[TDAC MoIA] - Day One : Makna peringatan hari pendidikan nasional

Day 3,086, 18:27 Published in Indonesia Indonesia by Sulthan van Sambas

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang selalu diperingati oleh bangsa kita jatuh pada tanggal 2 Mei setiap tahun. Peringatan Hardiknas berkaitan dengan hari lahir Ki Hadjar Dewantara.

Beliau adalah seorang tokoh pelopor pendidikan Indonesia dan pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa. Pada zaman kolonial, tidak semua anak bangsa yang dapat mengenyam bangku pendidikan.

Yang boleh bersekolah hanyalah anak tertentu saja dari golongan tertentu. Nah, beliau gigih memperjuangkan agar semua anak memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan.

Sampai saat ini, tanggal 2 Mei bukanlah hari libur nasional. Namun segenap insan pendidikan, khususnya lembaga pendidikan di negeri ini memperingatinya dengan berbagai acara.
Namun apakah setiap insan di negeri ini terlebih khusus lagi para prakstis di dunia pendidikan sepenuhnya telah meresapi makna Hari Pendidikan Nasional tersebut ?
Justru fenomena yang terjadi sekarang ini dalam dunia pendidikan kita adalah seolah-olah sekolah menjadi sebuah sirkuit balap. Dalam sirkuit balap pendidikan, sekolah menjadi pabrikan dan siswa menjadi pembalap. Sekolah negeri yang berkewajiban mendidik semua anak berubah menjadi selektif. Mereka lebih suka menerima murid yang kemampuan akademisnya menonjol, yang memudahkan sekolah mencapai target. Anak-anak yang lemah kemampuan akademisnya dipaksa menyingkir ke “sekolah biasa”.
Anak-anak dituntut belajar semakin dini. Menjamurlah les yang menjanjikan anak mampu calistung (baca, tulis, berhitung) secara kilat. Taman kanak-kanak menyiapkan kurikulum tambahan agar anak belajar calistung. Seleksi masuk SD tidak mensyaratkan calistung, tapi orangtua tahu anaknya harus bisa calistung untuk mengerjakan Ujian Tengah Semester hanya 3 bulan setelah duduk di kelas 1.
Bila anak di sekolah terlihat kurang mampu mengikuti pelajaran, sekolah menambah les khusus. Semua harus lulus ujian nasional demi nama baik sekolah. Orangtua pun tidak mau kalah, anak-anak dikirim ke bimbingan belajar, apalagi bila anaknya lemah di suatu pelajaran.
Kurikulum 2013 semakin menambah beban anak dengan waktu belajar yang 36 jam. Apa artinya? Ditambah 4 jam lagi maka anak-anak Sekolah Dasar menanggung beban setara dengan jam kerja orang dewasa. Anak-anak belajar banyak hal sehingga kehabisan waktu untuk belajar mengenai dirinya sendiri.
Pada titik ekstrim, ada orangtua yang berkonsultasi menanyakan potensi anak dan arah studi anaknya yang baru berusia 3 bulan. Logika semakin cepat semakin baik menjadi acuan orangtua karena menyaksikan sistem pendidikan yang seperti sirkuit balap. Anak-anak terus menerus dituntut berlari mengejar target agar menjadi juara di sirkuit balap.
Pendidikan sebagai Taman
Ki Hadjar Dewantara telah mengkritik kecenderungan untuk mengajar calistung pada anak sebelumnya masanya. Pendidikan bukanlan sirkuit balap, tapi sebuah taman. Setidaknya ada 3 ciri pendidikan sebagai taman yaitu pertama, kemerdekaan. Kita datang ke taman karena kesukarelaan, bukan paksaan dari pihak lain. Pendidikan bukanlan menuntut anak, tapi menumbuhkan kesukarelaan anak untuk belajar. Bukan terpaksa belajar, tapi gemar belajar.
Kedua, ketertiban. Meski kita merdeka datang ke taman, tapi bukan berarti bebas sesuka hati. Pendidikan mendidik anak-anak untuk berlaku tertib. Bukan tertib yang paksakan, tapi tertib yang tumbuh dari kesadaran untuk menjaga kegembiraan bersama.
Ketiga, kebahagiaan. Orang datang ke taman bukan bertujuan untuk mendapatkan piala atau jadi juara, tapi datang untuk bersenang hati. Pendidikan bukan untuk mencetak manusia juara, tapi manusia bahagia. Kebahagiaan dapat dicapai bila anak bisa mengaktualisasikan potensi dirinya. Setiap anak mempunyai kodratnya sendiri. Pendidik tidak bisa memaksa atau mendikte, tapi hanya bisa menuntut tumbuhnya kodrat tersebut. Selanjutnya, pencapaian kebahagiaan tercapai ketika anak bisa menggunakan potensi dirinya untuk memberi manfaat pada orang lain.
Mewujudkan Taman Pendidikan
Upaya mengubah pendidikan dari sebagai sirkuit balap menjadi sebuah taman harus didukung oleh semua pihak. Kementrian pendidikan dan kebudayaan harus mengubah indikator keberhasilan pendidikan. Keberhasilan pendidikan jangan lagi diukur dari kecepatan lulus, tapi dari kebahagiaan yang dirasakan dan manfaat yang diberikan peserta didik. Perubahan indikator akan mengubah proses, mekanisme dan budaya yang berkembang dalam lingkungan pendidikan.
Guru harus lebih sering berinteraksi dengan murid untuk mendengarkan aspirasi dan memahami peserta didik. Bantu peserta didik mengenali dan mengoptimalkan potensinya. Anak bukan kertas kosong yang dipaksa belajar, tapi subyek pembelajaran yang butuh penguatan dari guru.
Orangtua perlu belajar mengenai tumbuh kembang anak. Berhenti mengenakan standar pada anak. Hargai keunikan anak termasuk menghargai potensi dan kecepatan belajar anak. Bersikaplah menjadi pendukung, bukan penuntut terhadap anak. Jadikan kebahagiaan sebagai acuan dalam mendidik anak.
-Disadur dari berbagai sumber...