Pasar Bebas vs Pasar Terkendali, Langsung ke Pusat Masalah

Day 140, 22:27 Published in Indonesia Indonesia by eIndonesiaGroup

Dear citizens,

Artikel ini akan membawa kita langsung ke titik masalah, mengoyak kembali luka masa lalu, dan (semoga) menuntaskan perdebatan yang belum selesai sejak era Januari 2008 lalu.

Diskusi, atau debat? You named it. Saya hanya akan menyajikan fakta dan argumen-nya saja. Kalau mau langsung ke inti masalah, lewatkan bagian Sejarah.

Sejarah
eIndonesia mulai ada sejak November, dan Pemilu pertama memilih ayoe_fr (NCS) sebagai presiden pertama. Dimasa itu, ekonomi eIndonesia masih dalam masa inkubasi, dan fokus utamanya adalah mendirikan perusahaan-perusahaan pertama. Berdirilah Yayasan Sehat. Intercont. Exp, Starbucks, Uncle BeN's Food, etc. Masalah ekonomi masih seputar pendirian perusahaan, perekrutan karyawan, dan menurunkan harga yang gila-gilaan. Ah, masih ingat aku, membeli food pertama seharga 80 IDR. Haahaha ....

Masuklah kita ke era Januari. eIndonesia saat itu memilih om_mudakir (IDS) sebagai presiden. Banyak perusahaan baru bermunculan, dan memunculkan masalah baru: PRICING atau PENETAPAN HARGA. Persaingan ketat. Penurunan harga gila-gilaan, terutama di sektor food. Harga sudah tidak wajar, karena tidak mencerminkan biaya produksi. Kekhawatiran IDS saat itu adalah persaingan tidak sehat ini akan membuat masyarakat kehilangan pekerjaan, sebagai efek tidak mampunya GMs membayar gaji pegawai. eEkonom dari IDS, ursokind, merasa perlu bertindak. Bersama-sama dengan citizen lain (salah satunya Uneel), IDS mengajukan konsep TBB (Tarif Batas Bawah). Melalui TBB, para GM sepakat untuk mengeliminasi persaingan harga, dan akan menjual di harga yang sama. Awalnya cukup berhasil. Issue PHK Massal bisa diatasi. Namun tetap saja, karena sifatnya yang hanya Peraturan Pemerintah, bukan UU, ini tidak bisa mengikat para GMs (UU hanya bisa melalui kongres, dan tidak ada fitur untuk UU Harga).

Namun entah dimulai darimana, TBB mulai ditabrak. Dugaan saya, mulai banjirnya produk impor di pasar dengan harga dibawah TBB, memicu para GMs lokal untuk melakukan perlawanan harga. Nasionalisme masyarakat mulai dipertanyakan, karena produk impor lebih menjadi idola. Harga mulai tidak terkendali. TBB mulai dipertanyakan, dan debat dimulai.

TBB dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah, karena hanya mengikat GMs lokal. Partai Rakyat Merdeka (PRM) hadir mengusung konsep Pasar Bebas, dimana masalah harga diserahkan kepada pasar, kembali kepada teori ekonomi awal: Hukum Permintaan dan Penawaran. Tidak ada batasan harga. Indonesian Defensive Sosialist bertahan dengan konsep Pasar Terkendali (baca: TB😎. Issue ini dibawa menjadi salah satu issue dalam Pemilu Februari.

era Februari masuk. eIndonesia kembali memilih om_mudakir (IDS) sebagai presiden (despite ada intervensi admin disini). Perusahaan baru kembali bermunculan, walau presiden sudah memerintahkan distopnya pendirian perusahaan baru. Konsep TBB masih tetap diusung pemerintah. Harga masih juga tidak terkendali, terutama di sektor food. Barang impor masih terus menjadi masalah. Kenaikan pajak impor belum menyelesaikan masalah. Saya masih ingat komentar habisi_aku (eks ketua PRM, eks GM Hanamasa Resto) di pertengahan Februari waktu itu, "Gw capek nurunin harga cuman supaya barang gw laku ...".

era Maret dimulai. eIndonesia memilih Yanezu (IDS) sebagai presiden. Semakin banyak perusahaan baru bermunculan. eEkonom dari IDS, Bong memunculkan Kesepakatan Bersama Asosiasi Food Industry, dengan TBB sebagai salah satu poin kesepakatan. Harga yang disepakati sudah market friendly, karena cukup murah untuk para citizen, dan hanya menyisakan sangat sedikit untuk pengusaha (baca: RUGI). Harga murah sebagai bukti keberpihakan GMs dan Pemerintah kepada masyarkat. Lagipula, nasionalisme bukan berarti harus membayar mahal, bukan? (kutipan dari ucapan Yuen.Inc). Kesepakatan berhasil membawa Industry Food melewati bulan Maret.

Kini, eIndonesia ada di era April. eIndonesia memilih isnuwardana (NCS) sebagai presiden. Dimulai dari peristiwa Food Bazar oleh madhy (yang merupakan salah satu program Jaka Aldila, gubernur eSamarinda), kita kembali mendebatkan permasalah ini. Dan saya sendiri belum jelas konsep yang diusung pemerintah (namun lebih karena pemerintah belum pernah menyuarakan ini), apakah kita masih di konsep Pasar Terkendali, atau sudah berada di Pasar Bebas? Saatnya kita semua mendiskusikannya ... Saya mengundang semua pihak, semua citizen, semua representatif Partai, para Congressman, terutama pemerintah, untuk mendiskusikannya, dan menentukan pilihan kita.

Pasar Bebas vs Pasar Terkendali


Pasar Bebas, konsep dimana hukum permintaan dan penawaran yang menentukan harga. GMs bersaing dengan sesama, dan menentukan sendiri bisnisnya, tanpa campur tangan pemerintah, baik itu penentuan harga, tingkat upah, dan lain-lain. Harga akan terus menurun, karena saat ini penawaran lebih besar dari permintaan. Obral besar-besaran tidak diharamkan. Namun tentu saja, etika bisnis tetap harus dijaga.

Dalam jangka pendek, masyarakat akan melihat menurunnya terus harga. Dan importir (perusahaan luar) akan sulit bertahan di eIndonesia, karena harga sudah sangat murah. Penurunan income perusahaan sudah pasti terjadi, seiring semakin turunnya harga. Dan dalam jangka panjang, perusahaan akan mengalami kesulitan membayar gaji karyawan. Namun ini bisa disiasati oleh GM dengan subsidi dari perusahaan yang lain yang masih menguntungkan, terus menyuntikkan dana dari akun pribadi, mencari pinjaman, atau mengumpulkan dana dari sumber-sumber lain (sah atau tidak, terserah). Ini juga akan memaksa GMs untuk mandiri, hidup tanpa mengandalkan proteksi dari pemerintah. Seandainya ada perusahaan gulung tikar, toh perusahaan baru akan tetap bermunculan, bukan? (mengutip ucapan isnuwardana). Banyak orang kaya di eIndonesia, bukan? Tapi tidak termasuk saya lho. Tanya saja yang sudah pernah melihat akun pribadi saya. Tidak ada isinya. Hahhaa ...

Namun efek buruknya, perusahaan dengan modal kecil akan sulit bertahan. Karena dalam pasar bebas, hanya pemodal kuat yang bisa bertahan.
Salary karyawan pun akan terus menurun, karena GMs harus menyesuaikannya dengan pendapatannya. Subsidi dari perusahaan lain pun akan sulit dilakukan, karena semua industry mengalami kerugian. Pinjaman? Bagaimana mengembalikannya? Lambat laun, tidak ada yang mau berbisnis lagi di dalam negeri, karena tidak menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

Pasar terkendali
, konsep dimana pemerintah campur tangan ke dalam bisnis, namun hanya dibeberapa aspek yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Aspek tersebut, beberapa diantaranya adalah harga dan tingkat upah. Konsep sosialis mengajarkan bahwa alat-alat produksi harus digunakan untuk mensejahterakan semua orang, baik itu masyarakat, maupun pengusaha. Equality for all. Maka GMs diminta menjual di harga yang sudah ditentukan (TB😎, dimana citizen tidak perlu membayar mahal, dan GM juga masih bisa membayar gaji karyawan dan kelangsungan hidup perusahaan bisa dijaga. Bazar tidak dilarang, tapi dibatasi dengan kriteria-kriteria tertentu saja.

Pemerintah juga bisa memaksa GMs untuk mengikuti aturan ini, dengan cara memebebankan pajak tinggi kepada perusahaan yang membandel (inilah dia Restitusi VAT itu. Bukan seperti anggapan Jaka Aldila, yang mengira Restitusi VAT ini merupakan bukti pemerintah memanjakan pengusaha. Restitusi VAT itu cuma diberikan kepada pengusaha yang menurut, kok. Lagipula, itu adalah porsi GM yang akan dipakai untuk membayar gaji karyawan)

Dalam jangka pendek, masyarakat akan melihat harga tetap stabil, walau mungkin sedikit lebih mahal dari barang-barang asing. Importir tetap bermain di eIndonesia, namun kami mengandalkan nasionalisme masyarakat untuk itu. Income perusahaan terjaga, dan karyawan tetap mendapat gajinya. Pemerintah juga tidak perlu subsidi macam-macam. Toh selama ini tidak ada subsidi seperti itu, bukan? Semua mendapat haknya ...

Efek buruknya, mengutip kata-kata Jaka Aldila, "karena ada JAMINAN, dan banyak perusahaan baru bermunculan akhirnya menjadikan overproduksi dan akibatnya produk tidak terserap maksimal." Walau kita harus mempertimbangkan juga, bahkan kalau pasar dibiarkan bebas, perusahaan baru toh tetap bermunculan.

Sosialist mengajarkan kami untuk pro-rakyat. Ini kami wujudkan dalam bentuk intervensi pemerintah dalam ekonomi. Melalui TBB. Melalui penyerapan GOLD dari masyarakat untuk membatasi jumlah GOLD beredar, sehingga laju pendirian perusahaan bisa ditekan. Ini semua BUKAN UNTUK MEMANJAKAN PENGUSAHA, karena kami bukan kapitalis. Semua perusahaan yang dimiliki anggota IDS digunakan untuk mensejahterakan masyarakat, meningkatkan ekonomi eIndonesia.

Apa pendapatmu? Mari bicara!

Indonesian Defensive Sosialist, eIndonesia pasti Jaya!