[Bukan TDAC] ePendidikan dan eKenangan

Day 3,086, 11:31 Published in Indonesia Indonesia by Nurmillaty A.M

02 Mei, Day 3086, eWorld

Seseorang itu terjaga dari tidurnya. Mengerjapkan mata, sekali, dua kali, membiarkan pupil matanya menyesuaikan dengan intensitas cahaya yang menyapanya dari celah-celah selambu.

Sudah berapa lama ia tertidur?

Ia tidak tahu. Di eDunia ini, tidak ada yang pernah tahu berapa lama seseorang bisa tertidur. Kadang, ia hanya tidur setengah hari. Dulu sekali, ia pernah tidur hanya dua jam, tiga jam, terutama jika ada perang penting berkecamuk. Tetapi itu dulu. Ia sudah lama beranjak dari masa lalu. Sekarang, kadang ia tidur sehari, dua hari, kadang pula lebih dari seminggu berlalu dan ia baru teringat bahwa ia harus bangun lagi.

Diliriknya kalender. Dua Mei.

Diliriknya jam digital. Tengah malam.

Diliriknya eHati. Kosong.

Sembari menghela nafas panjang, ia beranjak dari tempat tidurnya dan bersiap untuk memulai hari ini.


02:00 Erep Time

Dengan earphone bersemayam nyaman di kedua lubang telinganya, ia menarik kopernya dan memasuki stasiun transportasi eWorld. Ia berhenti sejenak, memicingkan matanya dan mencari-cari papan informasi kode daerah. Seingatnya, ada papan informasi yang bertuliskan D2, A3, A2, C4, dan sebagainya, untuk memberitahunya berapa rupiah yang harus ia keluarkan untuk membayar biaya perjalanan.

Nihil.

Tapi, hampir enam tahun terjebak di eDunia ini telah cukup membekalinya dengan pengalaman. Pasti ada perubahan lagi. Ia melangkah dengan tenang ke loket tiket terdekat, dan tersenyum ke penjaga loket; sebuah robot instruksi berwujud kakek tua yang selalu merengut.

"Morning," ujarnya pelan.

"Good morning. State your problem regarding transportation and answer you I shall. Any other questions shall not be asked here."

"I'd like to know how much it costs for a Brazil-Indonesia one way journey, please," ujarnya sembari memelankan volume musik MP3nya sembunyi-sembunyi.

"To which province?"

"Um, Java, I guess."

Kakek tua itu menggerutu dan mengetikkan sesuatu di komputer tuanya. "The distance you're going to travel is 15,650 kilometers. That'll be 60 IDR." Kakek tua itu memicingkan mata robotnya yang mengeluarkan sekilat listrik, "Or if you have a ticket with the quality 3 to 5, you can use that and I need not charge you at all."

Ia mengecek dompetnya dan mengeluarkan selembar tiket Q3. Si kakek tua itu menggerutu lagi dan memproses lembar tiket itu, mengembalikannya tak sampai tiga puluh detik kemudian. "Go to platform seventy five and press your ticket to the scanner available. That'll bring you to your destination in, like, a blink."

"Fantastic," jawabnya dengan nada datar, "thank you."

Ia meninggalkan loket itu dengan tiket di tangannya, kolom asal dan tujuan terisi dengan kode-kode yang tak ia mengerti. Yah, bukan urusannya. Ia menyusuri deret platform bernomor, menghitung dalam hati sampai ia menemui platform tujuh puluh lima. Perlahan, ia melakukan instruksi dari kakek tua tadi.

Ya, hari ini, ia berniat untuk kembali ke tanah kelahirannya. eIndonesia.


04:00 Erep Time

Jalanan masih sangat sepi ketika ia menarik kopernya keluar stasiun transportasi eIndonesia. Tidak ada tank atau artileri berlalu-lalang, jalan udara pun lengang oleh helikopter. Pejalan kaki pun tak ada, atau mungkin belum.

Ditariknya koper yang ia bawa menyusuri jalanan sepi itu.

eIndonesia.

Dua Mei, di dunia tetangga adalah Hari Pendidikan Nasional. Bagaimana di eDunia? Entah, ia tidak tahu. Hari ePendidikan Nasionalkah? Ia tidak ingat. Sudah lama ia tidak menjajaki eSejarah. Jangankan eSejarah, password identify Rizon saja ia sudah lupa...

Ah, Rizon.

Beberapa lama berjalan, sebuah bangunan tua menyapanya dari selatan. Bangunan interkoneksi Rizon. Jika ia masuk bangunan itu, ia akan menemui ruang-ruang yang sudah lama tak ia masuki. ReRI. Mentornubi. Pwb. IDS. Erepindo. Erepublik.

Tapi bukan ruang-ruang berisi ekenangan itu yang ia tuju.

Ia terus melangkah, ke utara, menuju sebuah gunung yang kokoh berdiri entah sejak day keberapa. Di gunung itu, seorang pertapa tua bersemayam. Konon katanya, ia adalah serpihan diri Plato yang memilih tinggal di eIndonesia. Pertapa tua itu diam-diam mengamati eIndonesia sejak zaman v1 hingga saat ini, v-entahkeberapalagi.

Keringatnya mulai bercucuran tapi ia tidak menghentikan langkahnya. Ia ingin menemui pertapa tua itu, dan mencari tahu...

Apa yang pertapa tua tahu tentang pendidikan eIndonesia?


09:00 Erep Time

Barangkali, seharusnya, stasiun transportasi itu juga menyediakan sarana transportasi ke pegunungan, alih-alih hanya antarstasiun. Perjalanan ini melelahkan sekali. Ia tak henti-hentinya bersyukur memilih membawa koper, dan membatalkan niatnya membawa tas gunung macam pendaki-pendaki handal. Bisa hancur punggungnya nanti. Setidaknya koper bisa ia seret, persetan masalah roda rusak. Itu sih resiko, salah sendiri jadi koper...

"Ho ho ho!"

Ia mendongak kaget begitu suara sumbang menggema di hadapannya. Seorang pertapa tua, berbaju putih dan bertongkat bazooka berdiri, kedua bola matanya berkilat listrik.

Lah, si engkong ini nyata-nyatanya robot juga? Yaila...

"Siapa kamu, dan kenapa kamu menyiksa dirimu untuk datang ke kandangku!"

..............

..............

..............

"Gubuk kali, mbah," bisiknya. "Kandang, mah, buat hewan."

Si pertapa tua menatapnya dengan pandangan kosong. Sepuluh detik kemudian,

"Oh..."

Memang, integrasi bahasa di eDunia ini masih agak kurang terpercaya. Lebih bagus dari Google Translate, tapi masih tetap kurang terpercaya.

"Saya ke sini dalam rangka, er, Hari ePendidikan Nasional, mbah," ujarnya pelan, menggaruk-garuk lehernya yang tak gatal. "Mbah nggak mau duduk? Nggak capek berdiri di atas satu kaki terus?"

Si pertapa tua itu buru-buru menurunkan kaki kanannya yang sedari tadi terangkat ke udara, entah untuk apa.

"Mari... mari duduk... mau daging rusa?" tawar si pertapa tua itu.

"Enggak, mbah..."

"Oho ho ho... kamu vegetable ya?"

..............

..............

..............

"Vegetarian, kali, mbah, emang saya wortel apa..." ralatnya lagi, semakin curiga terhadap kualitas integrasi bahasa di eDunia ini. "Tapi saya bukan vegetarian, mbah, cuma lagi puasa aja..."

"Ya, ya, itu maksud inyong..."

Ia bertanya-tanya siapa yang menghandle translasi bahasa baku eDunia ke bahasa Indonesia.

"Jadi mau apa kamu ke sini, anak muda?"

"E... mau tanya-tanya aja mbah... mbah tahu apa tentang pendidikan di eIndonesia ini? Karena rasanya, sekarang artikel tutorial sudah sepi, dan seolah eIndonesia ini tidak ada arus pendidikannya sama sekali, gitu—"

"Kamu jangan posesif gitu, lah..."

.........he?

"Maaf, mbah..." ujarnya tak paham, "...maksud mbah, pesimis?"

"E, bukan... maksud inyong optimis..."

Ia makin tak paham. "Jangan... optimis?"

eTuhan, hari ini belum-belum sudah terasa sangat panjang.


11:00 Erep Time

Ia mengelap keringatnya yang sudah bercucuran dari segala penjuru. Berkomunikasi dengan pertapa tua sungguh menguras tenaga dan harapan ehidup.

"Jadi nduk... pendidikan di eIndonesia ini bagus menurut inyong... dulu... ketika tutorial rutin diperbaharui gitu... tapi pendidikan itu tidak sesempit tutorial, nduk. Pendidikan mah, ada di mana-manaaa..."

"Iya, mbah..." angguknya takzim, akhirnya agak bener juga ucapan si pertapa tua ini...

"Di gedung interkoneksi mijon itu misalnya..."

Ia facepalm. "Rizon, mbah..."

"E, iya, Rijon... nah itu. Di ruang-ruangnya itu, juga banyaaak pendidikan... baik yang kepake di eDunia ini, atau di dunia tetangga..."

"Di dunia tetangga juga, mbah? Serius?"

"Sirius mah sudah mati, nduk, di buku Order of Phoenix... dibunuh sepupunya kitu..."

Yaila... si engkong ngikutin Harry Potter juga ternyata.


12:00 Erep Time

"Kalau bicara pendidikan eIndonesia, #mentornubi jelas melegenda..."

Ia mengangguk takzim. Setelah meladeni si pertapa tua menangisi kematian Hedwig dan Dobby, akhirnya si pertapa tua melanjutkan berpetuah.

"Orang-orang berlencana bintang, biasanya keliling-keliling... cari pemain baru yang kebingungan butuh pencerahan... dan kadang-kadang juga, orang berhati baik dan berkantong tebal ngadain kuis dadakan, bagi-bagi harta... meskipun kadang soal kuisnya keblinger dan aneh, sih... dan kalau lagi sepi, yaaaah, kadang jadi tempat modus juga..."

"Ada penolakan yang pernah terjadi di #mentornubi nggak, mbah?"

Pertapa tua menerawang, seolah mengenang, dan terkikik bahagia... "Ada."

Ia jadi penasaran. "Nolaknya gimana, mbah, kok kayaknya mbah senang amat ngebayanginnya?"

"Yang menolak bilang, ia tidak bisa menerima eLamaran itu karena ia sudah tidak punya eHati lagi. Karena... cinta sudah mati."

Lalu si pertapa tua itu tertawa terbahak-bahak. Ia mengerjap, bingung, pandangannya tertuju pada sebaris hologram profil seseorang yang melayang-layang di dekat si pertapa tua. Cinta...


13:00 Erep Time

"Pendidikan eIndonesia itu juga bentuk regenerasi..."

Ia kembali mengangguk takzim, sembari mempersiapkan eHatinya untuk terbengong-bengong lagi waktu si pertapa tua kumat nanti.

"Dulu, waktu kita masih bangga-bangganya Java tidak ditembus siapapun, #mentornubi jadi markas pasukan imut..."

"STR boleh kecil, nggak ada apa-apanya dibandingin Popeye The Sailormoon..."

............he?

"Sailorman, mbah, Sailormoon mah pakai rok," potongnya hati-hati, setengah membayangkan popeye teriak 'dengan kekuatan bayam, aku akan menghancurkanmu!'.

"Oh, iya, itu... nah mereka itu tetap berkumpul dan berjuang dengan STR mini, mengorganisasi untuk turun di detik-detik krusial... itu pendidikan juga! Bagaimana caranya supaya hari ini lebih baik dari besok! E..."

Ia facepalm, entah untuk kali keberapa, dan si pertapa tua nyengir.

"Inyong salah lagi, ya."

"Iya, mbah. Tapi mbah nyadar. Peningkatan. Pendidikan juga, itu, pan."

"Heh heh... bener..."


14:00 Erep Time

"Jadi selain #mentornubi, masih banyak tempat menimba pendidikan di eIndonesia, ya, mbah?"

"Banyak, banyak... tergantung, ilmu apa yang pengen kamu gali. Ada padepokan warga baru, atau #pwb, tempat mengasah kemampuan main uno sama trivia... atau #lograk, latihan koordinasi dan militer... ada #dontjoinitsatrap, tempat kamu menimba ilmu penyesalan... ada juga tempat belajar ilmu hitam, tapi inyong enggak tahu roomnya... dulu juga ada #Kampus-IPDN, ePerguruan Tinggi gitu, dan ada juga room-room ePartai buat belajar perpolitikan..."

"Lengkap, ya, mbah..."

"Ho oh... kalau kamu mau cari tahu tentang musik dan nyantai, ada #ReRI juga... tempat belajar penggalauan dan..."

"Yaila, si mbah..."

"Be te we, kamu kok nggak nyatet apa yang inyong bilang???"

Ia menggaruk lehernya yang tak gatal. Dia sudah hafal room-room itu, dan memang tidak berniat mencatat. *keluh*.

"Eh, saya nggak punya alat tulis, mbah."

Si pertapa tua itu menggelengkan kepalanya. "Sebentar, inyong carikan... ini ada kertas... terus... duh, jangan bilang inyong kehilangan boyfriend lagi?!"

..............

..............

..............

Hening.

Si pertapa tua itu mengerjap sadar, "E, maksud inyong..."

"Iya, mbah," ujarnya lirih, letih... "bolpen, kan?"


15:00 Erep Time

"Jadi, menurut mbah, pendidikan itu maknanya apa, mbah?"

"Buanyaaak..." si pertapa tua itu mengelus jenggotnya yang tiba-tiba tumbuh satu jam yang lalu. Namanya juga robot. Nggak sesuai siklus hormon pertumbuhan manusia.

"Pendidikan itu, nduk, ada di mana-mana... di eDunia ini pun, pendidikan yang kamu dapat bisa tentang eDunia ini semata, bisa juga tentang dunia tetangga... semua tergantung kelihaianmu menarik hikmah dan pangsit..."

"Wangsit, mbah..."

"E, yo itulah..."

Ia menambahkan beberapa baris di catatan dadakannya dan tersenyum. "Jadi, menurut mbah, pendidikan eIndonesia ini gimana?"

"Ya, kalau ada yang perlu dan ada yang bersedia memasok, pendidikan eIndonesia bakal hidup lagi... secara formal. Informalnya, kan, tidak terarsip. Dari komenan-komenan, dari shout feed, dari obrolan kamu sama inyong ini juga..."

Ia mengangguk-angguk.

"Baik, mbah, saya rasa cukup... saya sudah kenyang..."

"Ho ho ho..."

Mata robot si pertapa tua itu berkilat listrik lagi.

"Jangan sungkan mampir lagi, ya, inyong selalu bersedia kok mengobrol spare part sama siapapun... di pegunungan ini sepi-sepi gimanaaa gitu... inyong jadi insomnia."

"Privat, mbah, bukan spare part..." Ia menyerah mencoba mengoreksi bagian 'insomnia', karena ia tak paham kata apa yang dimaksud pertapa tua kali ini. "Halo, mbah!!"

"E, ya, halo!" balas si pertapa tua, setengah kaget.

Elhoh.....

Ia facepalm, "Er, maksud saya, terimakasih, mbah..."

"Ho ho ho..." si pertapa tua tertawa bangga, "ketularan virus inyong, kamu! Ho ho ho..."


20:00 Erep Time

Akhirnya, setelah perjalanan panjang menuruni pegunungan, ia sampai di dataran rendah... lagi. Dikantonginya catatan kecil percakapan antara dia dan si pertapa tua nyentrik itu.

Hari ini tanggal dua Mei...

Hari Pendidikan Nasional.

Sudah banyak yang mengurai tentang pendidikan Indonesia, di dunia tetangga.

Makanya ia mencoba mengurai tentang pendidikan di eDunia.

Ya, bukan salahnya juga kalau narasumbernya nyentrik begitu...

Toh, dia tetap mengakhiri hari dengan sebundel makna dan segenggam kenangan.

Kapan nyetak artikel? Huh... lelaaaaah...

Ditariknya koper yang ia bawa selagi ia menyusuri jalanan Jawa, menuju kediaman yang sudah lama tak ia tempati. Ia akan istirahat dulu. Sebangunnya nanti, baru ia akan mengolah tentang hari ini. Semoga saja si pertapa tua itu tidak masuk ke mimpinya...


Day 3086 - END.


Disclaimer: Artikel ini dibuat salah satunya sebagai upaya untuk melaksanakan misi Senior Journalist, jadi mohon komentarnya. Salam hari pendidikan nasional o7 - Nurmillaty A. M.