[Mensos-Lomba] Si Pitung , Robinhood dari betawi

Day 1,943, 11:56 Published in Indonesia Venezuela by Wong Aluss


Name asli dari SI PITUNG...SEBUTAN LAEN : BABE adalah:RADEN MUHAMMAD ALI BIN RADEN SAMIRIN BIN RADEN ABDUL KHADIR BIN PANGERAN RADEN JIDAR (NITIKUSUMA KE-5)

Beliau lahir di petunduan palmerah pada tahun 1874 dan wafat pada tahun 1903 di bandenagan utara kecamatan penjaringan-JAKARTA,Beliau termasuk pahlawan BETAWI dalam melakukan perlawanan terhadap tuan-tuan tanah Cina dan Belanda.

Si Pitung, berdasarkan cerita rakyat (folklore) yang masih hidup di masyarakat Betawi, sejak kecil belajar mengaji di langgar (mushala) di kampung Rawa Belong. Dia, menurut istilah Betawi, ‘orang yang denger kate’. Dia juga ‘terang hati’, cakep menangkap pelajaran agama yang diberikan ustadznya, sampai mampu membaca (tilawat) Alquran. Selain belajar agama, dengan H Naipin, Pitung –seperti warga Betawi lainnya–, juga belajar ilmu silat. H Naipin, juga guru tarekat dan ahli maen pukulan.

Suatu ketika di usia remaja –sekitar 16-17 tahun, oleh ayahnya Pitung disuruh menjual kambing ke Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dari kediamannya di Rawa Belong dia membawa lima ekor kambing naik gerobak. Ketika dagangannya habis dan hendak pulang, Pitung dibegal oleh beberapa penjahat pasar. Mulai saat itu, dia tidak berani pulang ke rumah. Dia tidur di langgar dan kadang-kadang di kediaman gurunya H Naipan. Ini sesuai dengan tekadnya tidak akan pulang sebelum berhasil menemukan hasil jualan kambing. Dia merasa bersalah kepada orangtuanya. Dengan tekadnya itu, dia makin memperdalam ilmu maen pukulan dan ilmu tarekat. Ilmu pukulannya bernama aliran syahbandar. Kemudian Pitung melakukan meditasi alias tapa dengan tahapan berpuasa 40 hari. Kemudian melakukan ngumbara atau perjalanan guna menguji ilmunya. Ngumbara dilakukan ke tempat-tempat yang ‘menyeramkan’ yang pasti akan berhadapan dengan begal.

Si Pitung yang mendapat sebutan ‘Robinhood’ Betawi, sekalipun tidak sama dengan ‘Robinhood’ si jago panah dari hutan Sherwood, Inggris. Akan tetapi, setidaknya keduanya memiliki sifat yang sama: Selalu ingin membantu rakyat tertindas. Meskipun dari hasil rampokan terhadap kompeni dan para tuan tanah yang menindas rakyat kecil.



Sejauh ini, tokoh legendaris si Pitung dilukiskan sebagai pahlawan yang gagah. Pemuda bertubuh kuat dan keren, sehingga menimbulkan rasa sungkan setiap orang yang berhadapan dengannya. Dalam film Si Pitung yang diperankan oleh Dicky Zulkarnaen, ia juga dilukiskan sebagai pemuda yang gagah dan bertubuh kekar. Tapi, menurut Tanu Trh dalam ‘Intisari’ melukiskan berdasarkan penuturan ibunya dari cerita kakeknya, Pitung tidak sebesar dan segagah itu. ”Perawakannya kecil. Tampang si Pitung sama sekali tidak menarik perhatian khalayak. Sikapnya pun tidak seperti jagoan. Kulit wajahnya kehitam-hitaman, dengan ciri yang khas sepasang cambang panjang tipis, dengan ujung melingkar ke depan.”

Konon, ia memiliki ajian Rawa Rontek (ajian yang membuat dirinya kembali bugar dan hidup lagi selama menyentuh tanah, meski sudah meninggal atau sekarat); ajian Halimunan (ajian yang membuat kehadirannya seolah tak tampak oleh orang lain alias menghilang); dan ajian Pancasona (ajian yang membuatnya kebal).

“Ketiga ajian itu diperoleh Pitung ketika belajar maen pukul dan agama pada Haji Naipin di Pondok Pesantren Menes, Kampung Rawa Bebek, Banten,” kata Umar Salbini, seorang pekerja seni Betawi yang diwawancara Windoro Adi untuk bukunya, Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi (2010). Menurut cerita rakyat, dengan ilmu kesaktian rawa rontek-nya itu, Bang Pitung tidak boleh menikah. Karena sampai hayatnya ketika ia tewas dalam menjelang usia 40 tahun Pitung masih tetap bujangan.



Sedikit pembahasan tentang ajian rawa rontek Rawe rontek yang arti bahasanya adalah "Kepala Putus", konon dapat membuat pemiliknya menjadi kebal dari senjata tajam, senjata api, racun ataupun santet/sihir. Tetapi lama kelamaan seseorang yang memiliki ilmu rawe rontek akan cepat emosi dan selalu berbuat kejahatan dan anarkis. Hal ini dikarenakan sel-sel tubuh pemilik rawe rontek dipengaruhi oleh jin jahat yang bersemayam.

Terdapat beberapa tingkatan pada ilmu rawe rontek. Pada tingkat rendah jin hanya bersemayam di aura pemiliknya dan menjadikan dia tahan pukulan dan bacokan.

Tingkat menengah jin sudah menempel di kulit pemilik. Kulit akan terasa keras seperti batu karang. Senjata api dapat tertahan di tingkatan ini.

Selanjutnya di tingakatan tinggi. Jin sudah memasuki sel-sel tubuh. Sehingga mampu membangkitkan energi tenaga dalam, dan mampu merekayasa percepatan regenerasi sel di dalam tubuh. Oleh karena kerusakan pada sel tubuhnya akan terus beregenerasi dengan cepat maka pemilik ajian rawe rontek biasanya memiliki umur yang panjang.

Tidak banyak orang yang bisa menguasai ilmu rawe rontek. Sebab untuk memperoleh ilmu ini bukan hal yang gampang. Harus melewati ritual yang berat untuk menguasai ajian ini. Dan harus pula dibarengi dengan keyakinan yang penuh. Terdapat repalan khusus dan kesedian berpuasa 40 hari dan ketentuan-ketentuan lainnya.

Hampir dalam setiap perkelahian membela kebenaran, si Pitung dikabarkan selalu muncul sebagai pemenangnya. Semua lawan dilibasnya terutama mereka yang mau unjuk gigi memeras dan menzalimi kaum miskin Betawi. Ulah dan keberanian Pitung itu tak pelak menimbulkan perasaan was-was di kalangan para pemuka Belanda dan para dedengkot (penguasa dan pengusaha) yang hidupnya sudah terlanjur enak. Jagoan kelahiran Rawa Belong inipun akhirnya dicap sebagai gembong pembawa kerepotan dan keonaran oleh pemerintah colonial Belanda di Batavia, termasuk gubernur jendralnya. Si pitung dianggap memiliki potensi menghasilkan kerawanan karena mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban.

Maka berbagai macam cara dan strategi dilakukan pemerintah Hindia-Belanda untuk menangkapnya: hidup atau mati. Pitung ditetapkan sebagai orang yang kudhu dicari dengan status penjahat kelas wahid di Betawi. Dalam suatu gelar perkara yang dinamakan ‘turun tikus’, si pitung menjadi sasaran utuma bidikan belanda ketika membela rakyat jelata dengan berdiri di baris depan gerakan petani.

Dalam kejadian ini rakyat dikerahkan untuk membasmi tikus di sawah-sawah di samping harus melakukan belasan kerja rodi (paksa). Ditambah dengan kewajiban blasting (pajak) yang dibenarkan oleh para tuan tanah, para petani Betawi tak sanggup menahan azab. Akhirnya, si Pitung turun tangan untuk membela gerakan petani. Si Pitung, yang sudah bertahun-tahun menjadi incaran Belanda, berdasarkan cerita Rakyat, mati setelah ditembak dengan peluru emas oleh schout van Hinne dalam suatu penggerebekan karena dikhianati. Seorang mata-mata telah memberi tahu tempat persembunyiannya.

Si Pitung, yang sudah bertahun-tahun menjadi incaran Belanda, berdasarkan cerita rakyat, mati setelah ditembak dengan peluru emas oleh schout van Hinne dalam suatu penggerebekan karena ada yang mengkhianati dengan memberi tahu tempat persembunyiannya. Ia ditembak dengan peluru emas oleh schout (setara Kapolres) van Hinne karena dikabarkan kebal dengan peluru biasa.



Peninggalan Si Pitung .

Rumah Si Pitung menggunakan rancangan arsitektur rumah Bugis yang berasal dari Sulawesi. Pemilik rumah ini adalah H. Syafiuddi, seorang pedagang yang rumahnya dirampok oleh si Pitung ketika itu.



Sering terjadinya banjir di daerah Kampung Marunda, yang terletak di daerah pantai Utara Laut Jawa, mungkin menjadi alasan utama kenapa rumah ini dibangun di atas tanah setinggi sekitar 1,5 meter.

Rumah Si Pitung

Kampung Marunda Pulo, Cilincing
Jakarta Utara
Lokasi GPS: -6.097,106.9589



Cara paling mudah untuk pergi ke sana jika menggunakan mobil adalah melalui JORR (Jakarta Outer Ring Road), Jalan Lingkar Luar Jakarta, ke arah Cilincing:

keluar di ujung jalan tol, masuk ke Jl. Raya Cakung – Cilincing
belok kanan ke Jalan Akses Marunda, lewati jembatan dimana anda akan melihat banyak perahu tradisional mengambang di atas sungai
belok kiri pada simpangan pertama (GPS: -6° 6′ 28.87″, +106° 57′ 36.32″); ikuti jalan sampai ke kampus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, belok ke kanan, lalu ke kiri mengikuti jalan
jalan lurus dari sini, dan anda akan sampai ke tempat parkir (GPS: -6° 5′ 54.38″, +106° 57′ 36.40″)

Anda bisa juga naik angkutan umum dari Terminal Tanjung Priok ke arah Rorotan. Bilang saja ke supir bahwa anda akan mengunjungi Rumah Si Pitung dan dapatkan petunjuk darinya.

N/B : Ini Si petung ala erep http://www.erepublik.com/en/citizen/profile/2147260 . Kalo char yang ini bukan takut ama hindia belanda , tapi takut kena pita merah plato 😃 😃 😃