Selayang Pandang

Day 2,401, 21:33 Published in Indonesia Indonesia by Karlina Alkhatiri
Cerita ini murni karangan. Kesamaan nama bukanlah kesengajaan.


"Ada misi untukmu. Temui Kapten Buthek Kuchel. Dia akan menjelaskan misimu.".
Kuterima map yang disodorkan kepadaku.
"Sampaikan juga salamku untuknya.".
"Baik." sahutku.
"Laksanakan!" perintahnya kemudian.

Segera kutemui Kapten Buthek Kuchel. Kuberikan map yang tadi kuterima padanya. Dari map tersebut ia mengeluarkan 2 lembar foto.
"Namanya Nameless. Dan yang ini adalah tangan kanannya, Unnamed." Kapten Buthek Kuchel menjelaskan 2 lembar foto ditangannya.
"Misimu: bunuh mereka. Siapkan dirimu"
"Baik." sahutku segera.
"Tadi Kapten Wandrip Wandr1p titip salam untuk anda." kataku kemudian.
"Begitu?" sahutnya. Aku mengangguk.
"Kalau begitu untuk rekanmu dalam misi kali ini bawa si Peti Kosong." perintahnya lagi.
"Baik." sahutku.

Sejam kemudian aku sudah dalam perjalanan bersama rekanku. Semalaman kami berjalan menuju lokasi yang diperkirakan adalah tempat persembunyian mereka. Dari informasi yang tadi kuterima, intel kami sudah memastikan tempat persembunyian ke-2 orang itu.

Saat pagi menjelang kami sudah tiba dekat lokasi yang dituju. Didepan sana terlihat sebuah pondok sesuai dengan informasi dari intel kami. 700 meter jauhnya mungkin jarak pondok itu. Tak masalah bagiku. Segera kucari dataran terbaik untuk menyiapkan McMillan Bros Tac-50 yang kubawa.

Hingga lewat tengah hari masih juga tak ada tanda bahwa targetku berada di pondok itu. Apakah intel kami salah? Segera kubuang asumsi tersebut. Kulanjutkan kembali mengintai dengan scope rifleku. Hampir bosan aku ketika pintu pondok disana terbuka dan keluar seorang pria dari dalamnya.
"Target terlihat. Jarak 721 meter. Terbuka. Angin...." tak kudengar lagi apa yang si Peti Kosong katakan.
Saat ini hanya kurasakan telunjukku di pelatuk, bersiap untuk segera membunuh target.

DUARRR!!!
Sebuah ledakan besar menghancurkan pondok didepan sana. Kusingkirkan senapanku.
Gila! Pondok itu kini hancur berserakan.
Pantulan cahaya dari sebelah kiriku! Ekor mataku melihatnya tadi. Segera ku angkat kerah baju si Peti Kosong sambil cepat berdiri. Disaat yang sama ku cabut pistolku dan segera kumuntahkan seluruh isinya ke arah pantulan cahaya tadi.

Sambil terus menembak ku tarik si Peti Kosong untuk berlindung di gundukan tanah dekat kami tadi berbaring. Instingku mengatakan bahwa pantulan cahaya tadi adalah pantulan lensa scope. Segera kuganti magasin baru untuk pistolku.
Pikiranku berputar cepat. Siapa sniper itu? Kawankah?. Tak mungkin kawan pikirku. Bila benar kawan pasti ia akan memanggil dengan kode begitu melihat kami.
Musuh? Tapi mengapa ia tak langsung saja membunuh kami saat ada kesempatan?

"Disaat begini rasanya penembak jitu lebih baik." kataku pada diriku sendiri.
"Dari dulu aku penasaran perbedaan sniper dengan penembak jitu. Apa kau tahu?" si Peti Kosong bertanya. Pertanyaan yang membuatku menoleh untuk melihatnya. Wajah si Peti Kosong bersungguh-sungguh.
"Seorang sniper tak mengutamakan ketepatan, tapi menghasilkan kerusakan terbesar dalam setiap butir peluru yang kami gunakan. Intinya adalah membunuh target dengan peluru senapan kami." jelasku.
"Kalau penembak jitu?"
"Mereka mengutamakan ketepatan. Karena prioritas mereka adalah melumpuhkan." jawabku.
"Perhatikan punggungku." perintahku padanya.
"Kenapa? punggungmu bersih." ia berkata sambil menepuk-nepuk punggungku. Gila! ingin rasanya kuhajar wajahnya tersebut dengan pistol yang kupegang saat ini juga.
Kasar kuseret tubuhnya merapatkan punggungnya dengan punggungku.
"Perhatikan daerah didepanmu. Jika ada yang aneh, tembak saja." perintahku.
Kuperhatikan kembali depanku kemudian.
"Disini aman. Bagaimana denganmu?" tanyaku.
"Disini tak terlihat apapun." sahutnya. Merasa tak percaya, kuputar kepalaku. Moncong pistol tepat dikeningku saat ini. Bodohnya aku tak menyadari perkataannya . Si Peti Kosong kepalanya tertutup jubah penyamaran.

"Kau siapa?" tanya pemegang pistol yang menempel di keningku.
"Ah tidak mau menjawab rupanya." cibirnya. Ia melepaskan jubah yang menutupi wajah si Peti Kosong.
"Kalian siapa?" tanyanya pada si Peti Kosong.
"Aku Peti Kosong. Dia Mata Elang. Dari kami T.O.P." jawab Peti Kosong.
"Ah Mata Elang. Aku pernah dengar tentangmu. Bukankah kau sniper terbaik ke-7 dari Divisi Elit? Kenapa rekanmu sebodoh ini?" ia melirik si Peti Kosong.
"Yang bodoh itu kau. Aku adalah adik dari atasan Kapten Wandrip Wandr1p. Kau tidak tahu kan?" sahut Peti Kosong. Kaget aku mendengarnya. Sekarang aku paham arti salam dari Kapten Wandrip Wandr1p.

"Hahahaha...." pecah berderai tawa si pemegang pistol.
"Dunia sungguh aneh" katanya lagi.
"Kau siapa?" Peti Kosong bertanya.
"Matahari" aku yang menjawab kali ini.
"Matahari? Astaga kau benar Matahari? Berarti kita teman." si Peti Kosong kegirangan.

Matahari menatapku tajam.
"Darimana kau tahu?" tanya Matahari kepadaku.
"Tato matahari di leher kirimu. Kau juga memegang pistol dengan tangan kiri. Itu cocok dengan profilmu." jelasku.
"Menarik juga. Kau tahu banyak tentangku?" tanyanya lagi.
"Kau hanya no.2" kataku kemudian.
"Bodoh! Matahari adalah yang terbaik" keras teriak si Peti Kosong.
"Matahari hanya no.2. Ada seseorang yang lebih baik darinya. Aku sudah memeriksa semua misinya. Tapi aku belum tahu siapa si no.1. Hanya ada sedikit data tentang si no.1"

Terdengar siulan dari arah hutan di belakang Matahari.
"Kita akan bertemu lagi" Matahari berkata sebelum ia pergi.