Cerpen Kita: YANG SAYANG YANG

Day 2,716, 04:07 Published in Indonesia Chile by Fitri Elen4

Cerpen Kita: YANG SAYANG YANG


Kriiiingggg....
Bunyi jam weker sungguh mengganggu. Sebenarnya akupun tak suka tapi semalam memang aku yang menyetelnya. Pkl 09.01 kulirik waktu di jam wekerku.


Terasa berat bangun jam segini dihari libur buatku. Tapi ketika terpikir bahwa hari ini adalah hari kencan pertamaku dengan Yudi, jadi semangat juga untuk membuka mataku. Mata yang masih ingin dipejamkan lagi karena tak terbiasa bangun dipagi hari seperti ini, kecuali jika hari-hari sekolah tentunya.

Kuseret sepasang kakiku menuju kamar mandi. Setelah mandi terasa sedikit terbuka juga sepasang mataku. Kubuka lemari, dan kuambil gaun terusan berwarna biru sepanjang lututku lebih sedikit. Kupakai juga sweater rajutan kebanggaanku untuk sekedar menutup bahuku yang terbuka.

Sejenak aku merasa bingung juga didepan cermin, apakah rambutku yang panjang hitam lurus ini harus digeraikan saja atau kutata sedikit? Hmmm.... setelah kupatut-patut diriku sekali lagi, akhirnya kuputuskan untuk memakai topi lebar hadiah dari mama.

Baiklah, aku sudah cantik sekarang. Sebenarnya aku sudah cantik dari semenjak lahir koq kupikir-pikir lagi sambil menatap wajah yang ada di cermin.

“Lisa sarapan dulu sayang” mama memanggilku dari luar kamar.
“Iya ma”

Kurapikan sekali lagi dandananku hari ini. Kutatap juga cermin sekali lagi untuk memastikan tak ada yang kurang dari diriku.

“Buka dulu dong topi kamu” mama menegurku.
“Maaf ma, buru-buru nih” sahutku.

Kulepas topiku.

“Mau kemana hari ini? Cantik bener putri mama”
“Mau jalan-jalan sama temen doang ma” sahutku.
“Siapa?” tanya mama lagi.
“Yudi ma”
“Jalan berdua doang?”
Aku hanya menggangguk karena mulutku sedang sibuk mengunyah.
“Jam 5 sore kamu sudah harus dirumah. Dan Yudi harus yang nganterin kamu kerumah.”
“Mama....” aku merajuk.
“Jam 5.” Mama melambaikan tangan kanannya di depan wajahku.
Hilang sudah selera makanku pagi ini. Tadinya kami berencana pulang sedikit lebih sore lagi. Pkl 8 malam mungkin.

Tapi keputusan mama memang keras. Beliau bilang jam 5 ya berarti harus jam 5. Arrghhh.... ingin rasanya aku mengacak-acak rambutku. Tapi sayang sudah capek-capek kutata tadi, masak harus kubongkar lagi?

Setelah selesai makan segera ku isi tenggorokanku dengan segelas jus jeruk. Sedikit terasa menyegarkan otakku yang sedang panas memikirkan ultimatum mama tadi.

Kuhela nafas panjang....

“Aku berangkat ma!” teriakku sambil berjalan menuju gerbang rumah.

“Hai mau kemana Nur?” kusapa teman sekelasku yang kutemui di depan gerbang.
“Assalamu’alaikum, aku baru pulang dari warung” jawabnya.
“Beli apaan tuh?” tanyaku melirik bawaannya.
“Bumbu dapur, disuruh ibu”
“Oh....”
“Aku duluan ya, lagi ditunggu ibu.” pamitnya.
“Oke deh” sahutku
“Assalamu’alaikum” dia berikan salam lagi.
“Wa’alaikum salam” kubalas karena merasa tak enak hati dengannya.

“Pagi kak Intan” sapaku pada kasir swalayan yang sedang berjaga.
“Pagi Lisa” senyumnya.
Segera kuhampiri deretan rak minuman ringan di sudut. Kulihat-lihat deretan minuman yang tersusun rapi disana. Kuraih salah satunya.

“Eh lo serius ama si Lisa?” kudengar suara dari balik rak. Merasa kenal suaranya, aku ingin memastikan dengan melihat ke cermin yang terpasang di sudut. Oh Yudi bersama temannya. Segera aku berbalik dan menyapa mereka.

“Ha....” suaraku terpotong di tenggorokan oleh kalimat seseorang dari mereka.
“Ya enggak lah. Gue cuma mau deketin si Ayu aja. Ntar kalo dah deket ama si Ayu, gue buang dia” Yudi yang bicara.
“Ntar kalo si Ayu nanya gimana?” tanya Yuda lagi.
“Gampang bisa diatur. Lo kaya enggak tau gue aja. Ha ha ha....” Yudi tertawa.

Sakit. Kugigit bibir bawahku keras. Tak bisa kutahan butiran bening yang mulai menggumpal dan menetes turun dari sudut mataku ini. Kuseret sepasang kakiku perlahan-lahan menjauh dari tempat ini. Masih sempat kuletakkan minuman yang tadi kuambil di meja kasir. Tak kupedulikan tatapan heran kak Intan.

Segera ku berlari keluar swalayan.

Turun hujan deras setelah aku keluar dari swalayan, seakan menurut perasaan hatiku. Cuaca pun menjadi gelap, awan mendung ditambah lagi derasnya hujan. Kumaki-maki diriku yang begitu bodohnya. Begitu mudahnya aku memilih seseorang yang kukira memang pilihan yang tepat. Sedikit aku bersyukur karena ini baru rencana kencan kami yang pertama kali, dan akupun belum memberikan apapun padanya.

Kuteruskan ayunan langkahku menembus derasnya guyuran hujan. Kuingin segera sampai dirumah dan menangis sepuasnya, menumpahkan semua sakit dihati ini.

Kuhentikan langkahku sejenak sebelum menyeberang jalan.
“Masa kecil kurang bahagia ya? Ngapain ujan-ujanan?” sebuah suara mengagetkanku.
“Biarin” ketusku.
Payung yang dipegangnya cukup besar untuk kami berdua. Setelah berdiri disisiku untuk menyeimbangkan lindungan payungnya untuk kami, ia membantu menyeberangkanku.

“Untung ujannya gede, jadi ga bakalan ketauan kalo kamu lagi nangis”
“Siapa yang nangis!” bantahku.
“Ha ha ha ha.... kamu yang anak mami gini masa mau jalan lagi ujan gede gini? Ga usah ngaco deh, tadi di swalayan aku juga denger apa yang mereka omongin”
Gemuruh didadaku rasanya bertambah nyaring saja ketika ia terus menemaniku berjalan pulang.

“Kenapa kita terjatuh? Supaya kita bisa belajar untuk bangkit lagi” katanya ketika kami sudah sampai di depan gerbang rumahku. Disodorkannya gagang payung ke tanganku.
“Kamu?” tanyaku
“Berikanlah payung pada orang yang kehujanan walaupun ia tidak memintanya” tersenyum ia memberikan payungnya.
“Sebagai seorang cowo, aku akan malu jika tadi membiarkanmu kehujanan disana” lanjutnya.

“Terimakasih....” kuharap hujan menutupi air mataku yang tumpah mengalir dipipiku.