HIKAYAT KADIROEN (12)

Day 3,006, 17:12 Published in Indonesia Colombia by kerikil

Ahai selamat pagi kawan-kawan semua, semoga kalian masih tidak bosan membaca hikayat lawas ini.

"HIKAYAT KADIROEN"
KARYA : SEMAOEN


ceritera ini akan di update sampai tamat inshaALLAH setiap 2 hari sekali.

...sekarang semakin makmur ketimbang dahulu.
......


Pagi-pagi betul Kadiroen datang di Onderdistrik D di kantornya Tuan Asisten Wedono. Lurah-lurah dan para tetua desa belum datang di situ. Baru saja Kadiroen duduk, ada seorang polisi desa datang, mengantarkan seorang perempuan yang sedang menggendong anaknya yang kira-kira berumur sembilan bulan. Perempuan itu kelihatan amat kurus badannya. Dan dari pakaiannya kelihatan sangat miskin. Baju robek-robek dan kainnya bertambal-tambal. Anaknya yang kecil telanjang. Demi melihat mereka, Kadiroen menaruh betas kasihan pada si miskin itu. Segera Kadiroen bertanya pada pegawai polisi yang mengantar:
"Itu orang apa?"
"Ini seorang pesakitan Ndoro, kemarin siang ia ditangkap oleh mandor tegal tebu, sebab ia sedang mencuri tebu pabrik. Sekarang hamba antar ke sini atas perintah lurah.

Lalu Kadiroen mendekati perempuan tersebut dan bertanya:
"Mbok mengapa kamu mencuri. Kamu toh tahu, yang itu adalah perbuatan jelek dan kamu bisa dihukum?" Maka perempuan tadi menjawab, singkatnya begini: "Bagaimana Ndoro, hamba punya anak menangis, karena lapar. Sedang hamba juga lapar, uang atau makanan tidak punya!"
Mendengar jawaban tadi, hati Kadiroen seperti tergilas oleh mesin. Sebab ia kasihan pada si miskin. Lalu ia meminta keterangan lebih jauh dan mendapat cerita bahwa perempuan itu dulunya hidup cukup. Tetapi kira-kira dua tiga bulan ini dia dan suaminya tidak mendapat pekerjaan di desanya. Lalu ia menjadi miskin, dan suaminya terpaksa meninggalkan sang istri untuk mencari pekerjaan lain di tempat yang jauh. Karena kurang ongkosnnya, sedang di tempat lain itu belum tentu mendapat pekerjaan, maka istri dan anaknya tadi terpaksa ditinggal dan hidup sengsara di desa. Sehingga pada suatu hari tadi, terpaksa ia mencuri tebu untuk mengisi perutnya. Mendengar cerita tadi, hati Kadiroen rasanya seperti menangis. Dan amat betas kasihan pada si malang itu. Segera Kadiroen dengan uangnya sendiri menyuruh membelikan makanan yang cukup untuk perempuan tadi dan ia memberi derma uang sebesar f.2.50,- kepadanya. Kecuali itu ia tidak bisa menolong apa-apa lagi. Dan perempuan itu meski menghadap di muka Landgerecht sebab mencuri sepotong tebu. Di sini Kadiroen tidak bisa menghalang-halangi hukum. Ia meski menjalani hukum itu. Siapa yang mencuri mesti dihukum. Apakah sebabnya mencuri pun hanya untuk menimbang berat ringannya hukuman saja. Hal ini memang sudah seadil-adilnya.

Sesudah semua lurah dan tetua desa berkumpul, maka Kadiroen membuka pembicaraan seperti di Onderdistrik A, B, dan C, serta menambah bahwa kehidupan yang melarat itu gampang menggoda manusia, sehingga ia menjadi jahat. Oleh karena itu, semua diminta keterangan sebenar-benarnya, supaya Kadiroen bisa berusaha untuk memperbaiki kehidupan rakyat, agar rakyat tetap baik budi pekertinya.
Maka kesimpulannya, semua masalah di Onderdistrik D persis sama dengan onderdistrik lainnya. Sesudah itu, maka permusyawarahan dibubarkan. Dan berbeda dengan adat kebiasaan pejabat yang kasar dan gampang marah kepada pejabat yang ada di bawahnya, Kadiroen lalu menasihati Wedono D secara sendirian, tidak diketahui oleh orang-orang lain, supaya selanjutnya asisten wedono itu jangan berdusta: mengatakan kehidupan rakyat makmur pada kenyataannya tidak. Asisten wedono tersebut mengaku bersalah, dan berkata bahwa dia takut mendapat marah kalau dahulu mengatakan bahwa kehidupan rakyatnya sengsara. Memang sering terjadi, para pejabat membesar-besarkan kemakmuran rakyat di bawah pemerintahannya dan menutup-nutupi kekurangan rakyat agar ia mendapat pujian bahwa ia pandai. Kedustaan seperti itu justru menyusahkan para pembesar dan pemerintah. Karena mereka selanjutnya tidak tahu betul hal ihwal rakyat di desa-desa. Tetapi seorang pejabat yang menjelaskan kekurangan kehidupan rakyat pun, sering mendapat malu dan dimarahi oleh atasannya. Ia katakan kurang pandai memenuhi kebutuhan rakyat. Buat seorang pejabat yang dasarnya tidak kesatria, maka mereka sering berbuat kekeliruan dan memilih berbuat dusta daripada malu dimarahi. Sebaliknya seorang pejabat yang kesatria, tidak berbuat dusta, mereka berusaha menerangkan sebab-sebab kemunduran keselamatan rakyat itu serta membikin voorstel-voorstel pada pembesarnya guna memperbaiki keadaan rakyat itu. Mereka mencari pangkat tidak dengan perbuatan-perbuatan yang tidak halal, tetapi dengan kebenaran dan kesucian hati menghadapi pada rakyat di bawah perintahnya. Kadiroen menerangkan hal ini dengan halus pada Asisten Wedono D. Dan ia mendengar janji bahwa asisten wedono itu seterusnya akan bertindak dengan benar dan tidak berdusta lagi.

Datang di kawedanan atau kantor wedono, Kadiroen memikirkan keterangan-keterangan yang sudah ia dapatkan dari keempat pertemuan tersebut. Banyaknya penghasilan dan pekerjaan untuk rakyat hampir sama seperti zaman kuno. Ya, sekarang justru lebih banyak jenis pekerjaan. Meskipun begitu, toh rakyat tambah miskin. Apa sebabnya? Kadiroen mengira bahwa rakyat sendiri yang salah. Tentunya rakyat lebih royal ketimbang yang dahulu. Sehingga hasil yang mereka dapat tidak seimbang dengan belanja yang mereka keluarkan. Artinya rakyat mengeluarkan ongkos hidup lebih besar dari pendapatannya. Tetapi umpama perkiraan itu betul, apakah sebabnya sehingga rakyat berbuat begitu? Apakah adat mereka yang berubah. Kadiroen mengerti bahwa memang biasanya bumiputera senang kelihatan kaya. Seperti dalam hal mengawinkan anak, membikin keramaian yang tidak kecil ongkosnya, pada Hari Raya 1 Syawal menyalakan mercon atau kembang api dan kesenangan lainnya. Mereka mau mengeluarkan ongkos yang banyak untuk keperluan-keperluan begitu. Sebab kalau tidak begitu, mereka malu pada sahabat-sahabatnya. Umpamanya betul ini adat yang memiskinkan rakyat, toh zaman dahulu adat itu juga ada; mengapa hal yang sama, sekarang menyebabkan miskin? Kadiroen menyangka bahwa royal-nya rakyat bertambah tapi mengapa bertambah? Kadiroen menyangka biasanya tambah royal itu karena terbawa oleh hasil yang didapat rakyat sekarang ini lebih gampang dikeluarkan, lain dari zaman dahulu. Tentang masalah ini Kadiroen mengira karena sekarang rakyat kebanyakan mendapat hasil berupa uang. Sedang dahulu berupa hasil tanah seperti padi, beras, kelapa, jagung, ketela dan sebagainya. Uang sangat enteng dan gampang dikeluarkan. Sebaliknya, hasil tanah sangat berat dan sedikit susah dikeluarkan. Rakyat mencari gampangnya. Itu sudah menjadi kebiasaan kebanyakan manusia. Oleh karena itu, mereka lebih senang menerima hasil uang daripada hasil tanah. Karena itu umpama ada hasil tanah, mereka lalu lekas menukarkan menjual hasil itu dengan uang. Tetapi kemudahan yang berhubungan dengan uang itu tidak sepadan dengan pengertian dan kepintaran rakyat. Rakyat tidak tahu betul harganya uang. Dan mereka lebih gampang lagi mengeluarkan uangnya. Akhirnya, mereka menjual kerbau, sapi dan sebagainya. Sehingga bertambah lama menjadi bertambah miskin. Begitulah pendapat Kadiroen setelah ia berpikir lama dan dalam.

Tertarik oleh pendapat itu, maka Kadiroen secepat-cepatnya menulis surat panjang lebar kepada asisten-asisten wedono di bawah perintahnya. Di dalam surat tersebut Kadiroen menceritakan pendapatnya. Dan dengan surat itu, Kadiroen memerintahkan kepada asisten-asisten wedono agar segera menerangkan maksud surat itu kepada semua lurah. Dan lurah-lurah desa diperintah untuk memberitahukan masalah itu pada rakyat kecil. Dengan disertai nasihat supaya rakyat menjadi hemat. Jangan gampang-gampang mengeluarkan harta benda; royal tayuban dan kesenangan-kesenangan lain yang mahal supaya dikurangi.

Setelah menulis surat itu, maka Kadiroen menyuruh mengirimkan surat tersebut. Lalu ia menulis semua urusan dan pendapat serta perintahnya itu dalam laporan yang panjang lebar pada pembesar-pembesarnya, yaitu tuan patih untuk diteruskan pada tuan bupati atau regen.

Kadiroen mengira bahwa aturan yang dibikinnya sudah bisa diumumkan pada rakyat dalam waktu dua puluh hari. Oleh karena itu, mulai hari yang kedua puluh satu, setelah suratnya dikirimkan, Kadiroen mau memeriksa sendiri di desa-desa, bagaimanakah aturan yang dibikinnya itu diterima oleh rakyat. Kadiroen tahu bahwa jika rakyat ditanya satu per satu oleh seorang wedono, tentu mereka tidak akan berani menceritakan pikirannya dengan terus terang untuk mengatakan baik buruknya aturan wedono yang menanyai mereka itu. Kadiroen berdandan. Dengan pakaian palsu, ia menyamar seperti orang Arab, layaknya seorang mindring yang mengutangkan kain pelakat dan kain kebaya kepada penduduk desa. Dengan pakaian begitu, maka ia akan mendapat keterangan yang sebenarnya dari rakyat. Kadiroen akan mendatangi tiga atau empat desa dalam sehari di setiap onderdistrik. Dalam empat hari, pekerjaan itu akan bisa selesai. Mengingat bahwa ia saban hari harus mengerjakan pekerjaannya di kantor juga, sudah tentu pekerjaan Kadiroen selama empat hari itu akan berat sekali. Mulai jam empat pagi sudah berangkat bekerja, jam sebelas malam baru bisa tidur. Segala susah payah itu bagi Kadiroen tidak dihiraukannya. Yang ia ingat pertama-tama adalah keperluan rakyat yang ada di wilayah distriknya.

Begitulah, maka pada suatu hari kita melihat seorang Arab palsu alias Kadiroen berjalan mondar-mandir di Desa H, Onderdistrik A. Ia memasuki satu per satu rumah dan menawarkan jualan sarung-sarungnya sambil berteriak-teriak:
"Sarung, sarung! Sungguh ini sarung yang bagus dan murah. Boleh dicicil saban sepasar dan tiga bulan Voldaan. Mindring sarung buat anak-anak yang mau sunat atau boleh dipakai waktu punya hajat atau tayuban..."
Orang-orang desa banyak yang tertawa, mendengarkan orang Arab yang menjajakan dagangannya dengan begitu aneh itu. "Arab lucu, Arab lucu!" begitulah kata anak-anak kecil sambil mengikuti "Arab Kadiroen" di belakangnya. Tetapi dengan cara berjualan yang begitu aneh itu pula akhirnya bisa membuka suara penduduk desa. Begitulah banyak orang di Desa H tersebut berkata:
"Tuan Sayid, jangankan tayuban, sedangkan menanggap wayang saja sekarang dilarang keras dan bisa dihukum!".

Kadiroen menjadi heran mendengar keterangan itu. Karena itu, ia memancing keterangan-keterangan lain yang lebih luas dan lalu ia mengerti bahwa lurah desa tersebut sudah memberi perintah bahwa Tuan Wedono yang baru sudah melarang orang kecil ramai-ramai wayangan, tayuban dan sebagainya. Siapa yang berani melanggar akan dimintakan hukuman oleh lurah. Sedangkan rakyat diberi nasihat supaya jangan royal. Tetapi lurah dari desa tersebut sudah mengeraskan nasihat menjadi larangan keras dengan ancaman hukuman. Memang sering hal yang serupa itu di desa-desa. Nasihat dari atas dibesar-besarkan kalau sudah di bawah, sehingga menjadi perintah halus, kadang-kadang menjadi tambah keras lagi dan lalu menjelma menjadi perintah kasar. Sudah barang tentu rakyat dari desa tersebut banyak yang mengomel karena larangan tersebut. Banyak yang memaki-maki pada wedono baru yang mau mengubah adat orang desa, mau memotong kebebasan mereka buat mencari sedikit kesenangan. Adapun, sebab-sebab mengapa orang kecil mesti dinasihati, oleh lurah yang bodoh tadi, tidak diterangkan. Memang banyak lurah yang begitu bodoh sehingga tidak mengerti sebab-sebab dan manfaat dari perintah yang baru, apalagi menerangkan hal itu pada rakyatnya. Lurah yang semacam itu lalu main hantam kromo dalam hal mengurus desanya. Demikian juga adanya di Desa H.

Bahwa hal-hal serupa itu akan berbahaya bagi kehormatan pemerintah, itu sudah pasti. Sebaliknya, kemajuan negeri saban tahun memaksa lahirnya macam-macam aturan yang baru pula. Hal itu sering menyusahkan lurah desa yang kebanyakan dipilih dari para petani dan para tetua yang jarang memiliki pengetahuan yang luas serta sesuai dengan tuntutan zaman kemajuan sekarang ini. Kadiroen mengerti, sesudah "perjalanan rahasia" itu, bahwa keadaan sebagaimana di Desa H itu juga terjadi di lain-lain tempat. Kadiroen menjadi susah memikirkan hal ini. Ia mengambil keputusan akan memperbaiki kekeliruan-kekeliruan yang ditimbulkan oleh pegawai-pegawainya yang ada di bawah. Kadiroen menjadi senang bahwa dengan pura-pura menjadi Arab Mindring itu, ia sudah bisa menyelidiki adanya jalan pemerintahan di desa-desa. Memang banyak pejabat yang hanya memerintahkan saja kepada bawahannya, tanpa mengurus bagaimana jalannya perintah di bawah sebagaimana mestinya. Orang kecil biasanya tidak berani menjelaskan keberatannya pada pejabat-pejabat di atas. Begitulah, umpamanya sebuah peraturan di bawah diperintahkan dengan keliru, maka pembesar yang di atas tidak akan mengetahui kekeliruannya kalau tidak menyelidiki semua hal itu di desa-desanya sendiri. Sebaliknya, untuk menyelidiki sendiri, hampir para pejabat tidak mempunyai waktu, dari sebab semakin tinggi pangkatnya, tambah besar pula urusan yang harus diselesaikannya. Sehingga tambah tinggi pangkatnya, tambah sedikit pengetahuan mereka tentang bermacam-macam perubahan pikiran dan perasaan rakyat akibat bermacam-macam aturan di zaman baru. Ada pula pejabat tinggi yang berusaha mendapatkan pengetahuan itu dengan pertolongan banyak mata-mata atau spion yang mereka bayar dengan uang dari sakunya sendiri. Tetapi sejauh mana mata-mata itu bisa dipercaya? Itulah sebabnya Kadiroen menjadi mengerti mengapa dulu sewaktu ia menjadi mantri polisi, banyak keterangan yang dibikin-bikin oleh mata-mata itu sendiri, dengan menyimpang dari kebenaran yang sesungguhnya. Asal saja mata-mata itu memberikan keterangan dan ia dapat uang.sekarang semakin makmur ketimbang dahulu.
Kadiroen memikirkan hal itu dan merasa bahwa ia sebagai seorang wedono yang wilayahnya begitu lebar sekarang terpaksa harus bekerja keras luar biasa. Tetapi ia tidak akan takut pada pekerjaan yang berat, asal saja ia bisa membikin keamanan dan keselamatan rakyat yang ada di distriknya.
Sehubungan dengan masalah tersebut, Kadiroen mengadakan rapat di pendopo setiap kantor asisten wedono. Adapun, yang diundang dalam rapat tersebut adalah semua lurah dan semua penduduk laki-laki di tiga sampai empat desa yang berdekatan dengan pendopo masing-masing onderdistrik. Kadiroen datang sendiri dalam vergadering-vergadering yang tidak kecil (kira-kira 1500 orang). Di dalam rapat itu ia menjelaskan sendiri kepada rakyat apa sebabnya ia memberi nasihat supaya rakyat mengerti harganya uang. Dan ia menandaskan bahwa itu hanya nasihat saja. Vergadering lalu bisa mengerti bahwa nasihat wedono baru, Kadiroen, sangat baik dan bermanfaat. Sesudah itu, maka Kadiroen menyuruh lagi pada lurah-lurah, supaya tiga sampai empat desa lainnya berkumpul dalam satu vergadering dan meminta pada asisten-asisten wedono supaya mereka ikut dalam vergadering-vergadering tersebut dan menyuruh mereka supaya menasihati rakyat seperti tadi. Untuk menjaga supaya jangan sampai ada kekeliruan lagi dan supaya Kadiroen mengerti kalau ada kekeliruan lagi, maka Kadiroen memberi perintah supaya orang kecil yang mempunyai keberatan-keberatan apa saja hendaknya datang sendiri di kawedanan Kadiroen. Begitulah, para asisten wedono dan lurah-lurah itu juga diperintah supaya mereka mau menerangkan kepada rakyat. Aturan ini memang sangat berlainan dengan kebiasaan yang dulu, Kadiroen mau menerima orang kecil tanpa perantaraan seorang lurah lagi. Kadiroen merasa bahwa ia terpaksa membuat aturan baru itu karena ia berusaha memenuhi kebutuhan rakyat. Tentu saja, semua pejabat yang ada di bawah perintah Wedono Kadiroen banvak yang mengomel begini:
"Wah inilah aturan wedono baru yang masih muda. Banyak macamnya, tidak seperti yang dulu-dulu. Rewel dan banyak omong."
Tetapi Kadiroen tidak mengerti, mengapa ada omelan seperti itu. Karena ia memiliki maksud yang bersih, sebagai seorang yang ingin menjadi bapaknya rakyat. Maka ia mengira, pejabat-pejabat yang ada di bawahnya sepakat dan juga memiliki watak seperti dirinya. Kadiroen sudah berusaha dengan satu cara untuk memperbaiki kehidupan rakyat dan tidak tahu kalau para pegawai di bawahnya berwatak lain. Pegawai-pegawai itu kebanyakan meminta cara-cara memerintah seperti zaman dahulu saja.

Sudah barang tentu, dengan usaha Kadiroen itu, rakyat menjadi percaya kepada dirinya, seperti kepercayaan anak kepada bapaknya. Kadiroen dicintai oleh rakyatnya. Tetapi ia memiliki bawahan yang suka mengomel dan tidak menyukai dirinya.

Berhubung dengan permintaan Kadiroen kepada rakyat supaya mereka datang sendiri kepadanya secara langsung, kalau ia memiliki keperluan dan keberatan, maka ia sering kedatangan orang-orang dari berbagai desa. Namun kalau dibandingkan dengan banyaknya penduduk yang ada di distrik itu, boleh dibilang yang datang ke kantor Kadiroen sangat sedikit. Dan apa yang diadukan hanyalah perkara-perkara yang penting dan telah jelas terbukti semuanya, sedangkan kebanyakan dari mereka yang datang, hanyalah penduduk yang berani-berani. Tetapi meskipun begitu, kebanyakan dari mereka meminta kepada Kadiroen supaya nama si pengadu jangan diberitahukan kepada para pejabat yang ada di bawah Kadiroen karena si pengadu takut difitnah.

Memang sering terjadi, seorang kecil yang mengadukan perkara secara langsung pada pejabat tinggi, ia dibenci dan difitnah oleh pejabat-pejabat yang ada di bawah. Apalagi kalau pejabat yang di bawah itu yang bersalah sehingga sampai diadukan seperti itu. Sebaliknya, kalau rakyat tidak mengadu, maka masalahnya sungguh berat; kelirulah rakyat yang tak kuat lagi jika lalu mengirim surat "budek" atau surat yang tidak memakai tanda tangan dan dengan nama palsu kepada pejabat-pejabat tinggi. Kalau surat "budek" itu diurus akan banyak dijumpai kesalahan. Apalagi kalau mengurusnya tidak rajin dan kurang hati-hati. Pada kenyataannya sering terjadi pengaduan rahasia itu kurang beralasan. Pertama, karena saksi-saksi belum berani menghadap, karena ketakutan difitnah tadi. Yang kedua, sebab yang menulis dan mengirim surat itu kebanyakan orang bodoh yang hanya bisa menulis sedikit. Pengetahuannya tidaklah cukup untuk menerangkan hal-hal dengan jelas dan nyata tentang kejadian yang sebenarnya.

Bersambung....

Sampai jumpa di episode berikutnya