[Jas Merah Pahlawan] Sang Pencetus Kopassus

Day 1,823, 17:49 Published in Indonesia Indonesia by adit 99

Pada hari ini saya akan mengikutsertakan artikel ini dalam lomba Kemendagri. Saya akan mengangkat tokoh yang berandil besar dalam terbentuknya Kopassus, Brigadir Jenderal TNI Anumerta Ignatius Slamet Riyadi.



Latar Belakang

Slamet Riyadi, seorang Pahlawan Nasional Indonesia, pada awalnya bernama Sukamto. Slamet Riyadi lahir di Donokusuman, Solo, pada tanggal 28 Mei 1926. Slamet Riyadi adalah putra dari Idris Prawiropralebdo, seorang perwira anggota legiun Kasunanan Surakarta. Karakter yang sangat menonjol dari sosok Slamet Riyadi adalah kecakapan dan keberaniannya, terutama setelah Jepang bertekuk lutut dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Ia merupakan pencetus pasukan khusus TNI yang di kemudian hari dikenal dengan nama Kopassus.

Waktu kecil Slamet Riyadi mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch-Inlandsche School), kemudian MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Afd B, dan pada akhirnya ke Sekolah Pelayaran Tinggi (SPT). Ia pun menjadi lulusan terbaik dan berhak menyandang ijazah navigasi. Dengan berbekal kursus navigator tersebut ia akhirnya menjadi navigator kapal kayu yang berlayar antarpulau di Nusantara.

Kepahlawanan

Suatu ketika, saat terjadi peralihan kekuasaan sipil oleh Jepang (Walikota Surakarta T. Watanabe) kepada kedua kerajaan yang berkedudukan di Surakarta, yaitu Kasunanan dan Praja Mangkunagaran, sebagian besar warga merasa tidak puas. Para pemuda bertekad untuk mengadakan perebutan senjata dari tangan Jepang. Mereka mengutus Muljadi Djojomartono dan dikawal oleh Suadi untuk melakukan perundingan di markas Kenpeitai (polisi militer Jepang) yang dijaga ketat. Tetapi sebelum utusan tersebut tiba di markas, Slamet Riyadi berhasil masuk ke dalam markas dengan meloncati tembok dan membongkar atap markas Kenpeitai. Setelah itu, Slamet Riyadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan pejuang dari pemuda-pemuda terlatih eks PETA/Heiho/Kaigun dan merekrutnya dalam kekuatan setingkat batalyon, yang dipersiapkan untuk mempelopori perebutan kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang. Pada waktu itu, Slamet Riyadi diangkat sebagai Komandan Batalyon Resimen I Divisi X. Sejak itu, Slamet Riyadi semakin banyak terlibat dalam usaha merebut kemerdekaan. Pendidikan militer tidak didapatkannya melalui teori-teori militer di bangku pendidikan ketentaraan, tetapi dari pengalaman langsung dalam kehidupan nyata di Solo.

Setelah Jepang berhasil diusir dari Indonesia, Belanda ingin menjajah Indonesia kembali. Dalam perkembangannya, Slamet Riyadi diberi kepercayaan untuk mengomando Batalyon XIV. Batalyon XIV merupakan kesatuan militer Indonesia yang patut dibanggakan, karena selama agresi Belanda II, pasukan ini sangat aktif melakukan serangan gerilya terhadap militer Belanda. Karena pasukan ini, Belanda pun sering kewalahan. Selain melawan Belanda, Slamet Riyadi pun pernah diutus Gubernur Militer II, Kolonel Gatot Subroto, untuk melakukan penumpasan perlawanan PKI di daerah Jawa Utara, dan operasi yang ia pimpin pun mengalami keberhasilan.

Setelah palagan perang kemerdekaan II, Slamet Riyadi pangkatnya dinaikkan menjadi Letnan Kolonel, dengan jabatan baru Komandan "Wehrkreise I" (Panembahan Senopati) yang meliputi daerah gerilya Karesidenan Surakarta, yang berada di bawah komando Gubernur Militer II pada Divisi II, Kolonel Gatot Subroto. Dalam perang kemerdekaan II inilah Letkol Slamet Riyadi membuktikan kecakapannya sebagai prajurit yang tangguh dan sanggup mengimbangi kepiawaian komandan Belanda yang notabene adalah lulusan Sekolah Tinggi Militer di Breda Nederland. Siang dan malam anak buah Overste (setingkat Letnan Kolonel) Van Ohl digempur habis-habisan, dengan penghadangan, penyergapan malam, dan sabotase. Puncaknya terjadi ketika Letkol Slamet Riyadi mengambil prakarsa mengadakan "Serangan Umum Surakarta" yang dimulai tanggal 7 Agustus 1949, dan berlangsung selama 4 hari 4 malam. Dalam pertempuran tersebut 6 orang militer Indonesia gugur, 109 rumah penduduk porak poranda, dan 205 penduduk meninggal. Namun demikian, pasukan Slamet Riyadi berhasil menewaskan 7 orang dan menawan 3 orang tentara Belanda.

Setelah terjadi gencatan senjata, kota Solo diserahkan oleh Belanda ke pangkuan Republik Indonesia, dan Letkol Slamet Riyadi ditunjuk menjadi wakil RI. Walaupun demikian, kesuksesan Slamet Riyadi dalam bidang militer tidak membuatnya sombong. Ia sadar bahwa keberhasilannya hanyalah karena anugerah Tuhan.

Pada tanggal 10 Juli 1950, Letkol Slamet Riyadi ditugaskan untuk menumpas pemberontakan Kapten Abdul Aziz di Makassar dan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipelopori oleh Dr. Soumokil dan kawan-kawan. Pada tanggal 4 November 1950, ketika ia sedang berusaha menumpas pemberontakan RMS di gerbang benteng Victoria, Ambon, pasukan Slamet Riyadi berjumpa dengan segerombolan pasukan yang bersembunyi di benteng tersebut dengan mengibarkan bendera Merah Putih. Melihat bendera Merah Putih tersebut, Slamet Riyadi memerintahkan pasukannya untuk menghentikan penyerangan karena ia yakin bahwa mereka adalah tentara Siliwangi. Ketika Slamet Riyadi ingin membuktikan sendiri dan keluar dari panser, ternyata gerombolan tersebut bukan tentara Siliwangi melainkan para pemberontak RMS. Mereka menghujani Slamet Riyadi dengan tembakan. Letkol Slamet Riyadi pun menghembus nafas terakhirnya sebelum ia genap berusia 24 tahun.

Pasukan Komando TNI



Kolonel Kawilarang yang selanjutnya memimpin Siliwangi di Jawa Barat memerangi DI/TII, membentuk 1 peleton komando dari divisi Siliwangi. Hal ini merupakan hasil diskusi beliau dengan Slamet Riyadi saat memerangi RMS. Melihat keberhasilan peleton komando Siliwangi, TNI-AD membentuk kompi komando yang juga berkualifikasi pasukan payung. Kompi ini memerangi DI/TII, PRRI dan Permesta dan merupakan cikal bakal Resimen Para Komando AD (RPKAD) selanjutnya Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Sedikit tambahan:


-Terdapat sebuah Patung Slamet Rijadi di depan Rumah Sakit AD Slamet Riyadi, Surakarta
-Namanya diabadikan sebagai nama beberapa sekolah
-Beliau ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 9 november 2007

Hayo, pemuda-pemudi Indonesia. Jangan tanyakan apa yang bangsamu bisa lakukan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang bisa kamu lakukan kepada bangsamu.

Jika orang lain bisa, saya juga bisa, mengapa pemuda-pemudi kita tidak bisa, jika memang mau berjuang…” - Abdul Muis

Sekian dari saya, terima kasih atas kesediannya untuk membaca (dan VCS 😃)
SUMBER