DEMO yang tak lagi sakral

Day 2,742, 02:18 Published in Indonesia USA by pharaoh nimbus

"Tujuan demo itu apa to? Apa sekadar teriak-teriak lalu diakhiri bentrok dengan aparat?"
"Ya nggak lah Cak. Kan, kami ingin menyuarakan aspirasi dan tuntutan kami!"
"Ke siapa?"
"Ya ke pemerintah, lah."
"Lantas, mengapa kalian tuduh teman-temanmu yang bertemu presiden sebagai pengkhianat? Bukankah satu langkah sudah dilakukan mereka, yaitu bertemu kepala pemerintahan RI?"
"Tapi mereka kan cuma makan-makan, cak!"
"Mereka cuma makan-makan, kalian cuma teriak-teriak. Sama "cuma"-nya to?"
"Ya minimal kan sudah melakukan aksi, Cak!"
"Iya sih, bagus. Tapi saat ini demonstrasi itu kan tanpa ruh, nyaris bagai seremonial gegap gempita yang diakhiri dengan bentrok melawan aparat."
"Waduh, kok sampeyan skeptis dengan aksi kami, Cak?"
"Nggak skeptis mas, kasihan aja. Kalau memang mau menurunkan Presiden RI, sebaiknya anggota dewan itu yang sampeyan kompori. Toh, sampeyan sampeyan ini tahun kemarin jadi tim sukses mereka kan?"
"Iya sih Cak. Tapi apa mereka mau?"
"Ya kalau isunya tepat, momennya pas, mereka mau aja. Ingat zaman Gus Dur, deh. Eh, Tahu nggak, di Indonesia, lebih hebat anggota DPR daripada presiden RI. DPR bisa membatasi masa jabatan Presiden, tapi mereka sendiri tidak pernah membatasi masa jabatan mereka sendiri. Apa nggak keren?"
"Hehe, itu lain kali kita bahas Cak. Kami mau lanjut demo."
"Oke, semoga tetap bersemangat. Eh, rasanya demonstrasi mahasiswa nggak sesakral dulu lho, tau nggak kenapa?"
"Kenapa Cak?"
"Dulu jas almamater persis baju zirah, pakaian perang. Sakral. Lha kalau sekarang malah dipakai nonton Bukan Empat Mata sama acara musik. Ya hilang kesaktian dan kesakralannya. Hehehe."
"Ah, bisa saja sampeyan Cak....."
Dan, seremonial demonstrasi pun berlangsung. Kelak, para demonstran ini juga menjadi obyek demonstrasi, kok. Roda kehidupan terus berputar....

Penulis : Rijal pakne avisa (Copas dr F😎

Tambahan : akankah di eRepublik pun demikian?

#SuratuntukePresidendaneCongress