerkan terima kasih.!
Moega-moegalah tjerita yang saja toelis dengan aer mata kesengsara-an dalam pendjara itoe bisa djadi senangnja orang banjak, jaitoe semoea pembatja dan rajat.

Semaoen



BAB I
Mantri Polisi yang Bijaksana


"Opas, Asisten Wedono ada?"
"Ada Kanjeng Tuan!"
"Saya mau bicara dengannya."
"Saya Kanjeng, hamba akan segera mengatakannya!"
Begitulah tanya jawab antara Tuan Zoetsuiker, administrator pabrik gula Semongan, pagi tanggal 6 Februari 19…, di muka pendopo rumah Tuan Asisten Wedono dari Onderdistrik Semongan juga. Yang disebut sebagai Opas di sini adalah seorang tua yang bernama Pigi. Ia sudah 33 tahun bekerja menjadi Opas Asisten Wedono Semongan juga. la sudah biasa mendapat pelajaran bagaimana menghormati semua tamu-tamu Belanda. Apalagi jika tamunya itu adalah seorang Tuan Administratur. Tamu orang besar seperti itu pasti akan dia sebut kanjeng. Demikian pula apa yang diperintahkan oleh para tamu-tamu besar semacam itu pasti segera dilaksanakan dengan secepat-cepatnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika jika Opas Pigi segera berlari seperti dikejar harimau, menghadap Tuan Asisten Wedono yang sedang makan pagi di ruang makan rumah belakang. Ketika Tuan Asisten Wedono mengetahui ada tamu Tuan Administratur, ia segera berhenti makan. Ia mengambil baju jas dan dengan tergopoh-gopoh seperti orang yang hendak naik kereta api yang siap berangkat, berlari ke pendopo untuk menemui tamu besar Tuan Administratur tersebut.
"Tabik, Asisten! Saya kasih tahu sama Asisten, tadi malam ada pencuri ambil satu ayam yang nyonya beli di Surabaya. Harganya dulu f.2,50. Jadi seekor ayam bagus itu. Saya mau supaya Asisten cari pencuri dan ayamnya. Besok lusa saya ingin tahu kabarnya.”
“Saya Kanjeng, sebentar lagi saya akan datang ke rumah Kanjeng untuk mengurusnya sendiri.”
"Baik, Asisten. Jadi Asisten mau pigi..."
"Kanjeng...!" Terdengar suara keras Opas Pigi dari luar. Ia segera berlari dan duduk bersila seperti katak menghadap Tuan Administratur. Tuan administratur menjadi sangat terkejut dan marah besar, karena ia tidak merasa memanggil opas. Tetapi kini datang seorang opas. Ia mengangkat kakinya, dan sambil sepatunya terarah ke muka opas ia berteriak:
“Pigi!”
“Hamba Kanjeng!”
Opas Pigi tetap duduk sambil menyembah-nyembah mendapat usiran Tuan Administratur. Sudah barang tentu, Tuan Administratur bertambah marah dan berkata pada tuan Asisten Wedono
“Asisten, ini opas gila. Apa sebab tidak lekas dipecat?”
Pada saat itu Tuan Asisten baru menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi. Dalam hal ini terdapat salah pengertian karena opas itu namanya Opas Pigi. Jadi, sewaktu Tuan Administratur berkata “pigi”, maka Opas Pigi mengira ia dipanggil.
Tuan Administratur mengerti hal itu ia tertawa terbahak-bahak dan Tuan Asisten Wedono pun berani ikut tertawa. Sedang Opas Pigi keluar dengan wajah menanggung malu.

Baru saja Tuan Administratur pulang, datang Lurah Desa Wonokoyo, membawa seorang desa, yang dari pakaian yang dikenakannya kelihatan amat miskin. Adapun nama orang desa itu adalah Soeket. Ia diantar oleh lurahnya menghadap Tuan Asisten Wedono untuk mengadukan bahwa baru saja ia kecurian. Untuk orang desa macam Soeket, tentu berbeda aturannya dengan Tuan Administratur pabrik gula meskipun keduanya sama-sama melaporkan sedang kecurian. Seorang Administratur pabrik gula, berpangkat besar, kaya dan semua orang mengenal dan mempercayainya. Lain halnya dengan Soeket, ia orang kecil, tak dikenal orang banyak, apalagi oleh Asisten Wedono yang kekuasaannya hampir meliputi 10.000 orang kecil. Itulah sebabnya Tuan Administratur bisa datang sewaktu-waktu dan melaporkan perkaranya begitu saja, tidak usah memakai saksi seorang lurah pada Asisten Wedono. Tetapi bagi orang seperti Soeket, untuk melaporkan perkaranya, ia harus disertai lurahnva sebagai saksi bahwa apa yang menimpanya memang-benar-benar terjadi. Untuk orang besar, semua urusan menjadi gampang. Tetapi untuk orang kecil, susahnya bukan main.
Tuan Asisten Wedono yang baru saja bertemu dengan Tuan Administratur bertanya pada Lurah, apa sesungguhnya keperluannya.
“O, Tuanku, ini orang dari desa saya. Ia seorang petani yang hanya memiliki seekor kerbau. Tetapi tiba-tiba kerbau itu tadi malam dicuri orang!”
“O, jadi kecurian! Baik, silahkan kalian menunggu dahulu sebab saya akan sarapan lebih dahulu. Selesai makan pagi saya akan segera pergi ke rumah Tuan Zoetsuiker yang juga sedang kecurian. Nanti siang, kalau saya sudah pulang, kau boleh melaporkan lagi. Sudah!” Begitulah jawaban Tuan Asisten Wedono. la sangat tergopoh-gopoh dan sangat cepat ketika mengurus perkara Tuan Administratur, tetapi ia memandang kecil masalah Soeket. Bahkan ia disuruh menunggu terlebih dahulu. Perbuatan semacam ini memang tidak mengherankan sebab seorang Administratur kelas sosialnya sama dengan pembesar seperti asisten Wedono. Juga dengan pembesar-pembesar lain seperti Asisten Residen, Kontrolir, Regen, Patih dan sebagainya. Orang-orang besar semacam itu sangat mudah berhubungan dengan tuan-tuan besar di atas dan mudah saja mengadukan perbuatan-perbuatan amtenar-amtenar seperti Asisten Wedono kepada para pembesar-pembesar di atasan. Sebaliknya, seorang desa seperti Soeket, sangat susah untuk mengadukan kesalahan para pembesar. Sedangkan untuk bertemu dengan Asisten Wedono saja ia harus melapor bersama lurah lebih dahulu. Apalagi ketemu dengan Tuan Regen atau Tuan Kontrolir guna melaporkan kesalahan pejabat macam Asisten Wedono.
Aturan di desa memang sangat menyulitkan orang-orang kecil untuk bertemu dengan pembesar-pembesar negeri. Sehingga hampir-hampir orang desa sama sekali tidak bisa dan tidak suka mengadukan keberatan-keberatannya kepada kepala negeri. Itulah sebabnya mengapa seorang pejabat macam Asisten Wedono tersebut sangat cepat jika mengurus perkara yang menimpa tuan-tuan besar. Tetapi menomorduakan pengaduan orang desa atau orang kecil.

Tidak lama berselang, kita telah melihat antara Tuan Asisten Wedono, Nyonya Administratur dan seorang mantra polisi muda, berada di muka kombong di kebun belakang rumah Tuan Administratur Zoetsuiker. Nyonya Administratur menjelaskan bahwa ia amat senang memelihara ayam yang bagus-bagus. Ia punya ayam sepuluh ekor. Tetapi pagi ini tinggal sembilan ekor. Jadi jelas, yang seekor pasti hilang dicuri maling. Karena nyonya tahu betul bahwa kemarin sore ayam itu masih genap sepuluh ekor di kandang. Tetapi pagi ini, ketika ia hendak melihat ayamnya, kandang ayam itu sudah terbuka. Pintunya rusak seperti dibongkar pencuri. Ketika Nyonya Administratur memperhatikan lebih lanjut, ia tahu bahwa ayam yang dibelinya dari Surabaya seharga f.2,50 yang berbulu biru, sudah tak ada sama sekali. Jadi ayam yang langka dan sangat bagus itu telah hilang. Ia tanya pada koki, babu, jongos, tukang kebun dan tukang kuda serta semua pegawai di rumah itu, semua tidak tahu. Melihat pintunya yang sedikit rusak – meski pintu kandang ayam itu memang sudah tua dan amat gampang dirusak – yang mestinya masih tertutup tapi kali ini sudah terbuka, maka ia berpikir pasti ayam itu dicuri orang. Apalagi Nyonya sering mendapat laporan dari babu-babu dan koki bahwa tetangga kanan-kiri Administratur juga sudah sering kecurian ayam.
Tuan Asisten Wedono memperhatikan betul cerita Kanjeng Nyonya dan ia percaya begitu saja. Ia melihat-lihat pintu kandang yang rusak. Ia membikin beberapa catatan semua hal yang ia ketahui dan ia dengarkan. Selain itu, ia berjanji kepada Kanjeng Nyonya bahwa Asisten Wedono sendiri yang siap mengurus dan menyelesaikan perkara ini.

Tetapi Mantri Polisi muda berpikiran lain. Ia menduga ayam itu pasti dicuri dan dimakan oleh seekor garangan sebab pintu kandang ayam itu memang mudah dirusak. Selain itu, di pintu terdapat goresan-goresan seperti bekas cakaran kuku seekor garangan. Mantri Polisi tidak yakin bahwa yang mencuri ayam itu adalah manusia. Karena jika yang mencuri manusia, pasti dia tidak hanya mengambil seekor saja. Tetapi ia pasti akan mencuri sekuat ia mengangkat. Selain itu, memang sangat mustahil ada pencuri yang berani masuk ke kebun Tuan Zoetsuiker karena tuan besar mempunyai pegawai banyak sedang di muka rumah ada penjaganya. Begitupun, Tuan Zoetsuiker terkenal mempunyai senjata api yang selamanya jelas akan membikin takut pencuri. Mengingat lagi keterangan dari tetangga-tetangga kanan-kiri Kampung Nyonya sering kecurian ayam. Maka ia menduga, pasti sekitar perumahan ini terdapat sarang garangan. Tuan Mantri Polisi muda menjelaskan praduga-praduganya ini pada Nyonya Administratur dan Tuan Asisten Wedono. Tetapi Nyonya menjawab:
“Neen Mantri! Mesti ada pencuri sebab Nyonya Kontrolir, saya punya sahabat, dulu juga pernah kecurian ayamnya dan pencurinya juga tertangkap. Tuan Asisten Wedono, dengar kata Nyonya Kontrolir saya punya sahabat, saya menjadi khawatir, jangan-jangan ini perkara nanti diurus oleh Tuan Kontrolir dan tentu akan gampang marah pada Tuan Asisten Wedono jika perkara ini tidak selesai.”
Itulah sebabnya Asisten Wedono sekali lagi berjanji akan mengurus perkara ini sampai selesai. Ia juga menjelaskan bahwa Mantri Polisi ini baru saja lulus sekolah. Jadi apa yang menjadi praduganya memang gampang keliru. Setelah berkata begitu ia permisi pulang untuk memikirkan masalah ini serta bagaimana cara menangkap pencurinya. Mantri Polisi diajak pulang. Tetapi Mantri Polisi merasa tidak enak, sebab ia tetap yakin pada dugaannya. Ia berjanji pada dirinya sendiri, akan mencari bukti-bukti dan mengurus masalah ini sampai selesai.
Siapa sesungguhnya Mantri Polisi itu?.....

BERSAMBUNG..............