Gonjang-ganjing Referendum: Apa yang bisa kita pelajari?

Day 2,282, 03:24 Published in Indonesia Indonesia by Nietzsche Guevara
"Congress runs your daily life, They brainwash you into thinking: it is freedom" - Bad Religion, Slaves

1. Pro-kontra Referendum

Media eTanah-air sedang cukup ramai pasca pemerintah mengadakan referendum. Kebijakan ini menuai banyak tanggapan, baik pro maupun kontra. Pihak yang pro (kebanyakan memang orang2 gov), menganggap bahwa referendum yang dilakukan pemerintah adalah cara untuk mengetahui tanggapan rakyat terhadap keikutsertaan eIndonesia di aliansi ketiga. Bahkan presiden DevaJr menyatakan bahwa referendum ini adalah bukti bahwa pemerintah mendengarkan seluruh aspirasi warganya, sebuah konsekuensi dari konsep negara demokrasi.

Sementara itu, pihak yang kontra mengatakan bahwa dengan mengadakan referendum, pemerintah justru terkesan tidak berani mengambil keputusan dan mempertanggungjawabkannya. Suara kontra lain menambahkan bahwa pemerintah sedang menjalankan demokrasi campur-aduk. Pemerintah seharusnya tidak pilih-pilih dalam menerapkan demokrasi langsung (referendum termasuk salah satunya). Suara masyarakat perlu dilibatkan dalam seluruh pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah, bukan hanya dalam masalah hubungan luar negeri.



2. Referendum bukan murni kebijakan pemerintah, melainkan syarat keanggotaan aliansi

Terbitan resmi Istana Negara menyatakan bahwa:

"Kemaren malam, CP dan MoFA dari delapan negara (Bulgaria - Chile - Irlandia - Macedonia - Indonesia - Paraguay - Russia - Germany) telah melakukan meeting. dan kesepakatan telah tercapai untuk membentuk aliansi ketiga yang pro-Sirius. hal ini untuk mengimbangi damage dari Asteria. dan salah satu syaratnya adalah melakukan referendum di setiap negara mengenai keanggotaan negara tersebut di dalam aliansi baru ini" (Istana Negara, hari 2279)

Dari pernyataan di atas saja jelas bahwa sebenarnya pemerintah telah mengambil keputusan, secara 'otoriter', untuk bergabung ke aliansi ketiga yang pro-Sirius. Sementara referendum adalah salah satu syarat dari aliansi baru tersebut.

Jadi, hampir semua pendapat yang muncul, baik pro maupun kontra bisa dibilang kurang tepat. Pemerintah bukan tidak berani mengambil keputusan, karena justru keputusan sudah diambil, yakni bergabung dengan aliansi ketiga ini. Pemerintah juga sama sekali tidak sedang menjalankan demokrasi, karena toh pemerintah telah lebih dulu membentuk aliansi ini sebelum mengadakan referendum. Sekali lagi, referendum adalah syarat dari aliansi tersebut.

Jika dikaitkan dengan hal-hal tersebut, maka referendum ini juga bisa dibilang melenceng dari demokrasi langsung, karena syarat dari demokrasi langsung adalah pengambilan kebijakan yang bottom-up. Dari rakyat untuk kemudian dieksekusi oleh pihak-pihak yang dipercaya oleh rakyat (dalam hal ini, gov). Sementara referendum kali ini justru kebalikannya, dari atas (syarat dari aliansi) ke bawah (dilaksanakan oleh rakyat).

Ini tentu mengundang pertanyaan, untuk apa referendum kalau kesepakatan membentuk aliansi sudah tercapai? Dan kalau ternyata masyarakat menghendaki hal berbeda, bagaimana kelanjutan aliansi tersebut?



3. Apa yang mungkin dilakukan jika kongres tidak aktif?

Membaca curhatan presiden mengenai tidak adanya respon dari kongres terhadap undangan-undangan rapat, saya jadi sedikit curiga, jangan-jangan kongres hanya jadi ajang untuk mendapatkan medal? Ah semoga ini hanya suuzhan (prasangka buruk) saya saja.

Menghadapi kondisi kosongnya kursi parlemen seperti itu, pemerintah memilih berinisiatif dengan mengambil keputusan sendiri. Padahal bagaimanapun juga, setiap keputusan yang dilakukan oleh badan eksekutif (gov) haruslah disetujui oleh rakyat, yang dalam sistem triaspolitika, diwakili oleh badan legislatif (kongres) dengan fungsi representatifnya (mewakili rakyat).

Jika kongres yang mengklaim sebagai perwakilan rakyat tidak bisa diandalkan, maka demokrasi langsung dapat dijadikan alternatif. Bahkan, di situlah suara rakyat bergema, tanpa selubung kepentingan-kepentingan yang mungkin ada di kepala-kepala anggota parlemen. Tentunya demokrasi langsung inipun harus dilakukan dengan sebaik mungkin.

Sosialisasi adalah hal yang penting. Penjelasan umum mengenai isu yang diangkat, termasuk konsekuensi-konsekuensi yang akan didapat dari masing-masing opsi yang diambil harus dijabarkan sejelas mungkin oleh menteri terkait. Opsi jawaban juga tidak hanya menodongkan "ya" dan "tidak" dalam formnya, namun menyediakan seluruh opsi yang memungkinkan, termasuk textarea dimana masyarakat dapat menuliskan aspirasinya dengan lebih bebas. Transparansi juga merupakan hal penting lainnya, alangkah baiknya jika setiap perubahan hasil suara dapat dilihat oleh masyarakat.

Yang tentunya perlu dicatat adalah, demokrasi langsung dilakukan sebelum pengambilan keputusan. Bukan untuk menilai setuju atau tidaknya masyarakat terhadap keputusan yang telah dilakukan gov.



4. Persepsi masyarakat terhadap demokrasi langsung di eIndonesia

Melihat berbagai respon terhadap pengambilan keputusan secara referendum, yang secara teknis adalah bagian dari mekanisme demokrasi langsung, dapat disimpulkan bahwa masyarakat eIndonesia belum sepenuhnya siap menjalankan demokrasi langsung. Masyarakat masih cenderung bergantung di tangan pemerintah dan bahkan menilai pemerintah tidak bertanggung jawab ketika mulai membuka akses agar masyarakat dapat berkontribusi dalam pengambilan kebijakan negara.

Mungkin ilustrasinya seperti domba yang ngamuk dan menyeruduk gembalanya ketika sang gembala membebaskan sang domba. Padahal bukankah kebebasan itu berkah bagi sang domba untuk memegang kendali hidup secara penuh di tangannya, sehingga si domba dapat bebas menentukan akan kemana dan bagaimana hidupnya? Bukankah si domba bisa menghirup kebebasan, lepas dari eksploitasi yang mungkin dilakukan sang gembala?

Saya jadi ingat juga film Shawshank Redemption, bagaimana seorang kakek yang puluhan tahun berada di penjara, justru tidak kuat ketika terbebas dan dunia luas terbentang di hadapannya, ia pun memilih mati dengan memutuskan gantung diri. Ya. Penjara, kontrol, kadang terasa begitu nyaman dan membuat kita seakan tak bisa hidup tanpanya!



Salam,

Fajar

-PKeI Spokesman