[CERBUNG] HIKAYAT KADIROEN (28)

Day 4,793, 03:16 Published in Indonesia Colombia by kerikil

sambungan cerita lalu.

Sewaktu Sariman dan Tjitro berumur 20 tahun - jadi sudah selama enam tahun mereka mencari berbagai jenis ilmu pengetahuan dan kepintaran - niat besi mereka sudah memberikan pengetahuan dan pandangan yang cukup luas, juga akal budi dan kepandaian yang luas pula. Sehingga seandainya mereka diadu dengan murid H.I.S. yang sudah tamat belajarnya, tentu mereka tidak akan kalah. Hanya
bahasa Inggris, Perancis dan Jerman, mereka tidak bisa sebab mereka memang tidak menyukai dan tidak ada waktu untuk mempelajarinya.

Untuk sementara waktu, dua pemuda tadi memandang bahwa bahasa Belanda juga sudah cukup untuk membuka gudang kepintaran dan pengetahuan Eropa karena untuk
keperluan itu banyak sudah tersedia buku-buku dalam bahasa Belanda. Juga adik Tjitro, selamanya selalu mengambil teladan dari dua pemuda tersebut. Oleh karena gadis yang mempunyai niat besi tadi juga turut berilmu dan pengetahuan yang luas. Meski begitu, ia tidak melupakan kepandaian perempuan, seperti masak-memasak di dapur, membatik, menjahit dan sebagainya.

Semenjak berumur 20 tahun, pemuda-pemuda itu lalu masuk dalam pergerakan P.K. Dan karena luasnya pandangan dan ingatannya, maka mereka tidak lama lantas dipilih sebagai lid-lid bestuur (anggota Dewan Pengurus). Tjitro terpilih menjadi sekretaris dan Sariman menjadi Penningmeester dari cabang P.K. di Kota G.

Bersamaan dengan mereka ikut pergerakan, mereka terus belajar saja. Terutama mempelajari buku-buku sosialisme, seperti Manifesto Komunisme dan Het Kapital (Das Kapital) karya Karl Marx, buku-buku mengenai koperasi, vakbond dan lain-lainnya yang berfaedah untuk pergerakan rakyat. Mereka mengerti bahwa manusia itu meskipun rambutnya sudah putih, seharusnya tetap terus belajar untuk selalu menambah kekayaan ilmunya.

Begitulah mereka mencari ilmu-ilmu tersebut tidak hanya untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi untuk kepentingan rakyat, yang mereka usahakan dalam P.K. Karenanya, sudah barang tentu, mereka tidak takut dalam membela rakyat. Badan mereka sendiri hampir-hampir tidak mereka hargai. Seorang manusia yang
membela kepentingan beribu-ribu manusia seharusnya memang melupakan kepen-tingan mereka sendiri. Dan siapa yang melupakan kepentingan diri sendiri itu, tentu tidak takut apa-apa lagi.

Begitupun juga adanya Tjitro dan Sariman; karena keberanian mereka menulis dalam surat-surat kabar dan berpidato dalam kesempatan berbagai vergadering maka tidak lama setelah bergerak, mereka lantas saja dipecat dari pekerjaannya di toko. Sementara bulan, Tjitro dijadikan propagandis P.K. dan mendapatkan gaji dari perkumpulan tersebut. Adapun Sariman menjadi hoofd-redakteur; ia
mendapat gaji dari surat kabar Sinar Ra’jat. Begitulah, Sariman seorang anak tukang rumput, yang tidak dapat belajar di sekolahan, masih muda sudah bisa menjadi hoofd-redakteur dari organisasi politik yang penting untuk kepentingan rakyat. Karena mempunyai niat besi, ia bisa termasyhur di seantero Hindia dalam hal kecerdasan dan kepandaiannya membela rakyat. Ia baru berumur 25
tahun sewaktu ia dipilih oleh Kadiroen menjadi gurunya.

Pada suatu sore di waktu Sariman dan istrinya bersama-sama dengan Kadiroen sedang minun teh, maka Kadiroen bercerita bagaimana rasanya orang yang terjepit di antara dua pilihan, yaitu sewaktu Kadiroen menghadapi pengangkatannya sebagai priyayi dan pergerakan P.K. Sehabis bercerita, ia bertanya kepada Sariman, apakah ia pernah juga menghadapi hal yang serupa.
"Kalau terjepit di antara dua pilihan, itu saya belum pernah, tetapi saya pernah terjepit di antara dua kewajiban!" jawab Sariman. Sudah tentu Kadiroen dan istri Sariman ingin tahu masalah itu. Sariman menurutinya dan menceritakan demikian :
"Sebagaimana kalian semua sudah ketahui, maka tidak lama sesudah saya masuk dalam pergerakan P.K., saya lalu terpilih menjadi penningmeester di cabang G. Sesungguhnya uangnya tidak sedikit, sebab yang tersimpan di bank jumlahnya tidak kurang dari f.2000,-. Sedang yang ada di dalam kas hanya kecil. Di tangan saban hari paling hanya f.100,- Akan tetapi, ketika baru saja saya menjadi penningmeester P.K. serta membantu tulis menulis di surat kabar Sinar Ra’jat, tiba-tiba saya lepas dari pekerjaan di toko. Dan dalam dua bulan saya terpaksa menunggu pembukaan pekerjaan hoofdredacteur Sinar Ra'jat. Hoofd-redacteur-nya yang lama akan menjadi Presiden dari hoofd-bestuur, yang juga mendapat gaji dari P.K. Waktu itu perkumpulan kita sudah besar, sehingga mengurus dan mengaturnya amat susah dan repot serta memakan waktu, selain itu
pekerjaannya juga amat banyak. Karena itu, perlu sekali pemimpinpemimpin yang independen, seperti misalnya presiden mesti melulu bekerja memimpin P.K. Oleh Algemeene Vergadering, saya dipilih menjadi hoofd-redacteur organisasi, tetapi saya harus menjadi leerling lebih dahulu selama dua bulan, tanpa mendapatkan gaji apaapa. Karena saya sendiri memang tidak kaya, jadi sudah barang tentu dalam dua bulan itu saya terpaksa menjual atau menggadaikan arloji, rante dan barang-barang lainnya yang dahulunya sedikit demi sedikit bisa saya kumpulkan. Begitulah, dalam dua bulan itu saya hidup miskin seperti seorang pertapa, kekurangan makan, barang dan pakaian habis, tinggal yang dipakai. Mendadak waktu itu ketambahan kesengsaraan pula sebab ibu saya sakit. Wah repot betul. Ibuku minta didatangkan dukun, dan begitulah, ia mendapat pertolongan dukun yang pintar dan baik serta besar pengaruhnya. Tetapi dukun itu menyuruh ibu memakan obat yang aneh sekali, yaitu, ibu saya harus makan buah anggur dan dalam lima jam harus habis satu pon. Kalau sudah memakan pinang dan sirih, tentu dalam tiga hari ibu akan sembuh. Sewaktu dukun itu berkata kepada ibu, ia melihat ibu dengan sorot mata lurus dan tajam dan sangat dekat. Si dukun memberi kepercayaan yang besar pada ibu bahwa obat tadi, pasti akan menyem-buhkannya.

Saya tahu si dukun akan menyembuhkan ibu dengan cara hipnotis atau "ilmu kepercayaan sejati" sedangkan obat yang aneh itu hanya dibuat syarat semata.
Sebagaimana kau tahu, orang sakit juga bisa disembuhkan dengan pertolongan hipnotisme. Begitulah, lalu ibu meminta kepada saya supaya dibelikan buah anggur tersebut. Sudah tentu saya akan senang mengikuti permintaan ibuku, tetapi bagaimana? Sebab saya hanya punya uang f.0,10,- untuk beli makan esok paginya. Juga untuk makan ibu. Sedang saya mau berpuasa, sebab kebetulan hari
itu Sabtu sore. Sedang saya hanya tinggal mempunyai kain satu biji, tidak bisa saya gadaikan, sebab rumah pegadaian sudah tutup.

Adapun buah anggur waktu itu satu pon harganya harganya f.1,-. Begitulah saya mesti mencari pinjaman pada Tjitro dan orangtuanya. Akan tetapi, mereka juga tidak mempunyai uang, sedangkan saya tidak mempunyai kenalan lain yang dekat rumah ibuku dan bisa memberi pertolongan. Sekarang apa yang mesti saya perbuat? Saya ingat bahwa di tangan saya ada uang lebih dari f.100.- tetapi uang itu milik P.K. yang dipercayakan kepada saya untuk disimpan dengan baik. Jadi, saya tak punya hak untuk mengambilnya meskipun hanya setengah sen pun. Sebaliknya, sakit ibu bertambah keras, saya harus cepat-cepat membelikan obat
sebelum tokonya tutup pada Sabtu sore itu. Pada saat itu, di satu sisi saya mesti memenuhi kewajiban membelikan obat kepada ibuku yang sakit keras, tetapi saya tidak punya uang; di sisi lain, ada uang tetapi saya mesti memenuhi kewajibanku; yakni menyimpan uang itu untuk perkumpulan dengan tidak boleh mengambil satu sen pun untuk keperluan diri sendiri. Di satu sisi saya wajib membantu untuk keselamatan jiwa ibu, di sisi lain saya wajib menjaga keselamatan jiwa organisasi. O, bagaimana perasaan hatiku pada saat itu, Saudara Kadiroen. Saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya terjepit dua
kewajiban."

bersambung...