Kala Undang-Undang Dasar Hanya Menjadi Mainan Segelintir

Day 1,816, 09:22 Published in Indonesia Indonesia by Revip
Note: Silahkan dibaca hingga tuntas, jikalau anda peduli akan negeri ini.



Selamat Malam eIndonesia!

Tanpa perlu banyak bercakap, disini saya ingin mencoba menanggapi pandangan mengenai rencana Amandemen Undang-Undang Dasar eIndonesia.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, Undang-Undang Dasar merupakan Landasan Konstitusi sebuah negara. Hal tersebut menandakan sifatnya yang teramat krusial. Tentu karena sifatnya yang sedemikian krusial, idealnya Undang-Undang Dasar dirancang dengan penuh pertimbangan matang. Tak sembarang UUD ini disusun.

Namun hukum itu bersifat dinamis, aturan hukum yang paten di masyarakat era 60-an belum tentu sesuai dengan karakteristik masyarakat di era 2000-an. Dengan sifatnya yang selalu berkembang, seringkali muncul produk-produk hukum baru ataupun amandemen produk hukum lama yang dianggap sudah tidak sesuai.

Namun macam strata tingkatan, perubahan suatu aturan hukum tidak bisa disamaratakan. Tak perlu berbicara real life, karena di eIndonesia pun kita memiliki tingkatan tersebut. Seperti yang kita ketahui, di eIndonesia ini Undang-Undang Dasar mengamanatkan dalam pasal 8 dan 9. Pasal 8 menyebutkan bahwa Undang-Undang Dasar merupakan perangkat perundang-undangan tertinggi di eIndonesia, lalu dilanjutkan dengan pasal 9 yang menyebutkan 3 perangkat perundang-undangan dibawah UUD, yakni undang-undang, peraturan pengganti perundang-undangan, dan yang terakhir adalah peraturan pemerintah.

Sebagai perangkat perundang-undangan tertinggi dan juga landasan konstitusi negara, Undang-Undang Dasar eIndonesia dapat diibaratkan nyawa bagi negeri ini. Barangtentu sifatnya menjadi sakral. Namun di negeri ini, kesakralan dari UUD ini seakan hilang tak digubris. Setelah mengalami amandemen di beberapa bulan lalu, bulan ini dewan rakyat yang terhormat, kongres memutuskan untuk mengamandemen kembali UUD ini. Hal tersebut dirasa dapat dimaklumi jikalau amandemen tersebut mendapatkan persetujuan dari mayoritas wakil rakyat yang kini dibagi perfraksi. Namun yang terjadi, keputusan mengenai amandemen UUD ini hanya mengambil suara 3 fraksi yakni PReI, Frontal, dan PKeI, sementara 2 fraksi lain yakni Golkus dan AoI dihapuskan hak suaranya dengan alasan tidak ada ketua fraksi atau perwakilan yang hadir didalam rapat. Hasilnya adalah 2 banding 1, PReI dan PKeI menyetujui adanya amandemen, Frontal menentang adanya amandemen. Dan amandemen pun akan dilaksanakan.

Tanpa bermaksud naif, saya menyatakan bahwa ini jelas berpotensi melukai hati rakyat eIndonesia. Pertama, Undang-Undang Dasar merupakan nyawa bagi negeri tercinta ini, secara bijaksana seharusnya kongres meminta persetujuan dahulu dari rakyat negeri ini, karena disini kita tidak memiliki perangkat penegak hukum, kesadaran rakyat untuk menjalankan aturan merupakan satu-satunya alasan untuk terus tegaknya konstitusi negeri nan semu ini. Kita tak dapat memaksakan kaidah yang dibuat dengan punnishment tertentu, karena memang tak ada fitur penegaknya. Kedua, jikalau pun ingin bermain lebih cepat dan instan, seharusnya seluruh partai tetap diikutsertakan hak suaranya, karena setidaknya mereka adalah penyambung lidah rakyat. Mereka wakil dari rakyat yang ditunjuk didalam pemilihan umum yang sah.

Memang benar tidak seluruh anggota kongres aktif dalam rapat. Namun saya melihat sebenarnya kongres bulan ini mengalami kemajuan positif dibandingkan kongres dibulan-bulan sebelumnya, setidaknya semenjak pertama saya menginjakan kaki di ruang kongres beberapa bulan lampau. Didalam 2 rapat awal, anggota kongres yang hadir dan aktif terbilang cukup banyak. Gedung Kongres bukan hanya menjadi ruangan sepi pemuas hasrat tidur para cecunguk busuk pengincar medal dan gold. Berbagai pendapat mengalir begitu deras, hingga perdebatan memanas sekalipun. Suatu hal elok yang jarang kita rasakan, bahkan hingga dahulu sempat muncul suara sumbang bahwa kongres hanyalah fitur pelengkap tanpa guna. Baru di rapat ketiga tadi, gedung ini sepi pengunjung, entah karena apa. Namun jelaslah itu tak dapat menjadi tolak ukur dan mengambil kesimpulan begitu cepat, bahwa tak baik banyak menunggu dengan alasan karena gedung tersebut selalu terlampau sepi.

Menimbang hal tersebut, barangtentu seharusnya permasalahan amandemen/tidaknya UUD harus mendapatkan persetujuan dari forum yang lengkap, dalam hal ini setidaknya diwakili oleh seluruh fraksi. Mengingat Undang-Undang Dasar ini merupakan landasan konstitusi dari eIndonesia.

Berlanjut, sebagai landasan konstitusi sebenarnya tak elok kaidah hukum ini kita permainkan. Dengan sifatnya yang sakral, kita seharusnya dapat menghargai produk hukum ini. Dengan tingginya frekuensi amandemen, menandakan bahwa tak ada rasa penghargaan terhadap UUD. Kembali lagi keatas, benar bahwa hukum itu dinamis. Namun bukan berarti seluruh produk hukum dapat kita amandemen seenak jidat. Jikalau memang tidak terlampau perlu mengapa harus kita paksakan untuk dirubah, apalagi ini adalah UUD. Undang-Undang Dasar seperti yang disebutkan didalam pasal 8 memiliki sifat umum. Oleh karenanya UUD tak mengatur seluruh aturan secara terperinci. Maka dari itu diperlukanlah adanya Undang-Undang (UU). UU difungsikan untuk mengatur hal khusus yang sudah/belum diatur didalam UUD dan tidak bertentangan dengan UUD itu sendiri. Maka kala ada aturan yang belum diatur/tidak lengkap didalam Undang-Undang Dasar, yang diperlukan adalah pembuatan Undang-Undang baru, bukan semerta-merta mengamandemen Undang-Undang Dasar.

Ya, meskipun ini hanyalah sebuah permainan. Namun disini dapat menjadi sarana dan tempat kita untuk belajar. Apalagi yang memainkan game ini bukan hanya kalangan mahasiswa keatas, melainkan juga ada adik-adik kita yang masih duduk di bangku sekolah. Tak terbayang tentunya, jika terpatri paradigma bahwa Undang-Undang Dasar (In game dan khususnya RL) hanyalah 'mainan' semata didalam benak mereka.



Terakhir, saya ucapkan terimakasih bagi anda yang telah sudi membaca hingga akhir. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua.

Salam,