HIKAYAT KADIROEN (7)

Day 2,981, 05:09 Published in Indonesia Colombia by kerikil

selamat malam para pembaca sekalian,itu mamarika seneng banget sama kita indonesia sampai2 enggan untuk melepaskannya walau sekejap, ah apalah daya hamba yang berdaya juang rendah begini, tak banyak yang bisa hamba berikan buat negara tercinta (?),pun tak ada salahnya kita bernostalgia membaca cerbung hikayat kadiroen, selamat menikmati karya lawas dari seorang tokoh masa lalu.

"HIKAYAT KADIROEN"
KARYA : SEMAOEN


ceritera ini akan di update sampai tamat inshaALLAH setiap 2 hari sekali.

....Sedang Tuan Asisten Wedono menjadi amat malu.
Di kota peristiwa itu diceritakan kepada para pembesar yang menjadi atasan dua pejabat tersebut. Maka dengan tersiarnya kabar itu, diuruslah masalah Asisten Wedono dan Kadiroen.
Karena kepandaian Kadiroen, tidak begitu lama ia dinaikkan pangkatnya menjadi Asisten Wedono di Onderdistrik Gunung Ayu. Sedang Tuan Asisten Wedono yang besar kepala dan berhati batu dimarahi sehingga menjadi malu.


Jiwa yang Tergoda

Sudah empat tahun Kadiroen menjadi Asisten Wedono di Onderdistrik Gunung Ayu, yaitu sebuah onderdistrik yang sunyi karena di daerah pegunungan. Sedang di situ tidak ada pabrik gula atau onderneming-onderneming. Namun Kadiroen sampai waktu itu belum juga kawin. Selama empat tahun ia bekerja siang malam untuk meningkatkan taraf hidup orang kecil yang menjadi rakyat bawahnya. Ia sangat pandai dan bijaksana dalam mengurus setiap persoalan. Hampir semua rakyatnya hidup berkecukupan. Sebab Kadiroen selalu memberi nasihat dan teladan yang baik kepada orang-orang kecil. Karena kehidupan rakyat yang berkecukupan maka tidak ada orang yang suka mencuri dan berbuat kejahatan. Kadiroen sangat dicintai oleh rakyatnya sedang dari atasannya ia sering mendapat pujian. Hanya sekitar satu tahun yang lalu ia menghadapi masalah yang menyusahkan dirinya. Yaitu di Meloko di mana penduduknya tidak bisa makmur sebagaimana desa-desa yang lainnya. Desa tersebut, penduduknya banyak yang hidup miskin. Tetapi lurah di desa itu terkenal sebagai lurah terkaya ketimbang lurah-lurah yang lain di seantero Onderdistrik Gunung Ayu. Kadiroen menyelidiki dengan seksama kehidupan di desa itu. Tetapi ia tidak juga mengerti apa yang menjadi penyebabnya. Kemiskinan penduduk desa tersebutlah yang membikin susah hati Kadiroen. Ia sering tidak tidur, memikirkan bagaimana ia berikhtiar mencari cara guna meyelesaikan masalah tersebut.
Begitulah, jam empat pagi ia sudah naik kuda pergi ke desa tersebut. Ia ingin melihat bagaimna cara kerja rakyat disana. Sebab dengan mengerti sendiri kerja rakyat, ia akan mengerti bagaimana cara berusaha dan menasihati rakyat desa tersebut.
Sunyi sekali. Hawanya sangat sejuk. Burung-burung terbang kian kemari. Dari pepohonan yang sepertinya masih tidur, belum dibangunkan oleh angin, terdengar pantun dan nyanyian burung-burung yang amat indah, menyenangkan hati untuk mereka yang menghargai kehidupan binatang dan alam. Dan jauh terdengar kokok ayam jantan, seperti mengingatkan kepada makhluk Tuhan bahwa pagi itu adalah saat di mana kita akan melihat hari-hari yang bakal terbit. Langit di timur berwarna merah saga makin lama makin menguning. Kuning muda lalu kuning putih. Dan mengintiplah sang raja alam, mentari dari balik batas dunia. Sinarnya memancar kuat, mengusir gelapnya malam seperti membuka jalan bagi si raja siang. Bangunlah dunia.
Jalan raya yang naik turun di tanah perbukitan itu belum banyak dilalui orang. Hanya ada seorang naik kuda sambil berpantun ria dengan burung-burung menunjukkan bahwa orang itu memiliki hati yang tenteram dan berbakti pada Tuhan yang menganugerahi keelokan dunia ini. Ia adalah Kadiroen, yang sangat gembira menyaksikan indahnya suasana pagi.
"O, Tuhan Allah. Gustiku. Hamba berterima kasih kepada kebesaran-Mu. Sebab telah memberikan pemandangan pada hamba yang bisa melihat dan merasakan keelokan kekuasaan Tuhan atas makhluk-Nya.”
Begitulah, Kadiroen selalu memuji dalam hatinya. Lalu ia berkata dalam hati: "Hai, teramat sunyi dan indah sekali jalan ini. Sudah dua jam saya naik kuda, berarti sudah dekat dengan Desa Maloko. Tetapi mengapa belum bertemu dengan seorang manusia pun." Baru saja Kadiroen berpikir demikian, di kejauhan ia melihat sosok manusia, makin lama makin besar. Mereka berdua hendak berpapasan. Kadiroen naik kuda, sedangkan orang itu berhenti di tepi jalan, mempersilakan Kadiroen. Kedua mata mereka saling beradu pandang. “Aduh” kata Kadiroen dalam hatinya. Ia hendak melecut kudanya supaya berjalan lebih cepat. Maka ia segera melewati orang yang ada di tepi jalan itu. Setelah agak jauh, ia menengok ke belakang. Dalam hatinya ia bertanya: "Siapakah gerangan orang itu?”
Sesampai di Desa Maloko, Kadiroen melihat penduduk di situ sudah bangun semua. Mereka sedang sibuk bekerja di sawah. Kadiroen menjadi gembira. Ia berkata dalam hati, ”Penduduk di sini rajin-rajin, tanahnya subur, air banyak. Tetapi mengapa mereka tidak bisa kaya sebagaimana desa-desa lain. Apakah penyebabnya?” Kadiroen bertanya kepada orang-orang yang bekerja di sawah tentang berbagai hal yang berhubungan dengan mata pencaharian dan kehidupan rakyat di desa itu. Tetapi seluruh keterangan yang didapat Kadiroen belum mampu memecahkan persoalan yang dihadapi. Apa sebabnya rakyat tidak bisa hidup makmur. Setelah siang ia pulang dengan hati gundah. Ia berjanji dalam hatinya, esok pagi akan kembali lagi. Ia ingin tahu dan terus berusaha mencari tahu sebab-sebabnya. Di dalam perjalanan pulang, ia terus berpikir. Otaknya terus berputar-putar. Tetapi selain itu, setiap beberapa saat, jiwanya selalu bertanya "Aduh, siapakah, gerangan orang yang tadi itu?" Silih berganti ingatan dan pikirannya berkecamuk. Kadiroen berusaha menenteramkan jiwanya. Tetapi ah, setiap saat ia selalu teringat. Dadanya berdebar-debar dan nyeri, “Aduh, siapakah?” Jika pada siang hari jiwa Kadiroen bertanva-tanya, malamnya selalu tidak bisa tidur. Dan pada saat itu juga batinnya selalu bertanya: “Siapakah dia?" pertanyaan itu terus-menerus tidak mau pergi dari ingatannya.
Bersambung...

sampai jumpa 2 hari kedepan....(kalo tidak sibuk dengan RL 😛 )
terimakasih