Chapter VIII .: Kebudayaan bangsa yang hampir punah - a mind game for you :.

Day 554, 08:40 Published in Indonesia Indonesia by Redaksi AHA

Jangan pernah melupakan kebudayaan bangsa kita sendiri, bangun dari tidurmu nak

Alkisah di sebuah negeri yang bernama Indonesia, hidup seorang tua yang bernama Prawirotomo yang tinggal di sebuah desa bernama Banyu Sumurup yang terletak di wilayah Imogiri atau sekitar 500 meter arah tenggara makam-makam raja Mataram. Ia merupakan satu - satunya orang di desanya yang dikenal masih memegang teguh pada unggah - ungguh yang berlaku di masyarakat Jawa pada umumnya. "anak - anak jaman sekarang memang sudah tidak bisa menghormati lagi tradisi yang diturunkan nenek moyang kita" ia berkata padaku demikian. "sekarang mereka hanyut dalam kebudayaan barat .... nonton sinetron, pergi ke mall, sok-sok pake bahasa bulelah kalo ngomong ... ah payah " lanjutnya mengeluh padaku. "Bayangkan saja, selama hidupku ini aku tidak pernah sama sekali mengeluh ketika aku memutuskan untuk menggeluti profesiku sebagai seorang dalang ataupun pengrajin tradisional. Buktinya aku tetap hidup bahagia toh !! dan yang paling penting aku bangga dengan kebudayaan yang aku miliki sebagai seorang Jawa !!" jawabnya dengan ketus.

Sejenak aku merasa bingung dengan apa yang ia ucapkan. Akan tetapi, seetelah ia melanjutkan ceritanya, aku mulai mengerti apa yang ia maksudkan. "maksudnya emang apa kek ?"tanyaku padanya. "nah itu dia, sekarang ini nilai - nilai yang telah diajarkan oleh para leluhur kita, seperti kerukunan, keharmonisan sudah mulai luntur. Anak muda lebih senang mencari pekerjaan yang instan tanpa mengerti apa yang mereka lakukan. Yang penting dapet uang, meskipun dengan cara yang haram". "lah terus kenapa emang kek ? bukannya itu merupakan pilihan yang mereka ambil untuk bisa mengembangkan diri mereka sendiri" aku mencoba untuk menyanggahnya. "Coba kamu pikir sekarang nak. Aku sebagai seorang dalang, cukup mampu untuk bertahan hidup di usia tuaku ini meski tak banyak lagi yang ingin menyaksikan lakon - lakon ksatria seperti yang digambarkan oleh sosok seorang Arjuna .... Hatiku hancur ketika melihat generasi sekarang menyaksikan sinetron yang hanya bisa bermimpi untuk menjadi seorang kaya yang hidupnya penuh dengan gejolak cinta yang tragis". Terlihat ia mulai menitikkan air matanya sambil berusaha untuk tetap teguh menegakkan kepalanya. "Tapi yang paling penting, simbol - simbol sakral yang dulu dianggap suci, sudah mulai dilupakan fungsinya, diacuhkan dan dilecehkan. Sebilah kayu dan besi yang kutempa sekarang hanya dijadikan pemanis saja dalam acara adat perkawinan ...... Kalau engkau tahu, dulu sebilah kayu dan besi itu merupakan simbol dari perjuangan, pembangkit semangat dan pusaka yang dapat mendampingi para raja ketika menghadapi musuh - musuhnya". Ia kemudian terdiam sejenak sambil berusaha untuk menenangkan dirinya. "Aku sedih .... karena dianggap tua renta, tidak berguna. Teman, tetangga, kerabat meninggalkanku karena mereka menganggapku seorang yang kolot dan ketinggalan zaman." Kemudian ia mencoba untuk istirahat sejenak. Sebatang rokok dihisapnya untuk membangkitkan kembali semangat dalam dirinya. "Tapi aku bahagia karena aku tidak kehilangan jati diriku sebagai seorang Jawa, seorang Indonesia sejati yang tetap mengeepankan nilai sakral yang tersembunyi dalam tempaan besi dan lakonku itu" Ia tersenyum padaku, sebuah senyum yang memiliki seribu arti tersembunyi.

Hari sudah mulai sore. Aku beranjak pergi dari desa Banyu Sumurup untuk melanjutkan perjalananku pulang ke Jogja. "huh ... berat sekali ya" aku mencoba untuk merenungi kata - kata kakek itu. Memang, sekarang orang tidak peduli lagi dengan warisan budaya sendiri. "Akankah itu semua akan punah ditelan zaman ? Apakah tidak ada lagi yang meneruskan jejak langkah kakek Prawirotomo untuk tetap melestarikan kebudayaan ini ?" Timbul banyak sekali pertanyaan di kepalaku yang membuat hatiku gundah. Sepanjang perjalanan aku terus memikirkannya sampai aku keluar dari perbatasan Imogiri. Tak lama, aku melewati makam para raja Mataram, para raja yang hanya bisa berdiam dan membisu ditengah gemerlapnya perkembangan zaman. "apa yang kau pikirkan sekarang, hai para raja Mataram ?" Gumamku sambil terus memikirkan perkataan kakek itu. Aku sekarang mempunyai tantangan untuk kalian semua, "apakah kamu mau mengikuti jejak langkah kakek itu?"

sponsored by :
Yayasan Mpu Gandring
Malang 19283
CP : Juwita (0231-97364😎


note :
Ini adalah sebuah pemikiran penulis yang bertujuan untuk mengajak para pembacanya ikut dalam gerakan pelestarian kebudayaan asli Indonesia yang mulai (atau sudah?) hilang. Jangan mengartikan cerita ini secara gamblang. Pecahkan artinya, cari kata kunci dan pakai om gogel bila perlu. Apabila anda tertarik, PM saya dengan segera. Hai ikan kecil ... ini adalah balasan untuk ceritamu yang menggugah hatiku 🙂

if you pass the test, you can beat the rest -- Pet Shop Boys